6/19/15

PASSPORT by Rhenald Kasali

Setiap saat mulai perkuliahan, saya selalu bertanya kepada mahasiswa berapa orang yang sudah memiliki pasport. Tidak mengherankan, ternyata hanya sekitar 5% yang mengangkat tangan. Ketika ditanya berapa yang sudah pernah naik pesawat, jawabannya melonjak tajam. Hampir 90% mahasiswa saya sudah pernah melihat awan dari atas. Ini berarti mayoritas anak-anak kita hanyalah pelancong lokal.
Maka, berbeda dengan kebanyakan dosen yang memberi tugas kertas berupa PR dan paper, di kelas-kelas yang saya asuh saya memulainya dengan memberi tugas menguruspasport. Setiap mahasiswa harus memiliki “surat ijin memasuki dunia global.”. Tanpa pasport manusia akan kesepian, cupet, terkurung dalam kesempitan, menjadi pemimpin yang steril. Dua minggu kemudian, mahasiswa sudah bisa berbangga karena punyapasport. Setelah itu mereka bertanya lagi, untuk apa pasport ini? Saya katakan, pergilah keluar negeri yang tak berbahasa Melayu. Tidak boleh ke Malaysia, Singapura, Timor Leste atau Brunei Darussalam. Pergilah sejauh yang mampu dan bisa dijangkau.
“Uang untuk beli tiketnya bagaimana, pak?”
Saya katakan saya tidak tahu. Dalam hidup ini, setahu saya hanya orang bodohlah yang selalu memulai pertanyaan hidup, apalagi memulai misi kehidupan dan tujuannya dari uang. Dan begitu seorang pemula bertanya uangnya dari mana, maka ia akan terbelenggu oleh constraint. Dan hampir pasti jawabannya hanyalah tidak ada uang, tidak bisa, dan tidak mungkin.
Pertanyaan seperti itu tak hanya ada di kepala mahasiswa, melainkan juga para dosen steril yang kurang jalan-jalan. Bagi mereka yang tak pernah melihat dunia, luar negeri terasa jauh, mahal, mewah, menembus batas kewajaran dan buang-buang uang. Maka tak heran banyak dosen yang takut sekolah ke luar negeri sehingga memilih kuliah di almamaternya sendiri. Padahal dunia yang terbuka bisa membukakan sejuta kesempatan untuk maju. Anda bisa mendapatkan sesuatu yang yang terbayangkan, pengetahuan, teknologi, kedewasaan, dan wisdom.
Namun beruntunglah, pertanyaan seperti itu tak pernah ada di kepala para pelancong, dan diantaranya adalah mahasiswa yang dikenal sebagai kelompok backpackers. Mereka adalah pemburu tiket dan penginapan super murah, menggendong ransel butut dan bersandal jepit, yang kalau kehabisan uang bekerja di warung sebagai pencuci piring. Perilaku melancong mereka sebenarnya tak ada bedanya dengan remaja-remaja Minang, Banjar, atau Bugis, yang merantau ke PulauJawa berbekal seadanya.Ini berarti tak banyak orang yang paham bahwa bepergian keluar negeri sudah tak semenyeramkan, sejauh, bahkan semewah di masa lalu.
Seorang mahasiswa asal daerah yang saya dorong pergi jauh, sekarang malah rajin bepergian. Ia bergabung ke dalam kelompok PKI (Pedagang Kaki Lima Internasional) yang tugasnya memetakan pameran-pameran besar yang dikoordinasi pemerintah. Disana mereka membuka lapak, mengambil resiko, menjajakan aneka barang kerajinan, dan pulangnya mereka jalan-jalan, ikut kursus, dan membawa dolar. Saat diwisuda, ia menghampiri saya dengan menunjukkan pasportnya yang tertera stempel imigrasi dari 35 negara. Selain kaya teori, matanya tajam mengendus peluang dan rasa percaya tinggi. Saat teman-temannya yang lulus cum-laude masih mencari kerja, ia sudah menjadi eksekutif di sebuah perusahaan besar di luar negeri.
The Next Convergence
