Showing posts with label cerita. Show all posts
Showing posts with label cerita. Show all posts
12/26/24

UJI KOMPETENSI WARTAWAN (Part 1)

Awal mula menggeluti bidang jurnalistik, dimulai saat aku duduk di bangku SMP dan berlanjut di SMA. Karena memiliki kesenangan dalam bidang tulis menulis, ku tuangkan pada mata pelajaran Bahasa Indonesia khususnya Karya Tulis Ilmiah. Dan kebetulan waktu SMA, ada salah satu tugas mata pelajaran Bahasa Indonesia yang menurutku sangat memorable. Yaitu tugas untuk mengadakan praktik talkshow dimana kami dibagi menjadi beberapa kelompok dan tiap kelompok akan dibagi perannya. Dan kelompokku menunjukku sebagai host sedangkan temanku lainnya berperan sebagai narasumber. Mulaikah kami berdiskusi tentang topik, membuat pertanyaan, menyusun jawaban narasumber, aku pun menyusun scriptku dengan kemampuan ala kadarku. Haha..

Ternyata diam-diam, guruku, bu Tatik, memperlombakan performa tiap kelompok dengan kelompok antar kelas lain. Angkatanku waktu itu itu terdiri dari 3 kelas jurusan IPA dan 4 kelas jurusan IPS. Per kelas bisa saja terdiri dari 3-4 kelompok. Setelah masa tugas selesai, seluruh kelompok sudah tampil, guruku mengumumkan host terbaik dari seluruh kelas. Dan ternyata, akulah yang dianggap memberikan performa terbaik. Dari sejak saat itu, melakukan presentasi atau berbicara di depan umum tidak lagi hanya sebuah syarat belajar mengajar di kelas, tapi bagiku udah seperti hobi dan passion. Aku mencoba mencari kesempatan entah melalui lomba, forum, pertemuan rapat organisasi atau lainnya untuk menyalurkan hobiku berbicara. Bahkan diam-diam aku mulai mencari-cari topik apa yang harus aku sampaikan di depan forum.

Menulis dan berbicara, bagiku hal yang menyenangkan. Walaupun saat itu belum mempelajari ilmu khususnya. Ya, hanya berbekal pelajaran bahasa Indonesia dan tugas sekolah, tapi lumayan untuk menumbuhkan kecintaanku terhadap dua hal ini.

Saat duduk di kelas 2 SMA, aku mengikuti sebuah kompetisi pemilihan duta wisata Kakang Mbakyu Trenggalek. Dan akhirnya membuatku memiliki banyaj teman baru yang berasal dari sekolah lain bahkan ada yang sudah mahasiswa. Saat bertemu, kami berdiskusi banyak hal termasuk salah satunya tentang majalah sekolah. Saya yang waktu itu sebagai anggota MPK, juga akhirnya baru sadar bahwa di sekolah kami belum ada majalah sekolah sebagai ruang sarana ekspresi pelajar dan ruang apresiasi. Saat pertemuan rutin OSIS-MPK, aku mulai membahas tentang majalah sekolah. Dan temanku bernawa Wahyu Fajar Bahari, dia ketua divisi publikasi OSIS menyepakati usulanku tersebut. Dan mulailah kami menyusun anggota, membagi tugas, berkonsultasi dengan guru pembina, mencari narasumber, menyusun rubrik, hingga menyusun layout majalah.

Nah disinilah bidang jurnalistikku mulai lebih diasah. Tak hanya sekedar teori, tetapi langsung praktik sembari menulis banyak artikel dan sumber wawancara kemudian dimuat di majalah sekolah yang kami beri nama paperMagz. Menjadi tantangan baru ketika bisa berburu berita, meliput acara, melakukan investigasi, berkenalan dengan orang baru dan banyak hal menyenangkan lainnya.

Berlanjut saat kuliah, ternyata dua kesenanganku ini tetap istiqomah ku lakukan. Awalnya aku kira hanya hobi sesaat, ya kan pelajar labil ya. Hehehe.. Aku kira setelah lukus SMA, aku nggak akan hobi menulis atau berbicara lagi. Ternyata salah! Aku masih konsisten melakukannya bahkan aku mendapat banyak info lomba yang mengedepankan 2 hobiku itu. Bonusnya, di setiap lomba itu, keterampilan public speakingku kian meningkat. Sampai pada akhirnya, ketika menang suatu lomba, aku ditawari salah satu TV lokal di Surabaya untuk menjadi penyiar dan ikut casting

Sampai akhirnya menjadi penyiar, reporter dan ternyata tugasku tidak hanya bersiaran di studio tetapi juga melakukan reportase dan menulis berita hasil liputan. Wah.. jadi flashback pengalaman sebagai crew majalah sekolah saat SMA.

Setelah 4 tahun sebagai insan media, akhirnya aku memutuskan untuk mengikuti UKW atau Uji Kompetensi Wartawan. Sebelum pelaksanaan ujian tatap muka, kami wajib mengikuti pembekalan dan pra asesmen secara daring. Termasuk kami diingatkan kembali mengenai Undang Undang dan Peraturan yang mengatur Pers dan Jurnalis di Indonesia oleh Bu Ninik Rahayu dari Dewan Pers. Dilanjutkan dengan materi-materi lainnya.




Baca juga lanjutan part 2 ya untuk pelaksanaan Uji Kompetensi Wartawan 2023.
9/16/24

CARA PEMULA MENCARI DAFTAR KAMPUS LN UNTUK BEASISWA

Hola hai... Lama nggak tegur sapa online yak. Bagaimana hidup? Di qodarullah era ini masih penuh semangat atau penuh sambat? *lol skip

Tulisan ini masih melanjutkan perjuangan tentang studi lanjut di bidang ilmu komunikasi. Utamanya untuk teman-teman yang sudah lulus Sarjana dan akan lanjut studi Master atau Doktor ya. Dan setelah aku ingat-ingat, ada yang terlewat. Banyak teman-teman yang baru pertama kali memulai persiapan beasiswa untuk kampus LN dan kebingungan, harus mulai darimana untuk menggali informasi kampus beserta course jurusannya. Nah ini sharing pengalaman yang aku lakukan. Memang tidak mutlak dan tidak satu-satunya cara yang benar, ini hanya referensi bagi pemula yang masih sangat asing dengan dunia pemburu beasiswa dan di fase pencarian kampus beserta jurusan. Are you ready? 

Tapi coba refleksi dulu, kalian benar-benar sudah tahu nanti mau menggeluti "bidang tertentu" kan? Soalnya memang ada fenomena, walau sudah lulus Sarjana, tapi masih bingung mau mendalami bidang jurusan apa, ada juga yang merasa 4 tahun kuliah salah jurusan. Hmm..

Jika sudah di tahap pencarian kampus, disarankan sudah tidak bingung mau ambil jurusan apa. Setidaknya di kepala sudah ada referensi "oh aku akan menggeluti bidang ilmu sosial khususnya yang berkaitan dengan komunikasi" misalnya. Tapi kalau di dalam kepala kalian masih bertanya-tanya, "aku sebenarnya mau kuliah jurusan apa ya? Aku minat di bidang apa sih?", maka sebaiknya kalian temukan dulu bidangnya. Spesifik lebih baik tapi semisal masih secara umum (general) juga tidak masalah. Intinya sudah tahu jurusan apa yang kalian ingin tuju. Terus gimana caranya menemukan jurusan impian? Sesuai passion? Walaahh panjaang bener.. tulisan di unggahan ini bukan spesifik bahas tentang how to find your passion tapi lebih spesifik tentang cara selancar kampusnya.

Tapi aku sering bikin webinar tentang cara nemuin passion di platform Maestría jadi kalian bisa daftar kalau ikut mentoring dan konsultasi.

Bidang jurusannya secara general dulu nggak apa-apa kok, nanti bidang spesifiknya bisa kita gali di kampus-kampus LN yang akan kita cari.

Misalnya :
Kalian senang data ke suatu event dan membuat recape acara itu baik dalam bentuk artikel tertulis maupun video. Semangat banget kalau kalian menceritakan lagi soal event yang baru kalian kunjungi. Kalian unggah itu di blog dan kanal youtube milik kalian. Dari sekian banyak event yang sudah dikunjungi dan ditonton, ternyata kalian merasa lebih sreg untuk acara-acara berbau fashion atau peragaan busana. Seiring berjalannya waktu, kalian ingin hasil tulisan dan video recape kalian lebih menarik untuk dibaca dan ditonton. Akhirnya kalian pun juga membaca blog atau buku tentang tips-tips menulis hasil liputan event, cara membuat konten video menarik, dst. Intinya, hal yang semula hanya hobi kesenangan bahkan iseng gabut, kemudian ada step lebih lanjut kalian perdalam ilmunya. Lama kelamaan, kalian ingin menjadikan bidang ini untuk studi lanjut di jenjang pendidikan formal yaitu perguruan tinggi. Kalian juga berpikir untuk mengambil kursus atau les tentang konten kreator atau tentang kepenulisan sembari mencari kampus impian.

Nah, dari contoh pendek ini setidaknya seseorang telah sedikit menemukan apa bidang yang ingin ditekuni kan? Kata kuncinya dia suka "meliput event" informasi tambahannya dia lebih sreg meliput tentang "acara fashion". Nggak sekedar gabut semata tapi dia akhirnya niat untuk ke jenjang serius *aszekk alias memperdalam ilmu di bidang penulisan hasil liputan, content creation, kepenulisan, dll.

