Showing posts with label pemuda. Show all posts
Showing posts with label pemuda. Show all posts
7/2/21

Pengalaman di Simposium Indonesia SDGs Summit 1.0 (Part 1)

Simposium ISS 1.0

Halo pejuang pandemi! *aseekkk 

Ceileee pejuang pandemi. Karna sudah begitu sesak dengan berita-berita menyeramkan tentang covid-19, mencoba melawan arus berita-berita itu dengan hal lain. Meskipun produktifitas agak terganggu karna anjuran mengurangi mobilitas untuk mematuhi protokol kesehatan, tetapi jangan kemudian membiarkan waktu berlalu sia-sia ya teman-teman. Mari bersama-sama menjadi pemenang melawan pandemi ini. Bukan hanya menang karena patuh prokes tapi juga tetap mengisi diri dengan aktivitas positif bahkan meningkatkan keterampilan diri. Dan thanks to instagram! Karena berkat algoritma instagram yang membaca keyword apa yang tiap pengguna cari dan sukai, instagram mempertemukanku dengan event kece ini. Yaps, nama kegiatannya adalah Indonesia SDG's Summit 1.0 dengan tema Strengthening Youth’s Action for 2030 Agenda on Sustainable Development Goals.


Dalam simposium ini ada 4 tema yang akan fokus dibahas dan juga menjadi topik esai bagi peserta simposium yang ingin mengirimkan hasil pemikirannya tentang SDG's. Empat tema tersebut adalah  (3)Kehidupan Sehat dan Sejahtera, (4) Pendidikan Berkualitas, (5)Kesetaraan Gender, dan (8)Pekerjaan Layak dan Pertumbuhan Ekonomi. Mungkin di penyelenggaraan 2.0 berikutnya akan mengangkat tema SDG's yang lain. Nah kalian ada kesempatan untuk ikut simposium ISS jika memang berminat. Bisa mulai disiapkan esainya mulai sekarang.

Pengenalan Tujuan SDGs ke 3, 4, 5, dan 8 :
Tujuan 3: Kehidupan Sehat dan Sejahtera
Menurut Badan Pusat Statistik, jumlah penduduk miskin Indonesia pada tahun 2020 mencapai 10,19%. Hal ini menunjukkan bahwa tujuan kehidupan sehat dan sejahtera di Indonesia belum tercapai. Untuk mencapai target tersebut, fokus yang dibicarakan meliputi gizi masyarakat, sistem kesehatan nasional, akses kesehatan dan reproduksi, Keluarga Berencana (KB), serta sanitasi dan air bersih.

Tujuan 4: Pendidikan Berkualitas
Pendidikan di Indonesia belum memiliki kualitas yang baik. Hal ini diperkuat oleh data laporan PISA 2015 yang mengurutkan kualitas sistem pendidikan di 72 negara, Indonesia menduduki peringkat 62. Dua tahun sebelumnya yakni pada PISA 2013, Indonesia menduduki peringkat kedua dari bawah atau peringkat 71. Tujuan pendidikan pun yang akan menjadi tumpuan upaya pemerintah untuk mendorong pencapaian tujuan dan sasaran pembangunan berkelanjutan dalam era Sustainable Development Goals (SDGs) hingga 2030 guna meningkatkan indeks pembangunan manusia Indonesia perlu ditinjau kembali melalui aspek rasio siswa, pendidik, sarana dan prasarana.

Tujuan 5: Kesetaraan Gender
Kesetaraan gender di Indonesia masih terbilang rendah. Hal ini tercermin dari indeks kesetaraan gender yang dirilis Badan Program Pembangunan PBB (UNDP) Indonesia berada pada peringkat 103 dari 162 negara atau terendah ketiga se-ASEAN. Data tersebut menunjukkan bahwa perempuan masih tertinggal di belakang laki-laki. Untuk itu, diperlukan strategi yang efektif untuk memberdayakan masyarakat baik laki-laki maupun perempuan di bidang pendidikan, kesehatan, ekonomi, dan politik melalui organisasi, media, dan dunia usaha dengan bantuan seluruh pihak agar kesejahteraan masyarakat Indonesia dapat tercapai.