Dalam bukunya yang berjudul The Next Convergence, penerima hadiah Nobel ekonomi Michael Spence mengatakan, dunia tengah memasuki Abad Ke tiga dari Revolusi Industri. dan sejak tahun 1950, rata-rata pendapatan penduduk dunia telah meningkat dua puluh kali lipat. Maka kendati penduduk miskin masih banyak, adalah hal yang biasa kalau kita menemukan perempuan miskin-lulusan SD dari sebuah dusun di Madura bolak-balik Surabaya-Hongkong.
cap-passport
Tetapi kita juga biasa menemukan mahasiswa yang hanya sibuk demo dan tak pernah keluar negeri sekalipun. Jangankan ke luar negeri, tahu harga tiket pesawat saja tidak, apalagi memilikipasport .Maka bagi saya, penting bagi para pendidik untuk membawa anak-anak didiknya melihat dunia. Berbekal lima ratus ribu rupiah, anak-anak SD dari Pontianak dapat diajak menumpang bis melewati perbatasan Entekong memasuki Kuching. Dalam jarak tempuh sembilan jam mereka sudah mendapatkan pelajaran PPKN yang sangat penting, yaitu pupusnya kebangsaan karena kita kurang urus daerah perbatasan. Rumah-rumah kumuh, jalan berlubang, pedagang kecil yang tak diurus Pemda, dan infrastruktur yang buruk ada di bagian sini. Sedangkan hal sebaliknya ada di sisi seberang. Anak-anak yang melihat dunia akan terbuka matanya dan memakai nuraninya saat memimpin bangsa di masa depan. Di universitas Indonesia, setiap mahasiswa saya diwajibkan memiliki pasport dan melihat minimal satu negara.
Dulu saya sendiri yang menjadi gembala sekaligus guide nya. Kami menembus Chiangmay dan menyaksikan penduduk miskin di Thailand dan Vietnam bertarung melawan arus globalisasi. Namun belakangan saya berubah pikiran, kalau diantar oleh dosennya, kapan memiliki keberanian dan inisiatif? Maka perjalanan penuh pertanyaan pun mereka jalani. Saat anak-anakIndonesia ketakutan tak bisa berbahasa Inggris, anak-anak Korea dan Jepang yang huruf tulisannya jauh lebih rumit dan pronounciation-nya sulit dimengerti menjelajahi dunia tanpa rasa takut. Uniknya, anak-anak didik saya yang sudah punyapasport itu 99% akhirnya dapat pergi keluar negeri. Sekali lagi, jangan tanya darimana uangnya. Mereka memutar otak untuk mendapatkan tiket, menabung, mencari losmen-losmen murah, menghubungi sponsor dan mengedarkan kotak sumbangan. Tentu saja, kalau kurang sedikit ya ditomboki dosennya sendiri.
Namun harap dimaklumi, anak-anak didik saya yang wajahnya ndeso sekalipun kini dipasportnya tertera satu dua cap imigrasi luar negeri. Apakah mereka anak-anak orang kaya yang orangtuanya mampu membelikan mereka tiket? Tentu tidak. Di UI, sebagian mahasiswa kami adalah anak PNS, bahkan tidak jarang mereka anak petani dan nelayan. Tetapi mereka tak mau kalah dengan TKW yang meski tak sepandai mereka, kini sudah pandai berbahasa asing.
Anak-anak yang ditugaskan ke luar negeri secara mandiri ternyata memiliki daya inovasi dan inisiatif yang tumbuh. Rasa percaya diri mereka bangkit. Sekembalinya dari luar negeri mereka membawa segudang pengalaman, cerita, gambar dan foto yang ternyata sangat membentuk visi mereka.
Saya pikir ada baiknya para guru mulai membiasakan anak didiknya memiliki pasport. Pasport adalah tiket untuk melihat dunia, dan berawal dari pasport pulalah seorang santri dari Jawa Timur menjadi pengusaha di luar negeri. Di Italy saya bertemu Dewi Francesca, perempuan asal Bali yang memiliki kafe yang indah di Rocca di Papa. Dan karena pasport pulalah, Yohannes Surya mendapat bea siswa di Amerika Serikat. Ayo, jangan kalah dengan Gayus Tambunan atau Nazaruddin yang baru punyapasport dari uang negara.
Rhenald Kasali
Guru Besar Universitas Indonesia
:iloveindonesia

