10/12/18

Mudahnya Mengurus Visa Waiver

Hai traveller... halo exchanger.
Tulisan kali ini, akan bercerita tentang pengalaman penulis saat mengurus visa waiver untuk tujuan ke negeri Sakura, yaps Jepang.

Sering ya mendapat gossip dan berita simpang siur tentang pembuatan visa waiver? Saya pun juga begitu. Satu hari sebelum mengajukan visa waiver, penulis dihantui oleh beberapa cerita takhayul dari beberapa teman kalau mengurus visa waiver 'dipersulit'. Meskipun sempat was was dan pesimis, tapi penulis pun mencoba hari ini untuk mengurus visa waiver di Konjen Jepang, Surabaya.

Berbekal google maps, saya pun menuju ke kantor konjen pukul 07.00 WIB yang beralamat di Jl. Sumatera No. 93, Gubeng, Surabaya. Sesampainya disana, masih tutup euy. Kantornya buka pukul 08.15 WIB. Kerajinan yang haqiqi, hehehe. Lebih baik datang awal kan, daripada antri belakangan. Setelah menunggu kira-kira hampir 60 menit, kantor pun dibuka. Saking excitednya, difoto nih nomor antriannya. Nol nol satu, rajin benerrrrrr.


Semua jenis barang elektronik seperti kamera, handphone dan powerbank harus dititipkan ke security. Setelah itu, kalian mengisi buku tamu dan menjelaskan keperluan kalian ke konjen untuk mengajukan/mengambil visa, atau keperluan lainnya. Barulah kalian mendapatkan tanda pengenal, dan kalian menuju security check lalu diarahkan ke bagian pengurusan visa.

Begitu masuk ruangan, jangan lupa untuk langsung mengambil nomor antrian. Nanti bisa-bisa kalian nggak akan dipanggil petugas jika tidak mengambil nomor antrian. Hehehe... Begitu giliran saya dipanggil, saya mengeluarkan paspor dan form pengajuan visa waiver. Dan ternyata form saya salah.

Saya mengisi form pengajuan dengan tujuan ke Jepang lebih dari 15 hari. Sedangkan seharusnya saya mengajukan untuk kunjungan kurang dari 15 hari. Tapi tenang, petugas langsung memberikan form baru, dan selesai. Visa jenis ini akan bisa digunakan untuk beberapa kali (multiple) kunjungan ke Jepang selama 3 tahun (atau sampai batas berlaku paspor. Jika paspor berlaku kurang dari 3 tahun maka mengikuti masa berlaku terpendek). Ya, meskipun setelah tahun ini saya belum ada rencana untuk ke sana lagi, nggak apa-apa lah. Siapa tahu tahun depan dapat 'durian runtuh' dan bisa ke Jepang lagi. Hehehe.. Form pengajuan dan tata cara pendaftaran bisa di lihat di sini.

Oiya, untuk pengajuan visa waiver ke Jepang dengan durasi masa tinggal kurang dari 15 hari (seperti saya), tidak perlu melampirkan pas foto ya. Hanya form pengajuan dan e-passport saja. Dan gratis!

Setelah menunggu beberapa menit, taraaaaa, tanda terima permohonan visa sudah di tangan. Visa bisa diambil hari Senin siang sesuai jam yang tertulis dalam form. Yeayyy. Jepang, aku dataaang. Pengurusan visa selesai diproses 2 hari setelah hari pengajuan. FYI, barangkali jika teman-teman berhalangan untuk mengambil visa di hari yang ditentukan petugas tersebut (H+2), maka visa masih bisa diambil dengan tenggang waktu maksimal 7 hari kemudian setelah hari pengajuan. Atau untuk memastikan ke petugas, bisa menghubungi pihak konjen terlebih dulu di nomor (031) 5030008.

Tanda Terima Permohonan Visa

Ternyata tidak susah. Dan petugasnya menjelaskan alur pengajuan dan informasi terkait visa dengan ramah.


Untuk pengambilan visa, boleh diwakilkan. Asalkan membawa bukti tanda terima permohonan visa. Ingat, jangan sampai melebihi 7 hari dari tanggal pengajuan ya.

Semoga bermanfaat.