Tujuan 8: Pekerjaan Layak dan Pertumbuhan Ekonomi
Berdasarkan penelitian perbudakan global modern atau Global Slavery Index tahun 2014 Indonesia menempati peringkat 8 dari 167 negara tertinggi di dunia. Indonesia masih mempekerjakan masyarakat tanpa memberikan hak-haknya, termasuk ke dalam perbudakan modern. Untuk itu diperlukan strategi efektif guna menanggulangi masalah tersebut yaitu penciptaan lapangan pekerjaan, peningkatan tata kelola administrasi ketenagakerjaan, dan perlindungan sosial. Penciptaan kesempatan kerja sebagai pusat dari pembuatan kebijakan ekonomi dan rencana pembangunan, tidak hanya akan menghasilkan peluang kerja yang layak namun juga pertumbuhan yang lebih kuat, inklusif dan dapat mengurangi kemiskinan.

Dari ke-4 tema di atas, kebetulan aku memilih tema 4 yaitu Pendidikan Berkualitas sebagai topik esai. Untuk ketentuan penulisan esai adalah menggunakan font Times New Roman ukuran 12 dan spasi 1,5 . Sedangkan struktur esai meliputi judul, analisa isu, faktor penyebab dan ide inovatif serta ditulis maksimal sebanyak 3 halaman (tidak termasuk lembar referensi).

Memang syarat pengumpulan esai ini opsional (tidak wajib). Namun bagi peserta yang mengumpulkan esai pun ternyata tidak semua akan diberi kesempatan untuk mempresentasikan tulisannya pada simposium ISS tersebut (aku pun baru tahu setelah panitia mengumumkan hasil esai yang lolos seleksi). Sejujurnya aku merasa sangat kurang maksimal dalam mengerjakan esainya. Aku hanya menuntaskan selama 10 jam saja di hari terakhir pengumpulan esai karena hari-hari sebelumnya masih harus menyelesaikan pekerjaan di luar kota. Teman-teman yang ingin membaca dan mungkin memberi masukan positif, bisa cek esaiku di sini ya. Nah meski awalnya insecure banget bangetnamun surprise ketika pengumuman seleksi esai hari ini. Dari sekitar 80 esai yang dikirimkan ke simposium, hanya 39 peserta ini yang berkesempatan untuk presentasi.

Hasil Seleksi Esai ISS 1.0

Ada pelajar sekolah menengah juga. Waaa... jadi flashback, dulu waktu aku SMA masih merasa cobaan terberat hidup adalah PR matematika. Hahaha.. sama sekali nggak kepikiran untuk ikut simposium seperti ini :") inginku membayar waktu yang berlalu sia-sia tanpa pengalaman bermakna. Huhuhu.. Tapi mari lanjutkan hidup dan manfaatkan kesempatan selagi "sempat". Beruntung juga pandemi ini membuat pekerjaan tidak sepadat biasanya, sehingga punya cukup waktu untuk mengikuti kegiatan simposium seperti ini.

Oiya, acaranya masih akan berlangsung tanggal 3 dan 4 Juli 2021 besok. Untuk teman-teman yang ingin tahu informasi lainnya atau ingin ikut di ISS 2.0 bisa baca di situs sdgsummit.id atau follow akun instagram ISS di @sdgsummit.id :)

Jika rekan-rekan pembaca ada yang ingin ditanyakan namun sifatnya aku bukan sebagai panitia ya, tapi peserta jadi aku sebatas sharing pengalaman aja. Boleh DM aku di instagram @zanza_bela.

Terima kasih sudah mampir.
(Adm/Zan)

4/8/21

Cerita Sertifikasi Skema Penulisan Buku Non Fiksi


Apa yang kalian bayangkan kalau ikutan sertifikasi kepenulisan buku non-fiksi?

Oh.. sudah harus nerbitin buku banyaaak. Atau
Ooo... bekerja di penerbitan ternama. Atau
Sudah jadi penulis yang karya-karynya viraallll.

Hehehe.. itu pun juga yang ada di benak saya. Namun setelah mengikuti webinar yang diselenggarakan oleh UNITOMO Press bekerjasama dengan LSP PEP Jakarta (1/4), ada beberapa hal baru yang saya ketahui tentang sertifikasi penulis dan editor.

Ada empat pilihan skema yang bisa diikuti dalam ujian sertifikasi kompetensi BNSP ini, yaitu skema penulisan buku non-fiksi, skema penyuntingan naskah, skema penyuntingan akuisisi dan skema penyuntingan substantif.