Pra-semifinalis Pemilihan Muda Sabudarta Indonesia 2015


Pencarian sosok Muda Sabudarta di Pemilihan Muda Sabudarta Indonesia 2015 akhirnya resmi dimulai. Pemuda-pemudi berbakat dari berbagai daerah berlomba untuk mendaftar sejak 9 Mei – 20 Juni dan bersiap untuk berkompetisi dalam pencarian sosok inspirator muda yang sadar budaya dan pariwisata. Merupakan wujud nyata dari #EveryoneisTourismAmbassador, program kreatif ADWINDO bersama Gramuda Sabudarta Indonesia ini mengawali kompetisi dimulai dari seleksi awal. Dimana pada tahapan ini para pendaftar diarahkan pada dua jenis seleksi yakni Seleksi On The Spot dan Seleksi Online.

Untuk Seleksi On The Spot tahun ini dibuka di dua kota yakni Malang Raya dan Surabaya, seleksi on the spot tidak hanya bisa diikuti oleh peserta yang berasal dari kota tersebut melainkan semua yang dapat mengikuti atau menghadiri seleksi on the spot dapat turut mendaftar mengikuti seleksi terbuka ini. Sedangkan seleksi online ditujukan untuk memberi kemudahan kepada mereka-mereka yang berada di luar Jawa Timur atau tidak dapat mengikuti seleksi on the spot.


Seleksi On The Spot telah rampung diselesaikan dimana untuk kawasan Malang Raya seleksi on the spot diadakan di Toetie Boutique Villa & Resort Kota Batu pada 5 Juni 2015 sedangkan untuk Surabaya dilaksanakan di BG Junction Surabaya pada 14 Juni 2015. Dalam penilaiannya seleksi on the spot membagi kedalam dua tahapan yakni pre-test dan juga communication skill test. Didalam pre-test peserta diminta mengerjakan soal-soal yang berhubungan dengan budaya, pariwisata serta pengetahuan umum sedangkan di babak communication skill test peserta diminta untuk berbicara serta bercerita seputar daerah yang diwakilinya dengan menggunakan bahasa daerah yang digunakan sehari-hari.

Adapun tamu spesial yang datang ke seleksi on the spot dan juga bertindak sebagai juri ada Saza Azizah Anindyo (Duta Wisata Indonesia 2013) dan Briansyah Dewandri Septiawan (Harapan 1 Duta Wisata Indonesia 2014). Kedua tamu spesial ini turut memberikan motivasi kepada para peserta seleksi untuk mampu menjadi pribadi yang siap dan semangat terutama dalam hal berkarya serta berkontribusi memajukan pariwisata dan melestarikan budaya nusantara. Selain tamu spesial turut hadir membantu sebagai juri on the spot diantaranya Bapak Mario Francois Laquais (PHRI Kota Batu) & Bapak Tato Octavianto (Pengamat Pageant Senior Jawa Timur).

16 Pra-semifinalis Muda Sabudarta Indonesia 2015

Inilah nama-nama 16 pra-semifinalis pemilihan Muda Sabudarta Indonesia 2015 dari audisi Malang Raya dan Surabaya.

1. Fachruddin Irfani - Kota Batu
2. Moch. Deni Malik - Kab. Kediri
3. Filipus Adimas Dwi Cahyo - Kota Batu
4. Millatul Hanifiyyah - Kota Batu
5. Wira Ardiansyah - Kab. Tulungagung
6. Yesintha Octaviani - Kab. Trenggalek
7. Xena Putri Judowati - Kota Malang
8. Marina Berlian S.D - Kab. Sidoarjo
9. Lufi Yuwana M - Kab. Pacitan
10. Nalurita Pratiwi - Kota Palembang
11. Jatmiko - Kab. Banyuwangi
12. Ficca Ayu Saraswaty - Kota Surabaya
13. Ayue Zone Pratitis - Kota Balikpapan
14. Siska Septian A - Kota Surabaya
15. Romy Irwanto - Kab. Sidoarjo
16. Elisa Nuky Desiana - Kab. Lamongan

Ke-16 pra-semifinalis ini akan kembali di screening bersama pra-semifinalis audisi online. Dimana keseluruhan semifinalis terpilih akan diumumkan pada 29 Juni 2015 di website Adwindo www.adwindo.net.

Kamu masih belum mendaftar? Atau belum melihat kota atau kabupatenmu lolos? Segera daftarkan dirimu di Pemilihan Muda Sabudarta Indonesia 2015 melalui website www.adwindo.net.

Jika merasa kesulitan mengakses website Adwindo, bisa langsung menuju link berikut untuk mendaftar.
- Untuk yang memilih daftar via online form bisa langsung menuju link https://www.cognitoforms.com/GSI5/FormulirPendaftaranMudaSabudartaIndonesia2015

- Sedang untuk kamu yang lebih memilih daftar via manual form(mengirim via email) bisa mengunduh file formulir MSI disini http://www.4shared.com/file/8-ciucRqce/FORMULIR_Nama-Lengkap_Asal-Kab.html

Pendaftaran untuk audisi online terakhir tanggal 20 Juni 2015.
Jangan Sampai Ketinggalan ya!