Sekarang kita kaitkan dengan jurusan di kampus-kampus. Yang jelas, enggak ada judul jurusan "Sarjana Meliput Event", ini nggak ada gengs ya. Kata kunci "suka meliput event" tadi kan bahasa awam kita aja, kita harus cari istilah dalam rumpun ilmu jurusan kampus itu apa ya. Singkat cerita, dengan kekuatan Google dan TikTok, kata kunci "suka meliput event" tadi mempertemukan kalian dengan keyword "jurnalistik atau journalism". Lalu kalian cari untuk bidang jurnalisme itu, masuknya di prodi atau fakultas apa ya?

Kalau kampus di Indonesia, bisa jadi masuk dalam jurusan broadcast and multimedia atau ilmu komunikasi dengan peminatan media/jurnalistik fakultas ilmu sosial dan politik.

Informasi ini sudah bagus untuk menjadi bekal kalian menemukan jurusan impian kalian. Untuk menentukan mau di jurusan broadcast atau ilmu komunikasi, kalian perlu browsing tentang mata kuliah atau deskripsi jurusannya ya.

Gambaran contoh di atas kalau misal di kampus Indonesia, maka kalian bisa saja memilih jurusan :
Opsi 1 : Broadcast atau Jurnalistik
Opsi 2 : Ilmu Komunikasi peminatan Media (peminatan lain ada Kehumasan)

Bagaimana dengan kampus di luar negeri?

Ada 2 jenis program perkuliahan yang bisa diambil.

Pertama, taught programme : biasanya perkuliahan lebih sistematis dan terstruktur seperti program sarjana umumnya. Mahasiswa mengikuti semua kelas mata kuliah full, seminar, ada evaluasi dengan ujian tulis, presentasi proyek akhir atau tesis/disertasi. Ditempuh selama kurang lebih 1-2 tahun (master) tapi tergantung jurusan dan negara. Ini cocok untuk mahasiswa yang mengejar pengetahuan praktis sesuai dengan industri dan profesi. Contoh gelar : Master of Science (MSc), Master of Arts (MA) dan Master of Business and Administration (MBA).

Kedua, research programme : perkuliahan berfokus pada proyek penelitian mandiri dengan disupervisi oleh dosen pembimbing. Durasi pelaksanaan di program ini agak lebih lama dibanding dengan taught programme, yakni sekitar 2-4 tahun tergantung tingkat gelar dan bidang studi. Evaluasi berupa penulisan disertasi dan tesis yang menunjukkan hasil penelitian mahasiswa. Program ini diperuntukkan untuk mahasiswa yang mengejar karir di bidang akademis atau penelitian karna pendekatannya pun lebih akademis dan teoritis dengan fokus untuk pendekatan ilmu pengetahuan baru yang dipublikasikan dalam bentuk jurnal akademik. Contoh gelar : Master of Philosophy dan Doctor of Philosophy.

Kalau di Indonesia ada pilihan kelas karyawan dan reguler, ini beda ya dengan opsi yang di kampus LN. Hehehe... Lanjut!

Setelah kalian memahami bidang jurusan apa yang ingin kalian tuju, ini mempermudah untuk mencari jurusan di luar negeri. Kalian bisa langsung mencari dengan mesin pencari Google atau TikTok, ketik keyword misalnya "jurusan jurnalisme di kampus UK", lalu enter. Akan muncul halaman-halaman rekomendasi yang memuat informasi ini.

Tapi, kalau kalian benar-benar masih pemula apalagi pekerja yang nggak punya waktu melimpah untuk berputar-putar di banyak situs, kalian akan kesusahan untuk menuju kampus impian dengan cara pencarian seperti ini. Apalagi list kampus yang muncul akan snagat banyak kan? Tentu kalian ingin mencari kampus terbaik, jurusan yang pas di hati, fasilitas kampus memadai, mungkin sudah terstandarisasi bahkan masuk Top World Rank tertentu, pokoknya kampus nggak ecek ecek kan ya? Setidaknya bukan kampus bodong. 

Berdasarkan pengalaman pribadi, untuk memudahkan mengerucutkan kampus-kampus tujuan, maka gunakan keyword "Russel Group" untuk kampus impian kalian di UK.

Buat yang belum tahu, Russel Group ini didirikan sejak tahun 1994 yang merupakan kelompok universitas-universitas penelitian terkemuka di Inggris dengan total 24 anggota universitas yang fokus dengan riset dimana hasilnya berkontribusi dan memiliki peranan besar untuk pertumbuhan ekonomi di UK. Selain itu, kampus-kampus ini juga menempati peringkat atas, baik di UK maupun menurut QS World University Rankings, Times Higher Education dan Complete University Guide. 24 kampus yang termasuk Russel Group bisa kalian cek di sini.

Nah, akan lebih mudah ketika kalian sudah mengerucut untuk mencari jurusan impian di antara 24 kampus tadi kan? Tapi tidak ada salahnya juga kalian mencari di luar daftar Russel Group, kalian bisa cari di web Chevening yang memuat informasi daftar kampus partnership dengan Chevening. Selanjutnya kalian mencari departemen yang sesuai jurusan kalian.

Misalnya lanjutan contoh tadi di atas ya!
Jika kampus di Indonesia, pilihan yang mungkin disarankan antara broadcast atau ilmu komunikasi peminatan media. Tetapi jika melihat di kampus LN salah satunya di kawasan UK, kalian bisa menemukan yang sangat spesifik seperti Fashion Journalism and Content Creation (MA) di University of The Arts London, Journalism (Audio, Docs and Podcast) di University of Bristol. Kalau ingin memperdalam bidang jurnalisme dan ilmu komunikasi bisa memilih Journalism, Media dan Communication di Cardiff University atau Media, Communication and International Journalism di University of Glasgow. Untuk yang bidang serupa, tapi segmen olahraga, ada juga sport journalism di University of Brighton, dan masih banyak lainnya.

Gambaran contoh di atas kalau misal di kampus Indonesia, maka kalian bisa saja memilih jurusan :
Opsi 1 : Broadcast atau Jurnalistik
Opsi 2 : Ilmu Komunikasi peminatan Media (peminatan lain ada Kehumasan)

Kampus LN jenjang Master (S2) :
Opsi 1 : Fashion Journalism and Content Creation
Opsi 2 : Journalism, Media dan Communication
Opsi 3 : Communication Science
dst.

Ini kalau di UK istilahnya Russel Group ya, kalau negara lain gimana?
  • US / Amerika : Ivy League
  • Australia : The Group of Eight
  • Tiongkok : C9 League
  • Jepang : Imperial Universities
  • Korea Selatan : SKY Universities
Tulisan ini bukan menganjurkan satu-satunya kampus yang dipilih hanya kampus ternama saja di dalam grup di atas, bukan. Ini hanya referensi untuk step awal kalian mencari referensi kampus LN utamanya yang keterbatasan waktu untuk selancar situs. Apalagi kalau ngejar pendaftaran esai beasiswa yang deadlinenya pendek. Tentu dengan mengerucutkan daftar kampus ini akan lebih memudahkan.

Aku juga sedang mencari informasi tentang kampus-kampus LN khusus bidang ilmu komunikasi (jenjang S2/S3), yang membutuhkan list-nya bisa klik di sini ya. Semoga membantu. Tidak bersifat mutlak, tetap kalian harus cek di situs resmi yang tertera di masing-masing kolom. Semangat!

Terima kasih sudah mampir.

(Adm/Zan)

8/21/21

Cerita Sertifikasi BNSP Training of Trainer

Peserta ToT BNSP Batch 10

Masih cerita di tengah pandemi covid-19. Hobi yang muncul bersamaan dengan maraknya corona di Indonesia sejak 2020. Bisa tebak nggak kira-kira apa hobi baruku? Webinar hunter. Hahaha....

Selama pandemi ini kayak banyak webinar yang topiknya kece, up todate dan pematerinya pun nggak kaleng-kaleng. Karena lulus kuliahnya sudah sejak 2019, jadi jangan sampai ketinggalan isu-isu terkini apalagi yang berkaitan dengan topik komunikasi, public speaking, isu sosial pembangunan masyarakat, dan lain-lain. Sekali lagi thanks to covid-19, ya tapi aku juga pengen pandemi cepet pergi sih biar saldo lekas normal *oops

Selain pemuja webinar, beberapa bulan terakhir juga ngincer online workshop yang penyelenggaranya juga bergengsi. Seperti DigiTalent yang diselenggarakan oleh Kominfo. Dan beberapa skema sertifikasi profesi yang diselenggarakan oleh BNSP (Badan Nasional Sertifikasi Profesi) juga diadakan secara online selama pandemi ini. Seperti pada April lalu saya juga mengikuti sertifikasi Kepenulisan Buku Non Fiksi dan tanggal 19-21 Agustus 2021 saya mengikuti sertifikasi ToT untuk kualifikasi pelaksanaan program pelatihan tatap muka.

Di hari pertama (19/08) seluruh pertama menerima pembekalan materi dari narasumber mengenai wawasan tentang sertifikasi kompetensi, cara menentukan SKKNI, cara membuat program pelatihan, kurikulum, silabus hingga lesson/session plan. Lumayan panas sih hari pertama. Ditambah kami juga harus menyiapkan materi untuk microteaching yang akan dipraktikkan di ujian akhir. Di hari kedua (20/08) terdapat pra asesmen dan finalisasi untuk kesiapan dokumen portofolio yang sudah mulai dicicil sejak hari pertama (dokumen program pelatihan, kurikulum, silabus dan session plan) sekaligus simulasi microteaching.