Waktu itu saya mengikuti skema untuk penulisan buku non-fiksi karena memang tujuannya berkaitan dengan menyusun modul atau bahan ajar. Dan ternyata syarat untuk mengikuti sertifikasi ini terbagi menjadi dua jalur. Yang pertama adalah jalur pendidikan dan kedua jalur non-pendidikan.

Untuk jalur pendidikan, peserta merupakan mahasiswa minimal semester 4 dan atau lulusan dari jurusan Ilmu Budaya, Ilmu Komunikasi dam Ilmu Penerbitan. Dan untuk jalur pendidikan ini, bagi kalian yang sama sekali belum pernah menulis buku atau menghasilkan karya berupa buku, maka kalian bisa mengikuti mekanisme uji kompetensi untuk non portfolio.

Tetapi untuk kalian yang bukan berasal dari ketiga jurusan tersebut, namun sudah memiliki karya buku atau saat ini bekerja sebagai penulis atau editor di suatu perusahaan penerbitan, maka kalian bisa memilih kategori non-pendidikan dengan mekanisme asesmen portofolio (jika tulisan saya kurang tepatm mohon revisinya melalui kolom komentar).

Sedangkan untuk syarat dokumen yang harus dilengkapi adalah ijazah terakhir minimal D2, identitas KTP, pasfoto 4x6 berlatar merah, CV terbaru yang ditanda tangani, sertifikat pelatihan kompetensi di bidang penulisan buku non fiksi (jika ada), cover buku karya (jika ada), surat keterangan bekerja sebagai penulis dari lembaga penerbitan (jika ada), dan tiga buah cover karya buku ber-ISBN (jika akan mengikuti uji dengan metode portofolio). Untuk persyaratan skema yang lain bisa cek di sini.

Setelah mendaftarkan diri, peserta akan mendapatkan konfirmasi melalui email atau SMS dan mendapatkan usernam dan password untuk login di website Sistem Sertifikasi LSP (lsppenuliseditor.id). Jika ada berkas/dokumen yang belum dilengkapi, maka akan ada pemberitahuan dalam email tersebut. Setelah berkas dilengkapi dan lolos verifikasi, bagi yang mendaftar seperti saya untuk kategori pendidikan dengan jenis asesmen non portofolio maka akan muncul tampilan seperti ini :


Jika beberapa saat teman-teman sudah login ke akun dan muncul tanda merah pada poin pertanyaan tulisan dan observasi seperti tampilan di bawah ini, maka segera konfirmasi ke asesor atau panitia setempat agar dibantu untuk proses verifikasi dan Anda lekas bisa mengerjakan soal pertanyaan.


Namun, jika kalian mengikuti uji kompetensi dengan jenis asesmen portofolio, maka tampilannya akan seperti ini :



Nah kembali ke asesmen non-portofolio yang saya jalani. Waktu itu terdapat sebanyak 30 pertanyaan pilihan ganda yang harus saya kerjakan dengan durasi skeitar 25 atau 35 menit (maaf agak lupa hehe). Jenis-jenis pertanyaannya mulai dari hal mendasar seperti menentukan kalimat dengan tanda baca yang tepat, menyebutkan tiga bagian buku meliputi pembuka-isi-penyudah, tahapan pra menulis non-fiksi, imbuhan di-, contoh kalimat mubadzir, menulis memoar, tahapan menulis naskah non-fiksi, dan lain-lain yang berkaitan dengan penulisan buku non-fiksi.

Kemudian setelah selesai submit semua jawaban, dilanjutkan dengan Observasi / Praktek yang terdiri dari 3 soal dan harus dikerjakan kurang lebih sekitar 40-45 menit saja. Pertanyaan pertama, peserta diminta menuliskan dengan menggunakan Style Heading dengan tema Waspada Pandemi Kini dan Nanti, pertanyaan kedua peserta diminta membuat Prakata yang berkaitan dengan tema di pertanyaan pertama maksimal 500 kata dan pertanyaan terakhir adalah menuliskan daftar pustaka dari 5 daftar buku yang tertera di soal pertanyaan. Semua hasil pengerjaan dituliskan dalam format word dengan ketentuan font Times New Roman ukuran 12, spasi 1,5 dan margin normal.

