1/1/20

Pakem Kakang Mbakyu Trenggalek


Pakem Duta Wisata Kakang Mbakyu Trenggalek "Bledhak Sumarak"

KONSEP DASAR dan FILOSOFI
Konsep dasar design baju pakem Paguyuban Kakang Mbakyu Trenggalek terdiri dari:

1. Pakem Kakang (Terlampir)
a. Blangkon
b. Kuku Macan
c. Sorjan
d. Centhing
e. Panyingset
f. Keris
g. Jarik wiru
h. Slop

2. Pakem Mbakyu (Terlampir)
a. Konde
b. Mawar
c. Anting
d. Rias Wajah
e. Kebaya
f. Slendang
g. Bros
h. Cincin
i. Centhing
j. Jarik wiru
k. Heels
l. Hijab

3. Filosofi

a. Blangkon
Blangkon yang digunakan adalah gagrag Ngayogyakarta Hadiningrat dengan bendhol serta ujung ikatan blangkon berbentuk runcing kesamping sebagai simbol keseimbangan. Dapat disebut Blangkon Jebeh Senopaten. Jenis kain bebas, hanya saja motif yang digunakan adalah bledhak.

b. Sorjan
Baju Kakang yang semula beskap berubah menjadi sorjan motif udan liris berbahan tenun asli Trenggalek . Sedang pada bagian kerah baju, diberi dua kacing emas tambahan berukuran kecil sebagai bentuk ketegasan seorang Kakang.

c. Keris
Keris sebagai pusaka Kerajaan Mataram juga turut menjadi simbol adat Kabupaten Trenggalek. Berdasarkan sejarah, Kabupaten Trenggalek pernah terpecah menjadi dua wilayah yang masuk kedalam pemerintahan Keraton Surakarta dan Ngayogyakarta. Berdasarkan diskusi Paguyuban Kakang Mbakyu Trenggalek serta prosesi dan penggunaan adat pada Hari Jadi Kabupaten Trenggalek ke 825 yang menggunakan gagrag Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat, sehingga pada pemilihan keris-pun, Paguyuban Kakang Mbakyu Trenggalek menyepakati penggunakan gagrag Ngayogyakarta Hadiningrat. Sengkelit (menyelipkan keris pada Centhing) yang dipilih adalah nyothe ngajeng yaitu menyelipkan keris pada centhing menempel dibagian perut sebelah kiri, menggambarkan kesiapan kesatria pariwisata yang siap ditugaskan untuk mempromosikan pariwisata, melawan hoax dan menjadi simbol pemuda Kabupaten Trenggalek. namun ketika berhadapan dengan bupati atau pengarsa lain, maka keris dipindahkan ke belakang

d. Kuku Macan
Dari berbagai macam pilihan hiasan baju adat, Paguyuban Kakang Mbakyu Trenggalek memilih kuku macan. Hal ini tidak semata karena memang mudahnya mendapatkanya namun, kuku macan mencerminan kewibawaan dan ketangkasan sebagimana macan (harimau).

e. Centhing
Centhing adalah sarana pengikat jarik dengan perut. Warna merah menandakan kematangan bersikap bagi kakang dan cepat mengambil keputusan.

f. Panyingset
Panyingset (ikat pinggang) hanya digunakan oleh kakang. Mbakyu tidak mengenakanya, karena panyingset memiliki gambaran ketegasan pemimpin / pengayom sebagai laki-laki sedangkan Mbakyu lebih pada kelembutan dan keindahan cerminan pendamping laki-laki. Warna dasar hitam dengan kebebasan penggunaan warna tambahan. Menggambarkan sarana mempererat centhing dengan penggunanya.

g. Konde
Konde dijadikan media hiasan kepala oleh wanita dari berbagai macam adat di Indonesia. Pada adat Jawa, khususnya Trenggalek terdapat berbagai macam model dan jenis konde. Namun, Paguyuban Kakang Mbakyu Trenggalek telah menyepakati untuk memilih gagrag Ngayogyakarta Hadiningrat sebagai acuan.
h. Hijab
Hijab menjadi pilihan kedua ketika Mbakyu tidak mengenakan Konde. Pemakaian hijab diawali dengan menggunakan kerudung ninja berwarna hitam, kemudian kerudung kedua menggunakan warna putih tulang. (gambar terlampir)

i. Mawar
Pada setiap penggunaan baju pakem, Mbakyu Trenggalek sejak dulu selalu menggunakan hiasan bunga mawar dibelakang telinga. Selain menambah keindahan, juga sebagai simbol kewibawaan sebagai Gadis Jawa. Untuk jenis mawar yang digunakan adalah mawar merah, yang berada di belakang kedua telinga. Paguyuban Kakang Mbakyu Trenggalek merencanakan untuk selalu menggunakan mawar asli (bunga hidup). Namun tidak menutup kemungkinan jika saat bertugas Mbakyu kesulitan mendapatkan bunga hidup, maka bisa diganti dengan bunga palsu yang menyerupai mawar asli.

j. Anting
Anting hanya digunakan oleh mbakyu yang tidak berhijab, jenis anting yang digunakan adalah ceplik (anting tidak menggantung tapi menancap di telinga). Sebagai penambah keanggunan gadis Jawa.