Di hari ketiga (21/08) merupakan hari ujian yang menentukan kami kompeten atau belum kompeten. Pertama-tama kami menyelesaikan ujian tertulis yang memuat materi-materi di hari pertama dan kedua. Nilai minimum yang harus didapatkan peserta adalah 80. Lumayan bikin spaneng euy.


Contoh pertanyaan pilihan ganda untuk tes tulis ToT BNSP bisa dibaca di sini.

Usai tes tulis, peserta dibagi menjadi dua kelompok untuk secara bergiliran melakukan microteaching selama 20 menit dan sesi wawancara.



Meskipun sertifikasi dan ujian dilaksanakan secara online, namun tetap sesuai dengan skema kualifikasi kompetensi yang diujikan yaitu pelatihan tatap muka. Sehingga saat melaksanakan microteaching, pemaparan diatur sedemikian rupa seperti seolah-olah sedang melaksanakan pelatihan tatap muka dengan ketentuan minimal 1 peserta yang diajar dalam kelas tersebut.

Begitu seluruh tes tulis dan microteaching selesai, tahap terakhir yaitu sesi wawancara dan konfirmasi asesor terhadap dokumen portofolio peserta. Oiya tips untuk teman-teman yang ingin mengikuti sertifikasi ini, siapkan desain materi dalam power point semenarik mungkin. Karena ternyata penyajian materi dalam ppt juga menjadi salah satu indikator yang diperhatikan oleh asesor.

Akhirnya selesai, dan selamat seluruh peserta sertifikasi ToT angkatan 10 ini di LSP EPI dinyatakan kompeten. Yeay! Tapi sertifikatnya baru rilis 1 bulan lagi. Hehehe...

Semoga berkah. Semoga pandemi lekas berlalu. Aamiin..
Terima kasih sudah mampir.

(Admin/Zan)
7/9/21

Quality Control Hewan Kurban Dompet Dhuafa Jawa Timur

Bersama media partner dan influencer berkeliling DD Farm Madiun

Tidak terasa sebentar lagi Idul Adha 1442 H yang jatuh pada tanggal 20 Juli 2021 nanti. Bagaimana teman-teman, apakah sudah menyiapkan kurban terbaik kalina? Eits, bukan kurban perasaan lho ya. Hehehe...

Tahun ini senang rasanya diajak oleh DD (Dompet Dhuafa) Jawa Timur untuk menyaksikan proses quality control dan pengelolaan kandang domba yang ada di DD Farm sentra Geger, Kab. Madiun (29/06). Untuk di Jawa Timur sendiri terdapat 3 DD Farm yaitu di Malang, Situbondo dan Madiun. Aku kira ya sekedar kandang seperti tempat pengembangbiakan hewan umumnya tetapi ternyata dikelola dengan sangat detail dan profesional. Sambil berkeliling kandang, saya juga ditemani Mas Eko atau aku menjuluki beliau sebagai profesor kandang DD Farm. Hehehe...

Bersama Mas Eko berkeliling DD Farm Geger, Madiun


Domba-domba di DD Farm Madiun ini didatangkan dari berbagai wilayah diantaranya dari peternak-peternak atau pihak-pihak yang bermitra dengan DD Farm karena mereka mengusung konsep pemberdayaan masyarakat.

Situasi Kandang Loading DD Farm, Madiun


Setiap domba yang baru tiba, akan transit sejenak di kandang loading untuk diamati perilakunya. Apakah terindikasi stress karena kemungkinan ada domba yang 'kaget' dengan situasi lingkungan baru atau tidak. Jika memang pengelola mendapati ada domba yang stress atau kurang sehat maka pengelola akan seketika memberikan perawatan intensif. Setelah itu domba akan ditimbang terlebih dahulu dan dikelompokkan sesuai dengan bobotnya. Yaitu terdiri dari kelompok standar, medium dan premium dengan bobot minimal 23 kg.

Proses penimbangan domba di kandang loading

Bagi domba yang sudah diketahui mana kategori kelompoknya, maka akan ditempatkan pada kandang yang sudah diberi sekat dan kose-kode tertentu. Kode tersebut bertuliskan 1Z, 1Y, dan seterusnya guna memudahkan pengelola untuk mengawasi tiap-tiap domba yang berada di dalam kandang tersebut. Dalam satu sekat diisi sekitar 8-9 ekor domba. Dan pada masing-masing domba tersebut juga diberi kalung penanda bertuliskan angka, untuk pengecekan kesehatan dan quality control tiap domba.
Domba dimasukkan dalam kandang bersekat dengan kode tertentu

Jika sampai menjelang hari raya kurban atau Idul Adha, ada domba yang bobot dan kesehatannya tidak memenuhi standar maka hewan tersebut akan diberi perawatan intensif dan dialihkan untuk Idul Adha tahun depan. Sehingga setiap hewan kurban benar-benar dicek kualitasnya. Ya, karena ibadahnya cuma 1 kali dalam 1 tahun, jadi wajar dong kalau menyiapkan yang terbaik. Hehehe....

Oiya, ketika masuk pertama kali di kandang ini ada hal yang juga mencuri perhatianku. Sama sekali aku tidak melihat pemandangan "ramban" alias rumput hiaju-hijau yang umumnya menjadi pakan para domba. Aku pun juga menanyakan pada Mas Eko. Ternyata DD Farm memberikan pakan terbaik yaitu complete feed dengan mencampurkan pakan konsentrat yang mengandung serat, protein, karbohidrat dan mineral. Wah... pantas saja domba-domba disana gemol (gemuk ginuk ginuk) dan sehat ya.

Bersama Pak Kholid, pincab DD Jawa Timur


Bagaimana?
Mungkin tertarik untuk menunaikan kurban melalui Dompet Dhuafa Jawa Timur?
Bisa mengikuti akun instagramnta di @ddjatimorg atau website kurban.dompetdhuafajatim.org ya.

Oiya, bonus nih. Selain diajak berkeliling DD Farm, kami juga diajak ke Kampung Susu Lawu, Magetan yang merupakan salah satu desa binaan DD Jatim bekerjasama dengan pemkab Magetan. Warga disana mayoritas berprofesi sebagai peternak sapi perah dan mengolah olahan susu menjadi berbagai makanan dan minuman bergizi. Ini dia dokumentasi keseruan perjalanannya.





Bersama dengan ibu-ibu di Rumah Susu Lawu

Cek video keseruannya di sini ya :)




Terima kasih sudah mampir.
(Adm/Zan)

7/5/21

Pengalaman di Simposium Indonesia SDGs Summit 1.0 (Part 2)

Beberapa peserta ISS 1.0

H+1 usai penyelenggaraan Indonesia SDG's Summit 1.0, yeay!
Kemasan acara meski virtual tapi asik dan menambah wawasan tentang isu-isu SDG's, apalagi saat sesi simposium 1-4 dihadiri narasumber yang memang pakar di bidangnya, sehingga semakin membuka wawasan kami akan isu-isu tentang "ada apa sih di Indonesia saat ini?".

Cerita persiapanku sebelum summit, juga bisa teman-teman baca di artikel sebelumnya berjudul Pengalaman di Simposium Indonesia SDG's Summit 1.0 (Part 1).

Pada hari pertama, acara diawali dengan simposium 1 bersama Kak Dennis yang merupakan founder Sekolah Saham Indonesia. Membahas mengenai financial freedom dan dunia investasi. Meskipun bukan topik baru, tetapi senang bisa lebih deep mengetahui tentang ini. Setelah  simposium 1 dilanjutkan dengan presentasi 39 peserta yang esainya telah terpilih dari total 90-an esai yang dikirimkan kepada panitia. Tips untuk teman-teman yang mungkin akan mengikuti ISS 2.0 atau forum sejenis, sebaik-baiknya ide tertulis tetapi saat presentasi harus memperhatikan durasi. Dan sampaikan dengan metode "segitiga", yaitu mengerucut ke fokus solusi/inovasi baru ke penjelasan. Jangan segitiga terbalik, karena ketika waktunya habis, maka kalian tidak akan sempat menyampaikan apa fokus solusi dan inovasi dari esai yang telah kalian buat. Aku pun overtime, kayak nyesel gitu nggak bisa tuntas menyampaikan tetapi sangat beruntung fokus dari solusi dan inovasi esai sudah tersampaikan di awal paparan. Sehingga ketika pun kehabisan waktu, dewan juri sudah mendapatkan poin utama dari apa yang ingin aku sampaikan. Kalau ingin belajar tentang powerful presentation bisa DM ke instagram @maestria.id ya.

Oke lanjut. Setelah presentasi usai, kami mengikuti simposium 2 bersama Kak Cania Citta yang membahas mengenai gender. Kak Cania merupakan Head of Content di Geolive ID. Kemudian dilanjutkan dengan pengumuman Top-5 esai dari kesleuruhan peserta yang telah presentasi.


Top 5 Presenter ISS 1.0


Yeay! Seperti penyakit pikiran pada umumnya, ya pasti sedikit insecure tapi benar-benar nggak nyangka bisa lolos Top 5. Untuk persiapan final di hari ke-2 ISS kami berlima mendapatkan briefing dari panitia termasuk poin-poin yang akan menjadi kriteria penilaian, yaitu :

1. Relevansi dengan tema SDG's yang menjadi tema ISS 1.0
2. Originalitas
3. Koherensi antara isu dengan ide/inovasi
4. Performance presentasi dan tanya jawab (gesture, eye contact, dll)

Dan berakhirlan sesi hari pertama ISS 1.0. Di hari ke-2 pun nggak kalah seru + deg degan tentunya. Hehehe...