Semangat!
Salam Muda Sabudarta

#SemarakMSI2015 #EveryoneisTourismAmbassador #Pemilihan #mudasabudartaindonesia #AkuMudaSabudartaIndonesia #Duta #Surabaya #Malang

BELAJAR YANG KALIAN SUKA (corbuzier)

Kisah ajaib di siang suntuk saat jemput sekolah...

Azka : "pa.. Tadi lomba renang.. I get urutan ke 5!!!"
Me : "woooow I'm so proud of you.. You are amazing!!!!"
Azka : "yeaaaaaay"

Ibu2 entah arisan di belakang : "Mas Ded.. Yang tanding kan per 6 orang.. Masak anaknya urutan ke 5 malah bangga.. Anak saya aja urutan ke 3 saya bilang payah... Nanti malas mas Ded..."
Me : "Hahaha Iya yah... Wah saya soalnya waktu kecil diajari ayah ibu saya kalau tujuan renang itu Yah supaya gak tenggelam aja sih... Bukan supaya duluan sampe tembok.. Hehehe"
Ibu2 : "Ah mas Ded bisa aja... Jangan gitu mas.. Ngajar anaknya.. Bener deh nanti malas."
Me : "hahaha Azka gak malas kok mbak.. Tenang aja.. Kmrn math nya juara 3, catur nya.. Lawan saya aja saya kalah skrg.. Eh anw mbak.. Saya juga gak masalah punya anak malas.. Di hal yang dia gak bisa... Atau gak suka... Yg penting dia usaha... Daripada anak rajin tapi Stress punya ibu yang Stress juga marahi anaknya karena cuma dapat juara 3 lomba renang.... "
Ibu : "Hehehe... Mas saya jalan dulu Yah.."
Me : "gak renang aja mbak?"
Senyap....

Ya ini kejadian benar dan tidak saya ubah ubah...
Apa sih yang sebenarnya terjadi secara gamblang...
Tahukah si ibu kalau Azka luar biasa di catur nya? (penting? NO... Sama dengan Renang..)
Atau Azka juga mendalami bela diri yang cukup memukau di banding anak seusianya...
Atau.. Azka.. Atau Azka...
Banyak kelebihan Azka..
Sama dengan kalian..
Banyak kelebihan yang kalian punya.. Artinya banyak kelemahan yang kalian. Punya juga..
Tapi apabila para orang tua memaksakan kalian sempurna di semua bidang dan menerapkannya dengan paksaan maka hanya akan terjadi 2 hal :

1. Si anak Stress dan membenci hal itu..
2. Si anak sukses di hal itu dan membenci orang tuanya (Michael Jackson contohnya)

Yuk kita lihat apa yang baik di diri anak kita.. (bila anda orang tua)
Yuk kita komunikasi kan apa yang kita suka (bila kita anak tersebut)
Mengajari dengan kekerasan tidak akan menghasilkan apapun.. 

Memarahi anak karena pelajaran adalah hal yang bodoh...
Saya sampai sekarang masih bingung mengapa naik kelas tidak naik adalah hal yang menjadi momok bagi ortu (kecuali masalah finansial)
Siapa sih yang menjamin naik kelas jadi sukses kelak?
Saya... Saya 2 kali tidak naik kelas... Yes... I am. Proudly to say..
Ayah saya ambil raport.. Merah semua.. Dia tertawa.. "kamu... Belajar sulap tiap hari kan.. Sampai gak belajar yang lain.."
"iya pa"
"sulapnya jago... Belajarnya naikin Yuk.. Gak usah bagus... Yg penting 6 aja nilainya.. Ok?.. Pokoknya kalau nilai nya kamu 6.. Papa beliin alat sulap baru... Gimana?"
Wow... My target is 6.....
Not 8.. Not 9... NOT 10!!!! It's easy..... Its helping... Its good communication between me and my father.... Its a GOOD Deal... Dan Ibu saya? Mendukung hal itu.
Apa yang mereka dapat saat ini?
Anaknya yang nilainya tidak pernah lebih dr 6/7 tetap sekolah.. Kuliah... Jadi dosen Tamu .. Mengajar di beberapa kampus..
Oh.. Anaknya...
Become one thing they never imagine...
World Best Mentalist
(Merlin Award Winner : penghargaan tertinggi di seni sulap dunia) 2 kali berturut turut....
Apa Yang terjadi kalau saat itu saya dihukum... Dimarahi.. Di larang lagi bermain sulap?...