k. Rias Wajah
Riasan wajah pada mbakyu disesuaikan dengan kebutuhan. Penggunaan make up yang berlebihan, tidak diperkenankan. Pada Kakang, saat menggunakan baju pakem Kakang Mbakyu Trenggalek, tidak diperkenankan memanjangkan kumis dan jambang. Penggunaan make up yang berlebihan pada Kakang juga tidak diperkenankan.

l. Kebaya
Kebaya yang digunakan berwarna putih tulang, menyelaraskan jarik bledhak, dan tidak menggunakan kutu baru, karena kutu baru hanya digunakan oleh wanita Jawa yang sudah menikah. Sedangkan Mbakyu yang sudah menikah namun tetap aktif di Paguyuban ketika menggunakan kebaya, diharuskan memakai kebaya dengan kutu baru.

m. Selendang
Sebagai tambahan hiasan pada baju pakem Mbakyu, digunakan pula selendang dengan warna dan motif yang sama dengan jarik. Penggunaanya disampirkan di bahu sebelah kanan dari depan kebelakang menjuntai menuju tangan kiri bagian dalam dan berakhir di bagian luar pergelangan tangan kiri. Pemakaian selendang pada jaman dahulu adalah untuk menggendong dan menimang anak, sehingga bagi Mbakyu Trenggalek mempunyai makna filosofis bahwa wanita haruslah ingat bahwa ia akan menjadi ibu sehingga harus siap mendidik putra putrinya suatu saat nati. Sehingga sang anak bisa patuh terhadap orangtua dan menjadi manusia Jawa yang njawani.

n. Bros
Tidak ada pakem khusus dalam penggunaan bros, karena digunakan sebagai asesoris penambah keindahan bagi mbakyu.

o. Cincin
Sebagaimana bros dan anting, jenis bahan dan model cincin tidak dibatasi. hanya saja ketiganya wajib digunakan Mbakyu saat bertugas.

p. Jarik wiru
Jarik merupakan pakaian penutup tubuh bagian bawah yang dikenakan oleh masyarakat Jawa pada jaman kerajaan. Cara Pemakaianya menggunakan gagrag Surakarta yakni jarik diwiru (dilipat kecil pada sisi kanan) dengan jumlah ganjil. Pada Kakang dilipat selebar 3 jari, sedangkan Mbakyu dilipat selebar 2 jari dengan timpalan (kain batas luar jarik) disembunyikan. Bagi Kakang, pemakaian jarik yang sudah diwiru dimulai dari kiri ke kanan dan wiru berakhir di tengah, sejajar dengan pusar. Sedang bagi Mbakyu berlaku kebalikannya. Hal ini menggambarkan bahwa Kakang dan Mbakyu merupakan gambaran hal yang bertolak belakang namun saling melengkapi. Setelah pemakaian jarik selesai, dilanjutkan dengan mengencangkanya dengan rafia, kemudian ditutup dengan centhing, serta ditambah panyingset bagi Kakang.
Jenis batik jarik yang digunakan adalah Bledhak Trenggalek. Dengan menggunakan contoh Bledhak dari Mbah Watiyah (pembatik asli Trenggalek), menurut penuturan beliau, bledhak merupakan jenis batik yang terdiri dari 2 warna saja menggunakan pewarnaan alami, serta masih menggunakan proses tradisional dalam pembuatanya. Sehingga kesan klasik akan muncul pada batik ini.

q. Heels
Mbakyu diharuskan menggunakan heels saat mengenakan pakem, hal ini sebagai penambah keanggunannya. Saat bertugas dengan Kakang, heels yang digunakan tidak boleh membuat Kakang terlihat lebih pendek dari Mbakyu, sehingga fleksibilitas ukuran tinggi diperkenankan. Jenis heel bebas hanya saja warna harus hitam, menyelaraskan slop Kakang yang juga berwarna hitam.

i. Selop
Sebagaimana Mbakyu yang memakai heel, Kakang diharuskan menggunakan sandal selop sebagai alas kaki, dengan warna hitam.

SECARA KHUSUS,.
PAKEM, KAKANG MBAKYU TRENGGALEK MENGENAKAN HASIL PRODUK LOKAL DENGAN DIPADUKAN DENGAN PENGGALIAN SEJARAH CUKUP DALAM UNTUK MENEMUKAN IDENTITAS DAERAH.

JARIK, BLANGKON, DAN SLENDANG, MENGGUNAKAN JENIS BATIK BLEDHAK ,JENIS BATIK TULIS YANG TERDIRI DARI 2 WARNA DENGAN DOMINAN WARNA PUTIH YANG BERASAL PEWARNAAN ALAM, SEHINGGA KESAN KLASIK DAN ELEGAN MUNCUL PADA BATIK INI.

PEMADUAN 2 GAYA BUSANA, ADAT YOGYAKARTA DAN SURAKARTA TURUT MENJADI PERTIMBANGAN DALAM PENYUSUNAN PAKEM DUTA WISATA TRENGGALEK, YANG MANA SECARA HISTORIKAL TRENGGALEK PERNAH TERBAGI ATAS 2 WILAYAH KEKUASAAN TERSEBUT.

Launching 31.12.2019

Sumber : Septa Erwida

0 comments:

Post a Comment