Acara diawali dengan simposium ke-3. Kali ini membahas topik yang lumayan trending akhir-akhir ini yaitu membahas Quarter Life Crisis bersama Kak Nago Tejena yang merupakan Clinical Psychologist Universitas Padjadjaran. Setelah itu dilanjutkan dengan sesi presentasi dari Top-5 Presenter. Mungkin ada yang akan mendaftarkan diri di ISS 2.0 dan ingin mempresentasikan esai, nah di sesi Top-5 ini ada sesi tanya jawab dari juri-juri handal. Pertanyaan yang aku dapat dari Mas Muflih Dwi Fikri (Founder Global Millenial Group) adalah siapa saja mitra untuk mewujudkan inovasiku, bagaimana teknis pelaksaan dan di akhir sesi QnA juri memberikan kesempatan 30 detik untuk memberikan closing statement. Fiuh, grogi euy. Tapi alhamdulillah sudah selesai.

Setelah itu, sembari dewan juri menentukan siapa presenter terbaik, acara dilanjutkan dengan simposium 4. Yang menurutku insightful banget karena dari sini lebih banyak hal baru yang aku ketahui tentang disabilitas. Dan ternyata pematerinya satu almamater juga di Media & Komunikasi Universitas Airlangga, hahaha.. jadi langsung klop begitu aku DM di instagram dan aku cerita juga satu almamater dengan dia. Simposium 4 diisi oleh seorang awardee beasiswa LPDP yaitu Kak Umar Syaroni. Sekarang dia masih semester 2 di Medkom UNAIR.

Jreeeng jreeeng...

Sebelum pengumuman, panitia ternyata sudah menyiapkan closing party. Ada games dan satu guest star yang menyanyikan beberapa lagu. Jadi berasa ikut konser virtual yak. Hahaha.. tapi seru, ambyar bareng-bareng peserta lainnya.

Dan saatnya pengumuman.

Peringkat 5, 4 dan 3

Peringkat 2

Peringkat 1

Nah ini daftar peringkatnya dari 5 ke 1 ya:

1. M. Audrey Hasanal - Universitas Sriwijaya (188)
2. Cycilia Ernita - Universitas Atma Jaya (199)
3. Berdit Zanzabela - Universitas Airlangga (211)
4. Rosa Diwanegara - Universitas Airlangga (212)
5. Nandasetya Kharisma - Wetrust Initiative (217)

Baru ngeh juga ternyata selisi 1 poin dengan peringkat ke-2, ada masukan dari Kak Muflih yaitu memperkuat branding. Ini masukan bagus jadi selanjutnya bisa semakin diperkuat untuk strategi branding-nya. Terima kasih semua kakak kakak panitia ISS 1.0 :)

Dan kabar gembira untuk teman-teman yang ingin mengikuti ISS 2.0, pendaftaran akan segera dibuka nih. Bisa langsung cek di website Indonesia SDG's Summit. Jika ingin bertanya mengenai kegiatan ini, bisa DM ke instagramku @zanza_bela ya.



Terima kasih sudah mampir.
(Adm/Zan)
7/3/21

Menyisihkan atau Menyisakan?

Uang yang akan kalian tabung, itu karna sudah disisihkan atau disisakan?

Bedanya apa? Kan sama sama nanti ada uang yang akan disimpan.

Kalau disisihkan, artinya sejak awal sudah ada alokasi. Misal dari 100.000, sudah diniati sejak awal "oh 40.000 untuk disimpan", sudah disisihkan. Jadi dia akan menggunakan yang separuhnya saja. Tapi lain kasus kalau tiba-tiba sakit/kena musibah, uangnya kurang dan harus menggunakan uang 40.000 tadi untuk menebus obat.

Tapi kalau "ntar lihat dulu habisku berapa, baru tak tabung". Lha kalau tiba-tiba di tengah jalan, panas dan haus t'rus ngeliat bakul es pisang ijo. Yang semula nggak pengen akhirnya pengen, padahal uangnya ngepas tinggal 10ribu sesuai harga es, ketika dia beli nah habis dong uangnya. Nggak ada sisa dan nggak jadi nabung.

Sama dengan waktu. Katanya waktu sama berharganya seperti uang. Kalau kalian menyisihkan atau menyisakan waktu?

Ketika orang yang kalian sayang atau orang yang membutuhkan bantuan kalian meminta waktu, kalian akan menyisihkan atau menyisakan?

Pilihannya tentu menyesuaikan kondisi kalian saat itu. Rasa-rasanya kalian cukup dewasa untuk mempertimbangkan mana yang sejak awal mereka berhak atas waktumu artinya memang kamu sisihkan, atau mereka yang baru menerima sisa waktumu ketika kamu sudah selesai menyelamatkan dunia.

Tapi, kalau aku pribadi akan sangat mengingat apa yang telah seseorang berikan termasuk ketika mereka memasukkanku dalam daftar penerima waktu mereka. Karna meski hanya beberapa menit mereka menyisihkan, meluangkan, bagiku mereka seperti memberi penghidupan.

Zanzabela
Juli 2021

(Adm/Zan)
7/2/21

Pengalaman di Simposium Indonesia SDGs Summit 1.0 (Part 1)

Simposium ISS 1.0

Halo pejuang pandemi! *aseekkk 

Ceileee pejuang pandemi. Karna sudah begitu sesak dengan berita-berita menyeramkan tentang covid-19, mencoba melawan arus berita-berita itu dengan hal lain. Meskipun produktifitas agak terganggu karna anjuran mengurangi mobilitas untuk mematuhi protokol kesehatan, tetapi jangan kemudian membiarkan waktu berlalu sia-sia ya teman-teman. Mari bersama-sama menjadi pemenang melawan pandemi ini. Bukan hanya menang karena patuh prokes tapi juga tetap mengisi diri dengan aktivitas positif bahkan meningkatkan keterampilan diri. Dan thanks to instagram! Karena berkat algoritma instagram yang membaca keyword apa yang tiap pengguna cari dan sukai, instagram mempertemukanku dengan event kece ini. Yaps, nama kegiatannya adalah Indonesia SDG's Summit 1.0 dengan tema Strengthening Youth’s Action for 2030 Agenda on Sustainable Development Goals.


Dalam simposium ini ada 4 tema yang akan fokus dibahas dan juga menjadi topik esai bagi peserta simposium yang ingin mengirimkan hasil pemikirannya tentang SDG's. Empat tema tersebut adalah  (3)Kehidupan Sehat dan Sejahtera, (4) Pendidikan Berkualitas, (5)Kesetaraan Gender, dan (8)Pekerjaan Layak dan Pertumbuhan Ekonomi. Mungkin di penyelenggaraan 2.0 berikutnya akan mengangkat tema SDG's yang lain. Nah kalian ada kesempatan untuk ikut simposium ISS jika memang berminat. Bisa mulai disiapkan esainya mulai sekarang.

Pengenalan Tujuan SDGs ke 3, 4, 5, dan 8 :
Tujuan 3: Kehidupan Sehat dan Sejahtera
Menurut Badan Pusat Statistik, jumlah penduduk miskin Indonesia pada tahun 2020 mencapai 10,19%. Hal ini menunjukkan bahwa tujuan kehidupan sehat dan sejahtera di Indonesia belum tercapai. Untuk mencapai target tersebut, fokus yang dibicarakan meliputi gizi masyarakat, sistem kesehatan nasional, akses kesehatan dan reproduksi, Keluarga Berencana (KB), serta sanitasi dan air bersih.

Tujuan 4: Pendidikan Berkualitas
Pendidikan di Indonesia belum memiliki kualitas yang baik. Hal ini diperkuat oleh data laporan PISA 2015 yang mengurutkan kualitas sistem pendidikan di 72 negara, Indonesia menduduki peringkat 62. Dua tahun sebelumnya yakni pada PISA 2013, Indonesia menduduki peringkat kedua dari bawah atau peringkat 71. Tujuan pendidikan pun yang akan menjadi tumpuan upaya pemerintah untuk mendorong pencapaian tujuan dan sasaran pembangunan berkelanjutan dalam era Sustainable Development Goals (SDGs) hingga 2030 guna meningkatkan indeks pembangunan manusia Indonesia perlu ditinjau kembali melalui aspek rasio siswa, pendidik, sarana dan prasarana.

Tujuan 5: Kesetaraan Gender
Kesetaraan gender di Indonesia masih terbilang rendah. Hal ini tercermin dari indeks kesetaraan gender yang dirilis Badan Program Pembangunan PBB (UNDP) Indonesia berada pada peringkat 103 dari 162 negara atau terendah ketiga se-ASEAN. Data tersebut menunjukkan bahwa perempuan masih tertinggal di belakang laki-laki. Untuk itu, diperlukan strategi yang efektif untuk memberdayakan masyarakat baik laki-laki maupun perempuan di bidang pendidikan, kesehatan, ekonomi, dan politik melalui organisasi, media, dan dunia usaha dengan bantuan seluruh pihak agar kesejahteraan masyarakat Indonesia dapat tercapai.