Apa? Maybe I be one of the people working on bus station... ( other Bad... Not Great)
Yuk stop Memarahi anak krn pelajaran nya... Karena ke unik an nya...
Kita cari apa yang mereka suka... Kita dukung..
U never know what it will bring them in the future... Might indeed surprise you...

Sumber: www.thecorbuzier.com/blog/belajar-yang-kalian-suka
6/9/15

Pemilihan Model Griya Jawa 2015

Terjun di dunia modelling memang bukan cita-cita yang tertulis di kertas impian saya. Ketertarikanku dengan dunia ini berawal dari pemilihan duta yang pernah saya ikuti. Awalnya, passion saya bukan catwalk, saya lebih suka menjadi seorang public speaker. Melalui pemilihan duta keterampilan berbicara saya di depan umum mulai diasah. Menjadi seorang duta memang dituntut untuk memiliki keahlian public speaking yang mumpuni karena kami harus mampu untuk mempromosikan atau melakukan sosialisasi terkait bidang kami sebagai seorang duta.

Di suatu acara, kami para duta mendapatkan sponsor baju dan baju itu harus diperagakan bak peragawati. Saya yang tidak memiliki keahlian berjalan di atas panggung merasa minder untuk memperagakan baju itu. Namun saya tidak ingin mengecewakan teman-teman dan sponsor, jadi saya belajar kilat dari rekan saya yang sudah terbiasa dengan catwalk. Setelah acara itu saya mulai berpikir untuk belajar catwalk, akhirnya saya mengambil kursus di salah satu tempat di Surabaya.

Saat mengambil kursus pun saya juga imbangi dengan mengikuti lomba, ibarat kuliah ada kuliah di kelas dan kerja praktek, kalau ini lomba adalah kerja praktek saya. Hehehe… Bermodal basic catwalk saya nekat mengikuti banyak lomba, dan hasilnya sudah bisa ditebak belum pernah menang sekalipun dalam kompetisi model. Hehehe… Kata mama, yang namanya berjuang perlu berulang-ulang gagal untuk akhirnya menang. Dan sampai saat ini pun saya terus mengasah kemampuan catwalk saya dengan mengikuti berbagai kompetisi. Di setiap kompetisi saya mengamati cara jalan, pose dan ekspresi wajah peserta lain untuk saya jadikan bahan belajar, jadi pulang dari kompetisi selalu ada bahan latihan baru. Ibarat kuliah, ilmu tidak hanya cukup didapat di dalam kelas tetapi juga harus dikembangkan melalui praktek dan pengalaman.

Sampai akhirnya 7 Juni 2015 saya mendapatkan piala pertama saya di dunia model, ya meskipun juara harapan kedua sih. Tapi ini progress baru bagi saya.

Bagi saya, kompetisi kali ini seperti passion lama bersemi kembali, karena tidak jauh dari passion awal saya yaitu bergelut dengan public speaking ala pemilihan duta. Event ini diadakan oleh Griya Jawa dengan 2 kategori yaitu kategori anak dan kategori remaja. Saya mengikuti kategori remaja dengan tema dresscode Batik Pesta. Karena passion sejati saya juga di bidang kebudayaan, saya tidak ingin kehilangan kesempatan untuk mengenakan batik khas daerah saya yaitu batik Trenggalek.

Dan tidak diduga, dewan juri menyukai gaun yang saya kenakan karena motif batik dan desain gaun yang cukup fashionable. Ketika sesi tanya jawab dewan juri menanyakan mengenai motif batik dan desain gaun batik yang saya kenakan saat itu. Karena sudah cukup menguasai materi, Alhamdulillah saya cukup berhasil menjawab pertanyaan dewan juri sekaligus mempromosikan batik khas Trenggalek. 


Rasanya ada kebanggan dan kepuasan lebih ketika kita tidak hanya sekedar berkompetisi untuk diri sendiri, tapi juga berkontribusi untuk daerah. Batik Indonesia.



Dokumentasi saat lomba :
Make up & Hijab by Me

Foto bersama Juara 1 Model Griya Jawa 2015

Foto bersama Juara III Model Griya Jawa 2015

Para Pemenang Pemilihan Model Griya Jawa 2015

Gaun Pesta Batik Trenggalek

Gaun Pesta Batik Trenggalek