Tahap terakhir yaitu wawancara dengan asesor. Waktu itu saya berkesempatan untuk diuji oleh asesor dari Universitas dr. Soetomo Surabaya yaitu Dr. Dian Ferriswara. Awalnya sudah berpikir yang macam-macam, karena memang saya 1x pun belum pernah menulis buku. Hanya bondo nekat, tapi memang sejak SMA saya senang menulis baik di Karya Tulis Ilmiah, menjadi bagian pewawancara dan redaksi majalah sekolah, suka blogging juga dan sampai saat ini masih gemar menulis artikel, script berita atau untuk keperluan voice over video iklan UMKM. Ternyata setelah dilalui, tidak semenyeramkan seperti yang saya kira. Beberapa pertanyaan tertulis cukup membantu saya secara teoritis menjawab pertanyaan asesor meski sebelumnya belum pernah 1x pun saya mengikuti pelatihan menulis atau workshop sejenis.

Nah, sekedar referensi untuk teman-teman yang ingin mengikuti uji kompetensi seperti saya, beberapa pertanyaan yang diajukan asesor waktu itu berkaitan dengan tahapan pra menulis buku non-fiksi, ciri utama naskah non-fiksi & fiksi, perbedaan Pra Kata dan Kata Pengantar, apa saja yang termuat dalam Pra Kata, bagian-bagian pembuka buku, perbedaan index dengan glosarium, daftar pustaka, tujuan membuat modul atau buku ajar, hal-hal yang diperhatikan dalam menentukan sumber bacaan, cara untuk mendapatkan data bacaan, penulisan berbasis momentum, dan lain-lain.

Hampir secara keseluruhan saya menjawab hanya berbekal pengalaman saya hobi menulis KTI sejak SMA, dan sisanya dari pengalaman menulis skripsi dan tesis selama kuliah. Ada yang "beruntung" cukup familiar sehingga bisa menjawab pertanyaan asesor, tapi ada juga yang saya jawabnya "ngasal" dengan struktur jawaban yang acakadut. Tapi yang membuat saya semangat adalah kata-kata Pak Dian waktu itu, "Saya hanya menilai kompeten dan tidaknya sebagai seorang penulis, kalau untuk pengetahuan atau teori itu bisa dipelajari". Dari situ, ya saya menjawab sebisa saya meski ada beberapa yang kurang tepat tapi ya tidak terlalu zonk lah ya. Masih nyrempet-nyrempet. Hehehe... Setelah kira-kira 20 menit sesi wawancara selesai, beliau juga memeriksa hasil pengerjaan soal praktik saya. Ada beberapa masukan dan evaluasi atas hasil kerja saya.

Ada satu soal yang saya kurang tepat dalam mengerjakan.
Seharusnya saya hanya diminta untuk menuliskan outline saja, tetapi saya justru menuliskannya lengkap seperti artikel. Tetapi ada hikmahnya, Pak Dian justru kaget dengan waktu sangat singkat tetapi bisa menulis sebanyak itu. Hal ini justru membuat Pak Dian semakin yakin meski saya belum pernah menulis buku, tetapi memang ada kompetensi sebagai penulis. Hehehe.. padahal salah jawab, tapi malah ada hikmahnya. Karena memang hanya dalam kurun waktu 2 jam saja, peserta diuji dimana asesor tentu tidak mengenal kita dan kita yang harus benar-benar meyakinkan bahwa kita punya kompetensi di bidang penulisan non-fiksi.

Ketika sudah selesai, asesor pun meminta saya untuk login ke akun dan mengisi beberapa umpan balik. Setelah selesai submit, muncullah hasilnya seperti ini :



Wih.. Tidak menyangka.
Memang terkadang untuk memulai hal baru, musuh terbesar justru bukan orang lain tetapi diri sendiri, asumsi pribadi begitu kejam. Kadang terlalu takut duluan, malah bikin insecure, pesimis. Eeee... ternyata tidak semenyeramkan itu.


Suasana Sertifikasi TUK Unitomo Surabaya di Hotel Ibis Style

Oiya, program sertifikasi ini merupakan kerjasama antara UNITOMO Press dengan LSP PEP Jakarta atas subsidi dari BNSP. Harga normal Rp 1,2 juta, namun karena subsidi peserta dikenai biaya Rp 350.000,- (mungkin harga bisa berbeda antara satu tempat dengan lainnya bergantung fasilitas yang diterima peserta).