Tujuan 8: Pekerjaan Layak dan Pertumbuhan Ekonomi
Berdasarkan penelitian perbudakan global modern atau Global Slavery Index tahun 2014 Indonesia menempati peringkat 8 dari 167 negara tertinggi di dunia. Indonesia masih mempekerjakan masyarakat tanpa memberikan hak-haknya, termasuk ke dalam perbudakan modern. Untuk itu diperlukan strategi efektif guna menanggulangi masalah tersebut yaitu penciptaan lapangan pekerjaan, peningkatan tata kelola administrasi ketenagakerjaan, dan perlindungan sosial. Penciptaan kesempatan kerja sebagai pusat dari pembuatan kebijakan ekonomi dan rencana pembangunan, tidak hanya akan menghasilkan peluang kerja yang layak namun juga pertumbuhan yang lebih kuat, inklusif dan dapat mengurangi kemiskinan.

Dari ke-4 tema di atas, kebetulan aku memilih tema 4 yaitu Pendidikan Berkualitas sebagai topik esai. Untuk ketentuan penulisan esai adalah menggunakan font Times New Roman ukuran 12 dan spasi 1,5 . Sedangkan struktur esai meliputi judul, analisa isu, faktor penyebab dan ide inovatif serta ditulis maksimal sebanyak 3 halaman (tidak termasuk lembar referensi).

Memang syarat pengumpulan esai ini opsional (tidak wajib). Namun bagi peserta yang mengumpulkan esai pun ternyata tidak semua akan diberi kesempatan untuk mempresentasikan tulisannya pada simposium ISS tersebut (aku pun baru tahu setelah panitia mengumumkan hasil esai yang lolos seleksi). Sejujurnya aku merasa sangat kurang maksimal dalam mengerjakan esainya. Aku hanya menuntaskan selama 10 jam saja di hari terakhir pengumpulan esai karena hari-hari sebelumnya masih harus menyelesaikan pekerjaan di luar kota. Teman-teman yang ingin membaca dan mungkin memberi masukan positif, bisa cek esaiku di sini ya. Nah meski awalnya insecure banget bangetnamun surprise ketika pengumuman seleksi esai hari ini. Dari sekitar 80 esai yang dikirimkan ke simposium, hanya 39 peserta ini yang berkesempatan untuk presentasi.

Hasil Seleksi Esai ISS 1.0

Ada pelajar sekolah menengah juga. Waaa... jadi flashback, dulu waktu aku SMA masih merasa cobaan terberat hidup adalah PR matematika. Hahaha.. sama sekali nggak kepikiran untuk ikut simposium seperti ini :") inginku membayar waktu yang berlalu sia-sia tanpa pengalaman bermakna. Huhuhu.. Tapi mari lanjutkan hidup dan manfaatkan kesempatan selagi "sempat". Beruntung juga pandemi ini membuat pekerjaan tidak sepadat biasanya, sehingga punya cukup waktu untuk mengikuti kegiatan simposium seperti ini.

Oiya, acaranya masih akan berlangsung tanggal 3 dan 4 Juli 2021 besok. Untuk teman-teman yang ingin tahu informasi lainnya atau ingin ikut di ISS 2.0 bisa baca di situs sdgsummit.id atau follow akun instagram ISS di @sdgsummit.id :)

Jika rekan-rekan pembaca ada yang ingin ditanyakan namun sifatnya aku bukan sebagai panitia ya, tapi peserta jadi aku sebatas sharing pengalaman aja. Boleh DM aku di instagram @zanza_bela.

Terima kasih sudah mampir.
(Adm/Zan)

5/26/21

Hal Yang 'Terlewat' Saat Memilih Kampus


Ini semacam flashback, ketika beberapa tahun lalu diriku memilih jurusan dan kampus idaman. Bagi gadis desa sepertiku yang saat itu terbatas mendapatkan akses informasi, mading sekolah, guru BK dan kunjungan alumni-lah sumber informasi ter-valid menurutku. Sesekali aku mengakses internet, tapi biaya warnet yang pada saat itu cukup mahal untuk seumuranku, membuatku hanya menyasar informasi inti saja, tidak leluasa berselancar berjam-jam di Google. Maka ku telan saja resiko yang harus ku terima.

Apa pertimbangan kalian ketika akhirnya memilih kampus idaman? Kalau aku bertanya di tahun 2021 ini, jawabannya akan sangat keren dan bervariasi ya.

Tapi ijinkan aku untuk memaparkan beberapa alasan calon mahasiswa baru atau camaba memilih perguruan tinggi yang trend pada zamanku saat itu.

  1. Reputasi: pilih kampus ya yang favorit, ya yang bergengsi dong, keren
  2. Jurusan: mau jadi A, pengen kerja di X (mungkin ini alasan yang masih relevan ya untuk saat ini)
  3. Passing grade: ini PG-nya rendah, peluang buat aku masuk jadi pilih ini aja deh (sumpah ini fatal dan keliru banget bahkan sebagian orang mengutuk pertimbangan pada PG murni ini sangat sesat)
  4. Pacar atau gebetan: pacarku ambil di Y, jadi aku Y juga ah; atau di kampus Z ada senior mirip artis Korea (ada yang kayak begini juga?)
  5. Dipaksa orang tua: mereka maunya aku jadi A, jadi harus kuliah di A deh
Beberapa poin di atas, awalnya ku kira hanya berlaku zaman old-mind ya. Tapi beberapa tahun terakhir, aku masih menerima pesan masuk melalui instagram dari beberapa adik kelas (di Trenggalek). Dan wow, alasan-alasan di atas masih ada sampai 2021 ini. Padahal ketika sharing dengan teman-temanku (di Surabaya), yang punya anak usia sekolah dasar hingga rekan kerja yang anaknya usia mahasiswa, alasan-alasan memilih sekolah lebih new-mind. Misalnya, tersedia program internasional apa di perguruan tinggi tersebut, ada pengembangan diri apa saja untuk mahasiswanya, ketersediaan beasiswa, dan lain-lain. Tapi apapun alasan memilih kampus, pada dasarnya itu hak camaba dan orang tua/wali sih. Tapi menurutku ada satu hal penting juga yang sepertinya terlewat, nggah ngeh untuk dijadikan sebagai salah satu pertimbangan dalam memilih perguruan tinggi. Apa sih?

Sumber: Kompas (15 Maret 2019)

Dilansir dari Kompas, para lulusan sarjana diharapkan tidak hanya puas dengan ijazah tetapi juga harus mengantongi sertifikasi profesi. Meskipun ini sudah berita lama, tapi nampaknya belum banyak orang yang menjadikan sertifikasi ini sebagai prioritas.

Jika kalian memilih perguruan tinggi, coba pertimbangkan juga keberadaan LSP (Lembaga Sertifikasi Profesi). Di beberapa kampus ada yang dijadikan satu dengan departemen pengembangan karir atau yang sejenis.

Memang, apa manfaat adanya LSP atau sertifikasi profesi?
Dilansir dari LSP Institut Teknologi Sepuluh Nopember, dengan sertifikasi ini kalian akan mendapatkan lisensi dan pengakuan kompetensi atas keahlian dalam cabang ilmunya sehingga lulusan memiliki daya saing lebih di dunia kerja. Sekaligus komponen pengisi SKPI (Surat Keterangan Pendamping Ijazah).

Masih bingung?
Kita pakai contoh di perguruan tinggi UNTAG Surabaya aja deh. Misalnya, kalian adalah mahasiswa jurusan ilmu komunikasi di UNTAG Surabaya. Selain lulus dan bergelar S.Kom, kalian juga bisa mendapatkan fasilitas sertifikasi profesi untuk skema Penyiar Televisi (KOM.01/SSK/LSP/IV/2017). Jika selama kuliah tidak ada waktu & biaya untuk kursus (penyiar misalnya), manfaatkan LSP ini untuk uji kompetensi sebagai penyiar tv. Sertifikatnya bisa kalian gunakan sebagai pendamping ijazah dan portfolio jika melamar pekerjaan. Tentu kamu juga harus melatih keterampilan penunjang lain ya. Info skema sertifikasi di UNTAG Surabaya, bisa cek di https://lsp.untag-sby.ac.id.

Kita ambil contoh lain lagi ya. Disini ada calon maba prodi tata rias?
Di UNESA terdapat LSP dengan skema sertifikasi Perias Pengantin Gaun Panjang dan Perias Pengantin Solo Putri. Sertifikasi untuk tata busana dan lain-lain bisa cek di https://lsp.unesa.ac.id/.

Atau ada yang berencana mengambil jurusan Perminyakan? Jika kalian mengambil di Kampus UBHARA JAYA, di sana ada LSP dengan skema sertifikasi Ahli Fluida dan Pengeboran Migas dan Panas Bumi. Atau camaba jurusan Teknik, dan ingin jadi Ahli K3 Madya, bisa juga ikut sertifikasinya. Info selengkapnya, cek di https://lsp.ubharajaya.ac.id/.

Masih banyak kampus-kampus lain yang memiliki LSP. Keterampilan kalian bisa diuji dan jika kompeten akan mendapat lisensi dari BNSP (Badan Nasional Sertifikasi Profesi).

Apa tidak bisa jika saya mengikuti sertifikasi tapi bukan mahasiswa di LSP kampus tersebut?
Mayoritas tidak bisa. LSP kampus X maka hanya bisa diikuti oleh mahasiswa kampus X. Tapi, ada juga kampus tertentu yang menjalin kerjasama dengan BNSP untuk pengabdian masyarakat sehingga mengadakan sertifikasi profesi yang bisa diikuti oleh masyarakat umum. Jadi harus perbanyak update info. Tapi lebih beruntung jika ternyata kamu sudah berkuliah di kampus yang menyediakan skema sertifikasi sesuai prodi dan keahlianmu.

