:: Penguatan
Peran Pemuda Menghadapi AEC 2015 dan Post MDGs ::
ASEAN Economic Community (AEC) merupakan
kesepakatan antara 10 negara ASEAN untuk membentuk pasar bebas di kawasan
ASEAN. Indonesia sebagai salah satu bagian dari ASEAN turut menyambut
kesepakatan tersebut. Tantangan dan momentum pasar bebas yang dimulai dari
penerapan AEC 2015 adalah peristiwa yang harus mendapat perhatian dan peran
strategis dari masyarakat khususnya pemuda. Mengapa pemuda? Secara geografis 53 persen wilayah Asean adalah wilayah
Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Dan, secara demografis, 43 persen
penduduk Asean yang mencapai 600 juta lebih, adalah penduduk Indonesia yang
mencapai 252 juta lebih. Dan komposisi penduduk Indonesia saat ini didominasi
oleh usia produktif yaitu pemuda. Dalam konteks pasar bebas ini, pemuda
memiliki peran yang penting dan strategis menyambut pasar bebas tersebut. Peran
yang dimaksud antara lain pemuda sebagai human
resource, komoditi tenaga kerja, pasar dan pelaku usaha.
Pertama, pemuda sebagai human resource dan komoditi tenaga kerja merupakan dampak dari
keuntungan demografis dimana besarnya proporsi penduduk Indonesia adalah
penduduk usia produktif. Badan Pusat Statistik (BPS) menyebutkan, jumlah pemuda
sekarang 62,6 juta atau 24,8% dari penduduk Indonesia. Pemuda sebagai sumber
daya yang produktif, energik dan memiliki etos kerja tinggi tentunya menjadi
peluang potensial bagi Indonesia memiliki SDM yang mampu bersaing di pasar
bebas Asean. Peran pemerintah dalam mengembangkan sektor kepemudaan melalui
pendidikan berguna untuk menciptakan sumber daya manusia yang tidak hanya
berkualitas secara akademis tetapi juga memenuhi kebutuhan pasar tenaga kerja
ASEAN bahkan dunia. Namun mengingat sering dikeluhkan kualitas lulusan
pendidikan tinggi yang tidak sesuai dengan kebutuhan pasar tenaga kerja
akhirnya para sarjana masih harus menelan kenyataan pahit menjadi pengangguran
intelektual setelah lulus karna kurangnya kualifikasi pasar tenaga kerja dan
tidak memiliki daya saing. Oleh karena itu
langkah yang ditempuh selain memperbaiki kualitas pendidikan formal
sebagai upaya untuk memperkuat peran pemuda sebagai human resource dan komoditi tenaga kerja yaitu peningkatan skala
kuantitas dan kualitas ekstra sekolah atau ekstra kampus (pendidikan non
formal) melalui pengkaderan, pelatihan (training)
kepemimpinan, pendampingan melalui forum diskusi, berkelanjutan dan atau
berjenjang. Selain dari hard skill, pemuda
juga harus memiliki soft skill.
Keduanya merupakan komponen yang tidak dapat dipisahkan. Namun, porsi yang
dibutuhkan antara hard skill dan soft skill akan berbeda. Soft skill sekitar 80% dan sisanya 20%
adalah hard skill. Karena kesuksesan
tidak semata-mata ditentukan oleh pengetahuan dan kemampuan teknis (hard skill), tetapi lebih oleh kemampuan
mengelola diri dan orang lain (soft skill).
Hard skill yaitu penguasaan mengenai
ilmu pengetahuan, teknologi dan keterampilan teknis yang berhubungan dengan
bidang keilmuan yang sedang dipelajari. Sedangkan soft skill merupakan keterampilan seseorang dalam berhubungan
dengan orang lain (inter-personal skill)
dan keterampilan mengatur diri sendiri (intra-personal
skill). Inter-personal skill diantaranya
adalah kemampuan dalam berkomunikasi, kemampuan kepemimpinan, kemampuan
bernegosiasi, kemampuan berpresentasi, mengatur stress pada diri sendiri,
manajemen waktu, analisa keputusan, dan lain-lain. Contoh perilaku yang
mencerminkan kemampuan soft skill adalah
kemampuan bekerja sama, kemampuan mengambil keputusan, kemampuan memecahkan
masalah, dan lain-lain. Dengan menguasai kedua skill tersebut, pemuda siap untuk bersaing dalam pasar bebas.
Karena selain memiliki kemampuan dan pengetahuan mereka juga memiliki kemampuan
inter-personal dan intra-personal.
Kedua, pemuda sebagai pasar merupakan segmen pasar yang besar dan
potensial di ASEAN. Makanan, pakaian dan life
style dari pemuda Indonesia adalah potensi pangsa pasar yang dimaksud.
Namun ada hal yang dikhawatirkan terkait dengan pangsa pasar pemuda ini, yaitu
cenderung sebagai konsumen produk asing. Kekhawatiran tersebut ada berdasarkan
beberapa indikasi. Jika kita koreksi dan merenung pada diri sendiri “Lebih suka melihat film produksi luar
negeri atau dalam negeri?”, “Lebih suka belanja di waralaba atau di pasar?”,
“Apa merk tas kita?” jawaban dari pertanyaan-pertanyaan tersebut lebih
cenderung kearah pada apa yang dijual oleh perusahaan negara lain. Tidak ada
salahnya memilih produk barang dan jasa dari luar negeri, tetapi perlu diingat
bahwa tidak selamanya yang memiliki brand
luar negeri itu lenih unggu dari produk dalam negeri. Cinta pada produk dalam negeri merupakan
proteksi kultural dari kejadian tersebut. Proteksi kultural ini harus dibarengi
dengan peningkatan kualitas barang dan jasa demi kedaulatan ekonomi nasional.