Buat teman-teman, bapak/ibu yang akan mengikuti sertifikasi penulis dan editor profesional, salam semangat dan semoga sukses :)

(Admin/Zan)
7/1/20

Mentorship Siswa Foundation


Rasanya sudah tidak ingat kapan pertama kali saya mengenal istilah mentor dan mentorship. Tapi yang pasti, bukan saat sekolah menengah. Hehehe.. rasa-rasanya zaman sekolah saya terbilang 'kolot' ya. Saat itu akses informasi masih belum sebebas sekarang. Bahkan untuk mengikuti kompetisi saja, saya hanya mengandalkan mading sekolah dan informasi dari guru matpel sebagai satu-satunya sumber informasi yang aktual dan terpercaya *dih. Tahunya ya hanya lomba karya tulis, lomba MIPA, olimpiade sains, lomba tari, lomba musik, pernah dulu sesekali mendapat informasi tentang lomba fotografi memakai ponsel.

Bahkan kalau ditarik mundur lagi saat saya di jenjang menengah pertama, paling jauh ikut kegiatan non-akademis ya waktu Bahana Bintang Corps (grup drumband di SMPN 1 Trenggalek) diundang untuk tampil parade senja di Gedung Negara Grahadi, Surabaya. Saat itu dalam rangka penurunan bendera merah putih 17 Agustus (semoga tidak salah ingat). Sudah itu paling beken lah. Sebagai pelajar yang merasa tidak terlalu menonjol di bidang akademis, ya sudah pesimis kalau harus ikut olimpiade sains, matematika, dan sejenisnya. Dan saya pun tidak memiliki talenta seni apalagi olahraga. Lengkap sudah ke-kolot-an saya semasa sekolah. Tapi beruntung kegemaran saya bersosialisasi dan berorganisasi sejak SMP membuat saya tidak "sepi" pengalaman. Ya minimal pernah jadi sekretaris OSIS, pernah jadi panitia pensi, baksos, panitia MOS dan OSPEK, oiya pernah dapat gelar kakak OSIS tergalak gaiss.. Sudah lah, saya iyain saja memang saya ini galak seperti macan. Hehehe. Dan ke-kolot-an saya masih berlanjut sampai SMA. Bahkan saat kelas 1 saya tidak mengikuti organisasi apapun, kecuali ekstrakurikuler Pramuka (karna wajib). Meskipun peringkat pertama di kelas, ternyata tidak membuat girang tuh. Kerinduan saya akan hiruk pikuk organisasi akhirnya membuat saya ingin terjun ke organisasi sekolah lagi. Tidak terduga malah teman-teman mempercayakan saya sebagai kandidat calon ketua MPK (Majelis Perwakilan Kelas, semoga tidak salah ingat singkatannya *cmiiw). Namun karena alasan sejak kelas 1 saya tidak mengikuti organisasi apapun di sekolah, akhirnya meskipun hasil voting sayalah pemenang suara terbanyak, tetap saja tidak bisa menjadi ketua MPK dan saat itu saya menjadi sekretaris MPK (semoga tidak salah ingat juga hehehe). Selain itu, saat kelas 2 SMA saya bersama teman-teman "nekat" menginisiasi adanya majalah sekolah dan mendirikan TKMS (Tim Kreatif Majalah Sekolah) bernama paperMagz, terbit selama 1 semester 1x. Sampai edisi ke-3 saya ikut mengawal penerbitan majalah tersebut. 

Menginjak di kelas 3 dan menjelang kelulusan, seperti dilema pada umumnya yaitu menentukan jurusan kuliah. Hmm... karna ke-kolot-anku masih saja berlanjut hingga lulus, lagi-lagi tak banyak informasi mengenai program studi atau pun mengetahui apa yang sebenarnya aku inginkan.

"Emang nggak ada konseling?"