Bagaimana?
Mulai masuk pertimbanganmu dalam menentukan jurusan dan kampus idaman?

Semoga bermanfaat.


(Admin/Zan)


4/8/21

Cerita Sertifikasi Skema Penulisan Buku Non Fiksi


Apa yang kalian bayangkan kalau ikutan sertifikasi kepenulisan buku non-fiksi?

Oh.. sudah harus nerbitin buku banyaaak. Atau
Ooo... bekerja di penerbitan ternama. Atau
Sudah jadi penulis yang karya-karynya viraallll.

Hehehe.. itu pun juga yang ada di benak saya. Namun setelah mengikuti webinar yang diselenggarakan oleh UNITOMO Press bekerjasama dengan LSP PEP Jakarta (1/4), ada beberapa hal baru yang saya ketahui tentang sertifikasi penulis dan editor.

Ada empat pilihan skema yang bisa diikuti dalam ujian sertifikasi kompetensi BNSP ini, yaitu skema penulisan buku non-fiksi, skema penyuntingan naskah, skema penyuntingan akuisisi dan skema penyuntingan substantif.

Waktu itu saya mengikuti skema untuk penulisan buku non-fiksi karena memang tujuannya berkaitan dengan menyusun modul atau bahan ajar. Dan ternyata syarat untuk mengikuti sertifikasi ini terbagi menjadi dua jalur. Yang pertama adalah jalur pendidikan dan kedua jalur non-pendidikan.

Untuk jalur pendidikan, peserta merupakan mahasiswa minimal semester 4 dan atau lulusan dari jurusan Ilmu Budaya, Ilmu Komunikasi dam Ilmu Penerbitan. Dan untuk jalur pendidikan ini, bagi kalian yang sama sekali belum pernah menulis buku atau menghasilkan karya berupa buku, maka kalian bisa mengikuti mekanisme uji kompetensi untuk non portfolio.

Tetapi untuk kalian yang bukan berasal dari ketiga jurusan tersebut, namun sudah memiliki karya buku atau saat ini bekerja sebagai penulis atau editor di suatu perusahaan penerbitan, maka kalian bisa memilih kategori non-pendidikan dengan mekanisme asesmen portofolio (jika tulisan saya kurang tepatm mohon revisinya melalui kolom komentar).

Sedangkan untuk syarat dokumen yang harus dilengkapi adalah ijazah terakhir minimal D2, identitas KTP, pasfoto 4x6 berlatar merah, CV terbaru yang ditanda tangani, sertifikat pelatihan kompetensi di bidang penulisan buku non fiksi (jika ada), cover buku karya (jika ada), surat keterangan bekerja sebagai penulis dari lembaga penerbitan (jika ada), dan tiga buah cover karya buku ber-ISBN (jika akan mengikuti uji dengan metode portofolio). Untuk persyaratan skema yang lain bisa cek di sini.

Setelah mendaftarkan diri, peserta akan mendapatkan konfirmasi melalui email atau SMS dan mendapatkan usernam dan password untuk login di website Sistem Sertifikasi LSP (lsppenuliseditor.id). Jika ada berkas/dokumen yang belum dilengkapi, maka akan ada pemberitahuan dalam email tersebut. Setelah berkas dilengkapi dan lolos verifikasi, bagi yang mendaftar seperti saya untuk kategori pendidikan dengan jenis asesmen non portofolio maka akan muncul tampilan seperti ini :


Jika beberapa saat teman-teman sudah login ke akun dan muncul tanda merah pada poin pertanyaan tulisan dan observasi seperti tampilan di bawah ini, maka segera konfirmasi ke asesor atau panitia setempat agar dibantu untuk proses verifikasi dan Anda lekas bisa mengerjakan soal pertanyaan.


Namun, jika kalian mengikuti uji kompetensi dengan jenis asesmen portofolio, maka tampilannya akan seperti ini :



Nah kembali ke asesmen non-portofolio yang saya jalani. Waktu itu terdapat sebanyak 30 pertanyaan pilihan ganda yang harus saya kerjakan dengan durasi skeitar 25 atau 35 menit (maaf agak lupa hehe). Jenis-jenis pertanyaannya mulai dari hal mendasar seperti menentukan kalimat dengan tanda baca yang tepat, menyebutkan tiga bagian buku meliputi pembuka-isi-penyudah, tahapan pra menulis non-fiksi, imbuhan di-, contoh kalimat mubadzir, menulis memoar, tahapan menulis naskah non-fiksi, dan lain-lain yang berkaitan dengan penulisan buku non-fiksi.

Kemudian setelah selesai submit semua jawaban, dilanjutkan dengan Observasi / Praktek yang terdiri dari 3 soal dan harus dikerjakan kurang lebih sekitar 40-45 menit saja. Pertanyaan pertama, peserta diminta menuliskan dengan menggunakan Style Heading dengan tema Waspada Pandemi Kini dan Nanti, pertanyaan kedua peserta diminta membuat Prakata yang berkaitan dengan tema di pertanyaan pertama maksimal 500 kata dan pertanyaan terakhir adalah menuliskan daftar pustaka dari 5 daftar buku yang tertera di soal pertanyaan. Semua hasil pengerjaan dituliskan dalam format word dengan ketentuan font Times New Roman ukuran 12, spasi 1,5 dan margin normal.

Tahap terakhir yaitu wawancara dengan asesor. Waktu itu saya berkesempatan untuk diuji oleh asesor dari Universitas dr. Soetomo Surabaya yaitu Dr. Dian Ferriswara. Awalnya sudah berpikir yang macam-macam, karena memang saya 1x pun belum pernah menulis buku. Hanya bondo nekat, tapi memang sejak SMA saya senang menulis baik di Karya Tulis Ilmiah, menjadi bagian pewawancara dan redaksi majalah sekolah, suka blogging juga dan sampai saat ini masih gemar menulis artikel, script berita atau untuk keperluan voice over video iklan UMKM. Ternyata setelah dilalui, tidak semenyeramkan seperti yang saya kira. Beberapa pertanyaan tertulis cukup membantu saya secara teoritis menjawab pertanyaan asesor meski sebelumnya belum pernah 1x pun saya mengikuti pelatihan menulis atau workshop sejenis.

Nah, sekedar referensi untuk teman-teman yang ingin mengikuti uji kompetensi seperti saya, beberapa pertanyaan yang diajukan asesor waktu itu berkaitan dengan tahapan pra menulis buku non-fiksi, ciri utama naskah non-fiksi & fiksi, perbedaan Pra Kata dan Kata Pengantar, apa saja yang termuat dalam Pra Kata, bagian-bagian pembuka buku, perbedaan index dengan glosarium, daftar pustaka, tujuan membuat modul atau buku ajar, hal-hal yang diperhatikan dalam menentukan sumber bacaan, cara untuk mendapatkan data bacaan, penulisan berbasis momentum, dan lain-lain.

Hampir secara keseluruhan saya menjawab hanya berbekal pengalaman saya hobi menulis KTI sejak SMA, dan sisanya dari pengalaman menulis skripsi dan tesis selama kuliah. Ada yang "beruntung" cukup familiar sehingga bisa menjawab pertanyaan asesor, tapi ada juga yang saya jawabnya "ngasal" dengan struktur jawaban yang acakadut. Tapi yang membuat saya semangat adalah kata-kata Pak Dian waktu itu, "Saya hanya menilai kompeten dan tidaknya sebagai seorang penulis, kalau untuk pengetahuan atau teori itu bisa dipelajari". Dari situ, ya saya menjawab sebisa saya meski ada beberapa yang kurang tepat tapi ya tidak terlalu zonk lah ya. Masih nyrempet-nyrempet. Hehehe... Setelah kira-kira 20 menit sesi wawancara selesai, beliau juga memeriksa hasil pengerjaan soal praktik saya. Ada beberapa masukan dan evaluasi atas hasil kerja saya.

Ada satu soal yang saya kurang tepat dalam mengerjakan.
Seharusnya saya hanya diminta untuk menuliskan outline saja, tetapi saya justru menuliskannya lengkap seperti artikel. Tetapi ada hikmahnya, Pak Dian justru kaget dengan waktu sangat singkat tetapi bisa menulis sebanyak itu. Hal ini justru membuat Pak Dian semakin yakin meski saya belum pernah menulis buku, tetapi memang ada kompetensi sebagai penulis. Hehehe.. padahal salah jawab, tapi malah ada hikmahnya. Karena memang hanya dalam kurun waktu 2 jam saja, peserta diuji dimana asesor tentu tidak mengenal kita dan kita yang harus benar-benar meyakinkan bahwa kita punya kompetensi di bidang penulisan non-fiksi.

Ketika sudah selesai, asesor pun meminta saya untuk login ke akun dan mengisi beberapa umpan balik. Setelah selesai submit, muncullah hasilnya seperti ini :



Wih.. Tidak menyangka.
Memang terkadang untuk memulai hal baru, musuh terbesar justru bukan orang lain tetapi diri sendiri, asumsi pribadi begitu kejam. Kadang terlalu takut duluan, malah bikin insecure, pesimis. Eeee... ternyata tidak semenyeramkan itu.


Suasana Sertifikasi TUK Unitomo Surabaya di Hotel Ibis Style

Oiya, program sertifikasi ini merupakan kerjasama antara UNITOMO Press dengan LSP PEP Jakarta atas subsidi dari BNSP. Harga normal Rp 1,2 juta, namun karena subsidi peserta dikenai biaya Rp 350.000,- (mungkin harga bisa berbeda antara satu tempat dengan lainnya bergantung fasilitas yang diterima peserta).