Peran aktif pemuda juga sebagai pelopor konsumen berjiwa nasionalisme.
Ketiga, pemuda
sebagai pelaku usaha. Mantan Menteri Koperasi dan UKM Syarif Hasan menyebutkan,
jumlah pengusaha Indonesia hanya 1,56 persen dari jumlah penduduk. Jumlah ini
jauh tertinggal dengan Amerika yang 12 persen, Jepang yang 10 persen, Singapura
yang 7 persen, dan seterusnya. Sementara, pengusaha muda, berdasar data
keanggotaan Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (Hipmi) hanya 25 ribu lebih saja.
Jangan sampai pemuda Indonesia disebut sebagai konsumen bukan produsen.
Jiwa-jiwa wirausaha tidak hanya perlu ditumbuhkan saja tetapi harus diterapkan
dalam kehidupan nyata. Menghadapi pasar bebas ASEAN, pemuda perlu mengembangkan
diri dan berani membuka suatu usaha. Usaha yang dibuka tidak hanya usaha untuk
menghasilkan suatu produk barang dan jasa, tetapi usaha yang mampu bersaing
dengan negara lain. Bagaimana caranya? Usaha yang dikembangkan pun bukan
sekedar usaha biasa, tetapi juga harus usaha tersebut harus kreatif, inovatif,
memiliki ciri khas sehingga menarik perhatian negara lain dan menghasilkan produk
dengan kualitas unggul. Selain itu, pemuda juga bisa mengembangkan potensi
Indonesia yaitu kekayaan alam dan budayanya. Seperti contoh dibangunnya desa
wisata. Pemuda dengan bantuan masyarakat setempat mengolah kawasan desa menjadi
objek wisata baru dan dapat menggerakkan perekonomian masyarakat desa seperti
menjual makanan khas, hasil kerajinan, pameran kebudayaan setempat, dan
lain-lain. Hal ini merupakan contoh kecil dimana pemuda dituntut memiliki
keberanian membuka usaha yang kreatif sebagai wujud penguatan peran pemuda
sebagai pengusaha dalam era AEC 2015 sehingga mereka siap bersaing dan tidak
hanya menjadi negara konsumer.
Menghadapi ASEAN Economic Community,
pemuda harus mengembangkan potensi diri. Selain contoh di atas, kemampuan dasar
yang harus dikembangkan pemuda dan menjadi ujung tombak dalam pasar bebas ASEAN
adalah penguasaan bahasa asing, terlebih bahasa inggris yang menjadi bahasa
internasional. Kenapa perlu penguasaan bahasa asing? Karena pada pasar bebas
tersebut dimana para pelaku ekonomi terdiri dari negara-negara Asia Tenggara
yang akan saling berkomunikasi, bersinergi, melakukan suatu transaksi, tenaga
kerja Indonesia ke negara lain dan sebaliknya atau kegiatan kegiatan kerjasama
lainnya, mereka membutuhkan bahasa pengantar yang dapat dimengerti dan digunakan secara global, di sinilah peran
bahasa internasional yang digunakan untuk menjadi bahasa pemersatu antar
negara. Dengan menguasai bahasa asing yang baik, mereka akan mampu
berkomunikasi dengan warga negara lain sehingga antar negara yang bekerja sama
dapat menjalankan bisnisnya dengan lancar.
Upaya-upaya di atas merupakan strategi yang
digunakan agar pemuda berperan optimal dalam AEC dan tujuan stabilitas
perekonomian di kawasan ASEAN dapat terwujud sehingga diharapkan mampu mengatasi
masalah-masalah dibidang ekonomi. Hal ini juga termasuk dalam Millenium
Development Goals (MDGs) atau Tujuan Pembangunan Millenium yang ingin dicapai
Indonesia dan negara-negara berkembang lainnya.
Deklarasi MDGs adalah paradigma pembangunan global
yang dideklarasikan KTT Milenium oleh 189 negara anggota PBB di New York pada
September 2000. Semua negara yang hadir dalam pertemuan tersebut berkomitmen
untuk mengintegrasikan MDGs sebagai bagian dari program pembangunan nasional
dalam upaya mengatasi masalah yang berkaitan tentang kemanusiaan, perdamaian,
keamanan dan pembangunan. Arah pembangunan global yang dirumuskan MDGs ada
beberapa tujuan yaitu :
Guna mendukung tujuan AEC dan MDGs, perlu adanya
sinergi dari seluruh elemen masyarakat. Sebagai pemuda intelektual (mahasiswa),
ada beberapa kegiatan yang dapat dilakukan sebagai langkah yang dapat
menyongsong tujuan-tujuan tersebut. Misalnya mengikuti PKM Dikti yang terdiri
dari PKM Kewirausahaan dimana melatih mahasiswa untuk berwirausaha dengan jenis
usaha yang kreatif, PKM Pegabdian Masyarakat dimana mahasiswa dapat membuat
suatu proyek yang berguna untuk membantu masyarakat di wilayah tertentu,
mengikuti forum kepemudaan seperti Indonesian Youth Forum, mengadakan kegiatan
bakti sosial, mengadakan festival hijau dan kegiatan lain yang sesuai dengan
hal-hal di atas. Meskipun dimulai dari hal kecil tetapi jika dilakukan secara
intensif, berkelanjutan dan dilakukan oleh hampir seluruh pemuda Indonesia maka
dampaknya akan besar. Bukan tidak mungkin bahwa Indonesia dapat mencapai tujuan
pembangunan milenium.
Referensi :
1. Pemuda Sebagai Tokoh Sentral
2. Menguatkan Karakter Nasionalisme Pemuda
3. MEA 2015, Pemuda dimana?
4. Peran Pemuda Indonesia dalam AEC 2015
5. Delapan Tujuan MDGs
#Lassvera