(Admin/Zan)
10/10/18

Relasi Fenomena 'Kue Artis' dengan Gaya Hidup


Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, oleh-oleh diartikan sebagai buah tangan atau sesuatu yang dibawa dari bepergian. Salah satu buah tangan yang dipilih selain berupa souvenir adalah makanan atau jajanan khas daerah. Namun seiring dengan perkembangan bisnis kuliner saat ini, muncul fenomena oleh-oleh kekinian. Bisnis ini diinisiasi oleh artis atau public figure. Dalam kajian kebudayaan, perilaku para pemilik usaha kue dari kalangan artis ini menawarkan konsep bisnis kue kekinian. Terlebih dengan perilaku masyarakat modern yang melakukan konsumsi tidak hanya terpaku pada pemenuhan kebutuhan fungsional saja, tetapi juga menunjukkan identitas diri dengan benda-benda yang dikonsumsi termasuk juga dalam hal ini pemilihan makanan sebagai oleh-oleh.

Pemilihan jenis oleh-oleh dulunya melihat sesuatu yang khas dari tempat atau daerah yang dikunjungi. Oleh-oleh pada taraf pemenuhan fungsional sebagai buah tangan dari tempat bepergian dirasa cukup dengan membeli di toko-toko lokal. Namun pada saat ini ada perilaku konsumen yang sengaja memilih oleh-oleh dengan alasan tertentu. Seperti alasan adanya unsur ngetren, kekinian, hits, tidak ketinggalan jaman, kesan berkelas yang kemudian merujuk pada pemenuhan kebutuhan konsumsi masyarakat modern. Pemilihan alasan tersebut sudah melebihi fungsi oleh-oleh sebagai buah tangan dari bepergian. Hal ini menegaskan kebiasaan masyarakat konsumtif yang melakukan kegiatan konsumsi tidak lagi berlandaskan kebutuhan dasar manusia. Pemilihan dan alasan kemudian merujuk pada perilaku yang berorientasi untuk menarik perhatian, menunjukkan identitas diri sehingga dapat dikatakan sebagai gaya hidup. Keinginan seseorang untuk berperilaku konsumsi dan akhirnya menentukan pilihan-pilihannya dipengaruhi oleh gaya hidup (Kasali, 1998).

Jika dikaitkan dengan teori masyarakat konsumsi yang dikemukakan oleh Jean Paul Baudrillard yaitu konsep pergeseran orientasi konsumsi masyarakat dari yang semula berbasis kebutuhan hidup (needs) menjadi gaya hidup (life style). Masyarakat modern lebih terpaku kepada konsumsi simbol dibanding nilai kegunaan. Akibatnya, orang lebih memilih produk kue ‘kekinian’ (yang ini sudah berisi unsur nilai gaya hidup) daripada membeli kue lokal atau dari bakery biasa. Pada fenomena kue selebriti sebagai oleh-oleh kekinian ini tidak terlepas dari penanaman konstruksi kesadaran masyarakat bahwa oleh-oleh kekinian adalah berupa kue dan merupakan produk bisnis yang diinisiasi oleh artis, tidak ketinggalan jaman dan sedang ngetren atau kekinian. Kehadiran beberapa bisnis kue di berbagai daerah di Indonesia yang diinisiasi oleh kalangan selebriti telah menjadi komoditas baru yang berhasil masuk dalam persaingan bisnis kuliner modern. Cara iklan dan promosi yang gencar dengan bahasa dan desain yang menarik adalah strategi untuk menarik pelanggan. Selain itu, nama besar selebriti juga menjadi komoditas pula yang turut menyumbang keberhasilan dalam strategi pemasaran dan penjualan.


Referensi :
Baudrillard, J. 1998. The Consumer Society. London: Sage Publication Ltd
Chaney, D. 1996. Lifestyles Sebuah Pengantar Komprehensif. Yogyakarta: Jalasutra
Featherstone, M. 2001. Postmodernisme & Budaya Konsumen. Yogyakarta: Pustaka Pelajar
Kasali, R. 1998. Membidik Pasar Indonesia. Jakarta: Gramedia Pustaka Umum.
Pertiwi, G. I. 2015. Perilaku Konsumtif dan Bentuk Gaya Hidup. Malang: Universitas Brawijaya
Soedjatmiko, H. 2008. Saya Berbelanja Maka Saya Ada: Ketika Konsumsi dan Desain Menjadi Gaya Hidup. Yogyakarta: Jalasutra
Suyanto, B. 2014. Sosiologi Ekonomi Kapitalisme dan Konsumsi di Era Post-Modernisme. Jakarta: Kencana Prenada Media Group

Terima kasih sudah mampir.

(Admin/Zan)