Buat teman-teman, bapak/ibu yang akan mengikuti sertifikasi penulis dan editor profesional, salam semangat dan semoga sukses :)

(Admin/Zan)
7/22/20

Pengalaman Seleksi Kerja di Infomedia Humanika Solution (2)


Ketika saya tulis 2017 lalu tentang pengalaman seleksi kerja di Infomedia Humanika Solution, saya tidak menyangka akan dikunjungi oleh puluhan ribu pembaca. Bahkan beberapa tahun terakhir, banyak DM masuk melalui instagram saya beberapa pertanyaan dari peserta seleksi kerja ISH. Dan lagi, dalam kurun waktu kurang 1 minggu dalam minggu ini sudah ada 3 penanya yang juga peserta recruiter ISH dengan posisi CSR Telkom.

Karena beberapa pertanyaannya, cukup lumayan panjang akhirnya saya inisiatif untuk membuat tulisan ini sebagai lanjutan tulisan sebelumnya berjudul Pengalaman Seleksi Kerja ISH (1)


Ini pertanyaan yang lumayan banyak masuk ke DM, "apakah interviewnya menggunakan bahasa inggris?" atau "Apakah harus berbahasa inggris ketika interview user (tahap akhir)?"

Nah, saya akan menjawab sesuai pengalaman saya saat interview tahun 2017. Dan bisa saja di tahun 2020 atau tahun selanjutnya berbeda. Tulisan ini bisa dijadikan referensi namun tidak menjamin 100% akan sama dengan proses seleksi ISH saat ini. Biasanya setiap perusahaan/institusi memperbaiki strategi untuk recruitment kerja dari tahun ke tahun. Karena kejadiannya cukup lama, semoga saya masih bisa mengingat-ingat dengan baik.

Saat saya mengikuti seleksi interview tahap awal, saya diminta untuk memperkenalkan diri dengan bahasa inggris. Hanya itu saja. Selebihnya tanya jawab dengan staff ISH menggunakan bahasa Indonesia.

Namun pada saat interview user, salah satu pewawancara meminta saya untuk menjawab semua pertanyaan dengan bahasa inggris meskipun pewawancara bertanya dalam bahasa Indonesia. Tetapi ketika saya mencoba bertanya dengan teman-teman yang sama-sama lolos sampai tahap interview user, ada teman yang tidak menjawab pertanyaan wawancara dalam bahasa inggris. Memang tugas CSR rata-rata yang kita layani adalah pelanggan lokal sehingga lebih cenderung menggunakan bahasa Indonesia. Namun saat saya masih menjadi CSR dan ditempatkan di Plaza Telkom Manyar, Surabaya, saat itu saya pernah melayani 2 pelanggan foreigner. Satu berasal dari Thailand, kalau tidak salah mereka mengenyam pendidikan di salah satu pondok pesantren di Indonesia. Karena baru pindah dan menempati rumah kontrakan, mereka memasang internet indiHome. Lalu satu lagi seorang pekerja asing (saya agak lupa asalnya darimana). Dia bekerja di Indonesia dan tinggal di sebuah apartemen. Namun internet indiHome di apertemennya muncul LOS merah, sudah berulang kali dilaporkan namun tidak ada tindakan perbaikan. Ternyata setelah saya cek, jaringannya masih menggunakan tembaga, belum fiber optic. Namun ternyata dia sudah meminta migrasi ke fiber optic, namun ODP di kawasan apartemennya penuh. Sehingga jaringan internetnya bermasalah selama beberapa minggu. Nah, ini salah satu pentingnya menguasai bahasa asing. CSR harus siap untui melayani pelanggan bahkan foreigner sekalipun.


Pertanyaan berikutnya, banyak calon peserta interview ISH menanyakan mengenai jobdesc seorang CSR. Nah, untuk mendapatkan referensi dan informasi lebih lengkap, teman-teman juga bisa browsing di internet mengenai jobdesc seorang CSR Telkom Plaza.

Tapi alangkah lebih baik, sebelum memutuskan untuk mendaftar sebagai CSR Telkom, kalian bisa browsing informasi lengkap mengenai tugas utama seorang CSR.

Tapi berdasar pengalaman, inti peran dari seorang CSR Telkom adalah menjadi garda terdepan dalam pelayanan kepada pengguna layanan Telkom. Seperti melayani PSB (pemasangan paru internet), pencabutan layanan, balik nama, pindah jaringan telepon, ganti paket layanan, dan jika ada permasalahan dengan tagihan pelanggan maka seorang CS juga wajib membantu untuk menyelesaikan komplain pelanggan tersebut.

Pertanyaan lain yang banyak diajukan oleh teman-teman melalui DM instagram adalah seputar gaji. Nah, kebetulan karena penempatan saya di Plaza Telkom yang ada di wilayah Surabaya sehingga untuk gaji mengikuti UMR Kota Surabaya ya. Dan seingat saya masih ditambah dengan uang bensin dan makan. Bahkan masih ada tambahan ketika hari raya/lembur (masuk kerja saat libur nasional atau shift di hari raya). Semoga saya tidak salah ingat hehehe.. karena sudah beberapa tahun lalu, jika saya keliru mohon dibenarkan melalui kolom komentar ya. Bagi fresh graduate, posisi dan penghasilan dari CSR Telkom sepertinya sudah cukup lumayan. Jika teman-teman berminat untuk menjadikan pengalaman di CSR Telkom sebagai batu loncatan untuk bekerja sebagai teller atau pekerjaan yang berhubungan dengan front liner, pengalaman sebagai CSR Telkom akan sangat berharga. Terlebih menjadi CS Telkom wajib menguasai hampir puluhan aplikasi. Sehingga ketika berpindah kerja menjadi teller atau posisi serupa sudah terbiasa dengan penggunaan berbagai aplikasi. Tenang, aplikasi-aplikasi ini tentu diajarkan di masa training kok.

Sedangkan untuk jam kerja, kurang lebih 8 jam per hari. Per harinya untuk istirahat per CS selama 1 jam secara bergantian dengan satu rekan CS lainnya. Masuk setiap hari Senin-Jumat 07.00 - 16.00 WIB dan Sabtu masuk setengah hari, biasanya jam 07.00 - 12.00 WIB. Semoga saya tidak salah ingat lagi hehehe. Maklum sudah lama banget resign dari sana. Ini pengalaman saya penempatan di Plaza Telkom ya. Berbeda dengan penempatan CS di mall, maka jam operasionalnya akan mengikuti dengan jam buka-tutup mall tersebut.

Jika teman-teman ada pertanyaan, silahkan DM ke instagram @zanza_bela.

Terima kasih.
7/1/20

Mentorship Siswa Foundation


Rasanya sudah tidak ingat kapan pertama kali saya mengenal istilah mentor dan mentorship. Tapi yang pasti, bukan saat sekolah menengah. Hehehe.. rasa-rasanya zaman sekolah saya terbilang 'kolot' ya. Saat itu akses informasi masih belum sebebas sekarang. Bahkan untuk mengikuti kompetisi saja, saya hanya mengandalkan mading sekolah dan informasi dari guru matpel sebagai satu-satunya sumber informasi yang aktual dan terpercaya *dih. Tahunya ya hanya lomba karya tulis, lomba MIPA, olimpiade sains, lomba tari, lomba musik, pernah dulu sesekali mendapat informasi tentang lomba fotografi memakai ponsel.

Bahkan kalau ditarik mundur lagi saat saya di jenjang menengah pertama, paling jauh ikut kegiatan non-akademis ya waktu Bahana Bintang Corps (grup drumband di SMPN 1 Trenggalek) diundang untuk tampil parade senja di Gedung Negara Grahadi, Surabaya. Saat itu dalam rangka penurunan bendera merah putih 17 Agustus (semoga tidak salah ingat). Sudah itu paling beken lah. Sebagai pelajar yang merasa tidak terlalu menonjol di bidang akademis, ya sudah pesimis kalau harus ikut olimpiade sains, matematika, dan sejenisnya. Dan saya pun tidak memiliki talenta seni apalagi olahraga. Lengkap sudah ke-kolot-an saya semasa sekolah. Tapi beruntung kegemaran saya bersosialisasi dan berorganisasi sejak SMP membuat saya tidak "sepi" pengalaman. Ya minimal pernah jadi sekretaris OSIS, pernah jadi panitia pensi, baksos, panitia MOS dan OSPEK, oiya pernah dapat gelar kakak OSIS tergalak gaiss.. Sudah lah, saya iyain saja memang saya ini galak seperti macan. Hehehe. Dan ke-kolot-an saya masih berlanjut sampai SMA. Bahkan saat kelas 1 saya tidak mengikuti organisasi apapun, kecuali ekstrakurikuler Pramuka (karna wajib). Meskipun peringkat pertama di kelas, ternyata tidak membuat girang tuh. Kerinduan saya akan hiruk pikuk organisasi akhirnya membuat saya ingin terjun ke organisasi sekolah lagi. Tidak terduga malah teman-teman mempercayakan saya sebagai kandidat calon ketua MPK (Majelis Perwakilan Kelas, semoga tidak salah ingat singkatannya *cmiiw). Namun karena alasan sejak kelas 1 saya tidak mengikuti organisasi apapun di sekolah, akhirnya meskipun hasil voting sayalah pemenang suara terbanyak, tetap saja tidak bisa menjadi ketua MPK dan saat itu saya menjadi sekretaris MPK (semoga tidak salah ingat juga hehehe). Selain itu, saat kelas 2 SMA saya bersama teman-teman "nekat" menginisiasi adanya majalah sekolah dan mendirikan TKMS (Tim Kreatif Majalah Sekolah) bernama paperMagz, terbit selama 1 semester 1x. Sampai edisi ke-3 saya ikut mengawal penerbitan majalah tersebut. 