Ada!!!! Tapi ya begitulah. Sepertinya zaman dulu aku sangat kuper. Tidak melek teknologi untuk akses informasi, nggak ada juga yang ngarahin. Karena mungkin aku terlalu manja ya, apa-apa diarahkan. Waktu itu aku hanya menyadari bahwa aku suka berorganisasi, suka 'ngomong', suka nulis, suka wawancara orang (karena terbawa pengalaman jadi tim majalah sekolah), suka cari sponsor, dan suka jadi panitia kegiatan. Sudah. Tapi aku tidak tahu apakah kesukaanku ini bisa mengantarkanku untuk bekal memilih jurusan kuliah, apakah bisa ditekuni, dan apakah bisa menjadi pekerjaan di masa depanku nanti.

Satu-satunya cara memilih jurusan kuliah dan kampus saat itu, aku disuruh melihat passing grade dan ada/tidaknya alumni di kampus tersebut. Sudah itu saja. Istilah passion saja baru pertama kali aku kenal saat sudah menjadi mahasiswa. Telat banget ye kan? Terlebih latar pendidikan S1 ku tidak seiring dengan aktivitas yang menjadi kegemaranku, bahkan studi S2 ku bahkan juga pekerjaanku. Apa aku salah jurusan? Ah, sudah segini saja curhatnya. Nah di usia sekarang ini saya mulai merefleksi diri, mungkin karena dulu saya tidak cukup banyak mengakses informasi dan tidak ada rekan yang 'membimbing'. Jadi sejak sekolah menengah saya tidak mengenal betul apa passion saya atau apa yang bisa saya lakukan dengan kegemaran saya atau mau 'jadi apa' saya ini nanti kalau sudah dewasa.

Ingatan akan kisah di atas, muncul seketika saat membaca pengumuman kegiatan Inspireaction yang diadakan oleh organisasi non-profit bernama Siswa Foundation. Seperti terhirin-hirin, "dulu aku  kok nggak pernah dapat kegiatan beginian ya". Hehehe. Dan ternyata saat itu bersamaan dengan pembukaan pendaftaran mentorship Inspireaction. Setelah membaca latar belakang kegiatan, tujuan dan persyaratan mentor, akhirnya saya mencoba mendaftar. Hal yang paling membuat saya tertarik dari program ini adalah memberikan ruang seluas-luasnya untuk siapapun yang ingin berbagi pengalaman dan kisah perjalanan hidupnya, terutama yang berkaitan dengan proses menemukan passion dan self improvement. Karena para mentee Inspireaction merupakan orang-orang yang membutuhkan teman sekaligus pembimbing yang bisa mendengar cerita, mimpi, cita-cita mereka bahkan juga bisa membimbing bagaimana baiknya mentee ini memulai perjalanannya untuk berproses.

Saya hanya berpikir, mungkin saja mereka ini seperti saya di masa lalu. Yang tidak tahu kemana harus mencari teman bercerita, bagaimana menggali hal-hal di dalam diri saya bahkan sekedar untuk menemukan passion, sekalipun saat itu saya berhasil menemukan passion saya, saya juga tidak yakin bisa sendirian menemukan peta dan step by step untuk menuju cita-cita bersama 'passion' saya.


Waktu itu saya berpikir, "saya ingin menjadi bagian circle yang positif untuk para mentee jika memang terpilih". Ya, siapa tahu para mentee ini sudah lelah dengan lingkungan yang barangkali tidak mendukung mereka memaksimalkan potensi atau mendalami passion mereka. Atau lebih ekstrimnya, mungkin mereka sudah 'cukup' diremehkan. Sehingga mereka perlu sosok seseorang yang percaya akan potensi mereka dan mungkin memberi referensi akan jalan apa yang bisa mereka tempuh untuk berproses. Seperti apa yang disampaikan Oprah Winfrey, "A mentor is someone to allows you to see the hope inside yourself".


Tahapan pendaftaran sebenarnya tidak terlalu rumit. Cukup melengkapi berkas pendaftaran meliputi form pendaftaran, daftar riwayat terbaru (CV) dan menjawab pertanyaan uraian. Meski begitu pertanyaan uraian sepertinya menjadi bobot tertinggi yang menentukan langkah kalian berikutnya apakah lolos ke tahap interview atau tidak. Kalau diingat-ingat, saya seolah seperti curhat ketika mengisi jawaban uraian pada form pendaftaran. Pertanyaannya meliputi :


- Apa yang anda ketahui tentang mentor dan mentorship?
- Ceritakan secara singkat tentang diri anda!
- Mengapa anda mendaftar di program Inspireaction?
- Apa yang anda harapkan dari program Inspireaction?