Menginjak di kelas 3 dan menjelang kelulusan, seperti dilema pada umumnya yaitu menentukan jurusan kuliah. Hmm... karna ke-kolot-anku masih saja berlanjut hingga lulus, lagi-lagi tak banyak informasi mengenai program studi atau pun mengetahui apa yang sebenarnya aku inginkan.

"Emang nggak ada konseling?"

Ada!!!! Tapi ya begitulah. Sepertinya zaman dulu aku sangat kuper. Tidak melek teknologi untuk akses informasi, nggak ada juga yang ngarahin. Karena mungkin aku terlalu manja ya, apa-apa diarahkan. Waktu itu aku hanya menyadari bahwa aku suka berorganisasi, suka 'ngomong', suka nulis, suka wawancara orang (karena terbawa pengalaman jadi tim majalah sekolah), suka cari sponsor, dan suka jadi panitia kegiatan. Sudah. Tapi aku tidak tahu apakah kesukaanku ini bisa mengantarkanku untuk bekal memilih jurusan kuliah, apakah bisa ditekuni, dan apakah bisa menjadi pekerjaan di masa depanku nanti.

Satu-satunya cara memilih jurusan kuliah dan kampus saat itu, aku disuruh melihat passing grade dan ada/tidaknya alumni di kampus tersebut. Sudah itu saja. Istilah passion saja baru pertama kali aku kenal saat sudah menjadi mahasiswa. Telat banget ye kan? Terlebih latar pendidikan S1 ku tidak seiring dengan aktivitas yang menjadi kegemaranku, bahkan studi S2 ku bahkan juga pekerjaanku. Apa aku salah jurusan? Ah, sudah segini saja curhatnya. Nah di usia sekarang ini saya mulai merefleksi diri, mungkin karena dulu saya tidak cukup banyak mengakses informasi dan tidak ada rekan yang 'membimbing'. Jadi sejak sekolah menengah saya tidak mengenal betul apa passion saya atau apa yang bisa saya lakukan dengan kegemaran saya atau mau 'jadi apa' saya ini nanti kalau sudah dewasa.

Ingatan akan kisah di atas, muncul seketika saat membaca pengumuman kegiatan Inspireaction yang diadakan oleh organisasi non-profit bernama Siswa Foundation. Seperti terhirin-hirin, "dulu aku  kok nggak pernah dapat kegiatan beginian ya". Hehehe. Dan ternyata saat itu bersamaan dengan pembukaan pendaftaran mentorship Inspireaction. Setelah membaca latar belakang kegiatan, tujuan dan persyaratan mentor, akhirnya saya mencoba mendaftar. Hal yang paling membuat saya tertarik dari program ini adalah memberikan ruang seluas-luasnya untuk siapapun yang ingin berbagi pengalaman dan kisah perjalanan hidupnya, terutama yang berkaitan dengan proses menemukan passion dan self improvement. Karena para mentee Inspireaction merupakan orang-orang yang membutuhkan teman sekaligus pembimbing yang bisa mendengar cerita, mimpi, cita-cita mereka bahkan juga bisa membimbing bagaimana baiknya mentee ini memulai perjalanannya untuk berproses.

Saya hanya berpikir, mungkin saja mereka ini seperti saya di masa lalu. Yang tidak tahu kemana harus mencari teman bercerita, bagaimana menggali hal-hal di dalam diri saya bahkan sekedar untuk menemukan passion, sekalipun saat itu saya berhasil menemukan passion saya, saya juga tidak yakin bisa sendirian menemukan peta dan step by step untuk menuju cita-cita bersama 'passion' saya.


Waktu itu saya berpikir, "saya ingin menjadi bagian circle yang positif untuk para mentee jika memang terpilih". Ya, siapa tahu para mentee ini sudah lelah dengan lingkungan yang barangkali tidak mendukung mereka memaksimalkan potensi atau mendalami passion mereka. Atau lebih ekstrimnya, mungkin mereka sudah 'cukup' diremehkan. Sehingga mereka perlu sosok seseorang yang percaya akan potensi mereka dan mungkin memberi referensi akan jalan apa yang bisa mereka tempuh untuk berproses. Seperti apa yang disampaikan Oprah Winfrey, "A mentor is someone to allows you to see the hope inside yourself".


Tahapan pendaftaran sebenarnya tidak terlalu rumit. Cukup melengkapi berkas pendaftaran meliputi form pendaftaran, daftar riwayat terbaru (CV) dan menjawab pertanyaan uraian. Meski begitu pertanyaan uraian sepertinya menjadi bobot tertinggi yang menentukan langkah kalian berikutnya apakah lolos ke tahap interview atau tidak. Kalau diingat-ingat, saya seolah seperti curhat ketika mengisi jawaban uraian pada form pendaftaran. Pertanyaannya meliputi :


- Apa yang anda ketahui tentang mentor dan mentorship?
- Ceritakan secara singkat tentang diri anda!
- Mengapa anda mendaftar di program Inspireaction?
- Apa yang anda harapkan dari program Inspireaction?

Setelah mendaftar, pada tanggal 20 Juni 2020 saya dihubungi oleh panitia Siswa Foundation dan dinyatakan lolos seleksi berkas. Kemudian tahap selanjutnya adalah tahap interview melalui Google Meet yang dilaksanakan pada tanggal 21 Juni 2020 pukul 13.00 WIB.

Muka tegang saat wawancara. Masih sempat ya nyulik moment buat capturescreen. Hahaha.

Deg degan?

Ya pasti dong! Tapi hari itu lebih sedikit santai daripada sesi interview lainnya. Seperti merasa lebih siap, dan yang terpenting tidak ada drama gangguan teknis seperti pengalaman beberapa waktu lalu menjalani interview secara virtual. Karena lebih sedikit santai, meskipun tetap deg degan, akhirnya merasa menjawab pertanyaan pewawancara dengan lebih rileks.

Seperti biasa, wawancara dimulai dengan perkenalan diri, menceritakan pengalaman dan seputar diri sendiri. Kemudian dilanjutkan dengan pertanyaan-pertanyaan mengenai Inspireaction itu sendiri, jadi pastikan teman-teman sudah membaca dan mempelajari mengenai latar belakang program ya. Selain itu coba kalian baca-baca lagi uraian saat menjawap pertanyaan di form pendaftaran. Untuk mengingat kembali apa yang telah kalian tulis. Dan pertanyaannya mengalir, mengenai skala prioritas, membagi waktu, men-treatment para mentee, dan lain-lain.

Selesai interview, dan waktunya pasrah atas semua keputusan. 15 mentor terpilih diumumkan pada tanggal 25 Juni 2020.

Saat hari H, dapat pemberitahuan melalui Whatsapp bahwa dari 182 pendaftar se-Indonesia, saya menjadi salah satu diantara 15 mentor terpilih. Awalnya aku kira prank, karena nomor yang mengirim pemberitahuan lolos berbeda dengan nomor yang awalnya menghubungi untuk jadwal interview. Tetapi setelah ditelusuri, ternyata beneran dari Inspireaction Siswa Foundation.

Setelah diumumkan dan dipublikasikan di media sosial Siswa Foundation, seluruh mentor wajib mengikuti pembekalan yang sudah dijadwalkan oleh Siswa Foundation. Harapannya, 15 mentor yang terpilih nantinya bisa lebih optimal menjalankan perannya sebagai mentor dan bisa membantu para mentee.

Dan hari ini (1/7) adalah pembekalan hari pertama bersama Ibu Susanti Agustina. Seorang founder komunitas Biblioterapi Indonesia, dosen Ilmu Informasi dan Perpustakaan UPI Bandung, Ph.D Candidate UTM Malaysia dan seorang penulis yang sangat berpengalaman.

Seluruh mentor Inspireaction Siswa Foundation

Materinya mengenai STIFIn. Ini kali pertama saya mengenal STIFIn. Ternyata langkah untuk menemukan passion atau mengenali diri sendiri untuk menuju profesi, ada tools-nya. STIFIn merupakan sebuah pengembangan profesi yang bertujuan untuk memudahkan dapam menemukan profesi yang paling sesuai. Sekaligus memberikan arahan untuk bisa berhasil di profesi tersebut sesuai dengan bakat alami.

Dan apa yang saya yakini mengenai passion selama ini ternyata juga dibenarkan dalam STIFIn tersebut. Profesi pilihan = Talent + Passion. Sedangkan passion merupakan hasrat yang menggebu-gebu untuk melakukan sesuatu hingga all-out, jangka panjang dan tidak bisa digantikan dengan hal yang lain.

Ah, penjelasannya panjang ya kalau diketik. Hehehe... Beruntung sekali, alhamdulillah. Belajar terus, terus belajar.



Setelah ini pun masih akan berlanjut ke pembekalan kedua dan seterusnya.

Beruntung dan senang sekali bisa mengenal 14 orang hebat dan berpengalaman di bidang masing-masing, terlebih materi pembekalannya yang sangat menarik. Terima kasih Siswa Foundation.

Oiya bagi kalian yang ingin mendaftar menjadi peserta mentorhsip atau mentee, bisa cek di instagram @siswafoundation ya.

(Adm/Zan)