Setelah mendaftar, pada tanggal 20 Juni 2020 saya dihubungi oleh panitia Siswa Foundation dan dinyatakan lolos seleksi berkas. Kemudian tahap selanjutnya adalah tahap interview melalui Google Meet yang dilaksanakan pada tanggal 21 Juni 2020 pukul 13.00 WIB.

Muka tegang saat wawancara. Masih sempat ya nyulik moment buat capturescreen. Hahaha.

Deg degan?

Ya pasti dong! Tapi hari itu lebih sedikit santai daripada sesi interview lainnya. Seperti merasa lebih siap, dan yang terpenting tidak ada drama gangguan teknis seperti pengalaman beberapa waktu lalu menjalani interview secara virtual. Karena lebih sedikit santai, meskipun tetap deg degan, akhirnya merasa menjawab pertanyaan pewawancara dengan lebih rileks.

Seperti biasa, wawancara dimulai dengan perkenalan diri, menceritakan pengalaman dan seputar diri sendiri. Kemudian dilanjutkan dengan pertanyaan-pertanyaan mengenai Inspireaction itu sendiri, jadi pastikan teman-teman sudah membaca dan mempelajari mengenai latar belakang program ya. Selain itu coba kalian baca-baca lagi uraian saat menjawap pertanyaan di form pendaftaran. Untuk mengingat kembali apa yang telah kalian tulis. Dan pertanyaannya mengalir, mengenai skala prioritas, membagi waktu, men-treatment para mentee, dan lain-lain.

Selesai interview, dan waktunya pasrah atas semua keputusan. 15 mentor terpilih diumumkan pada tanggal 25 Juni 2020.

Saat hari H, dapat pemberitahuan melalui Whatsapp bahwa dari 182 pendaftar se-Indonesia, saya menjadi salah satu diantara 15 mentor terpilih. Awalnya aku kira prank, karena nomor yang mengirim pemberitahuan lolos berbeda dengan nomor yang awalnya menghubungi untuk jadwal interview. Tetapi setelah ditelusuri, ternyata beneran dari Inspireaction Siswa Foundation.

Setelah diumumkan dan dipublikasikan di media sosial Siswa Foundation, seluruh mentor wajib mengikuti pembekalan yang sudah dijadwalkan oleh Siswa Foundation. Harapannya, 15 mentor yang terpilih nantinya bisa lebih optimal menjalankan perannya sebagai mentor dan bisa membantu para mentee.

Dan hari ini (1/7) adalah pembekalan hari pertama bersama Ibu Susanti Agustina. Seorang founder komunitas Biblioterapi Indonesia, dosen Ilmu Informasi dan Perpustakaan UPI Bandung, Ph.D Candidate UTM Malaysia dan seorang penulis yang sangat berpengalaman.

Seluruh mentor Inspireaction Siswa Foundation

Materinya mengenai STIFIn. Ini kali pertama saya mengenal STIFIn. Ternyata langkah untuk menemukan passion atau mengenali diri sendiri untuk menuju profesi, ada tools-nya. STIFIn merupakan sebuah pengembangan profesi yang bertujuan untuk memudahkan dapam menemukan profesi yang paling sesuai. Sekaligus memberikan arahan untuk bisa berhasil di profesi tersebut sesuai dengan bakat alami.

Dan apa yang saya yakini mengenai passion selama ini ternyata juga dibenarkan dalam STIFIn tersebut. Profesi pilihan = Talent + Passion. Sedangkan passion merupakan hasrat yang menggebu-gebu untuk melakukan sesuatu hingga all-out, jangka panjang dan tidak bisa digantikan dengan hal yang lain.

Ah, penjelasannya panjang ya kalau diketik. Hehehe... Beruntung sekali, alhamdulillah. Belajar terus, terus belajar.



Setelah ini pun masih akan berlanjut ke pembekalan kedua dan seterusnya.

Beruntung dan senang sekali bisa mengenal 14 orang hebat dan berpengalaman di bidang masing-masing, terlebih materi pembekalannya yang sangat menarik. Terima kasih Siswa Foundation.

Oiya bagi kalian yang ingin mendaftar menjadi peserta mentorhsip atau mentee, bisa cek di instagram @siswafoundation ya.

(Adm/Zan)