Hi people +62, ini bukan tulisan sedih atau mengharukan kok. Seperti biasa, sharing tentang pengalaman pribadi dan mungkin juga pernah kalian alami. Sesuai judulnya, ini membahas model perundungan baru yang kayaknya trend di kalangan +62 (kayaknya sih, belum penelitian lebih global hehe). Bukan lagi melakukan hal-hal diskriminasi terhadap perbedaan atau kelemahan, melainkan prestasi (yang notabenenya keunggulan seseorang) untuk di-bully. Kita mulai, cekidot.
Jadi, waktu itu kami sedang ada forum diskusi di Surabaya. Di pertengahan diskusi ada salah seorang teman yang berkata, "eh kamu kan Mbakyu Trenggalek, bisa dong jadi PIC (Person in Charge) acara ini. Kita wes percaya deh kamu bisa.. nanti kita-kita bagian anggota", seketika teman-teman yang lain menyambung "eh iya iya bener. Kamu kayaknya bisa tuh... secara gitu lho Mbakyu. Soal urusan loby-loby jangan diragukan, kenalannya juga buanyak to".
Jadi, waktu itu kami sedang ada forum diskusi di Surabaya. Di pertengahan diskusi ada salah seorang teman yang berkata, "eh kamu kan Mbakyu Trenggalek, bisa dong jadi PIC (Person in Charge) acara ini. Kita wes percaya deh kamu bisa.. nanti kita-kita bagian anggota", seketika teman-teman yang lain menyambung "eh iya iya bener. Kamu kayaknya bisa tuh... secara gitu lho Mbakyu. Soal urusan loby-loby jangan diragukan, kenalannya juga buanyak to".
Ada 1 teman, tepatnya adik kelas (sebut saja namanya Yayuk) yang diam dan tidak ikut-ikutkan seperti yang lainnya. Lalu dengan nada bercanda, aku pun menjawab mereka, "Ya kali lek aku dadi bandar narkoba po maneh pelakor, gak mungkin gelem koncoan ambek aku. Lak mesti kok hujat", (bahasa Indo: ya kalau aku jadi pelakor atau bandar narkoba pasti kalian tidak mau berteman denganku, pasti kalian hujat), seketika mencairkan suasana dan mereka pun tertawa.
Setelah diskusi selesai, Yayuk mengikutiku ke tempat parkir, "Eh mbak mbak, kok mbak bisa secuek itu sih kalau diejekin temen-temen?".
Spontanitasku muncul, "Heh.. diejekin endi sih?", tanyaku balik.
"Yang tadi ketika mbak disebut Mbakyu Mbakyu dan dijadiin pic kegiatan", jawab Yayuk.
Dalam hati, "padahal ada yang lebih parah dari hanya sekedar disebut-sebut "Mbakyu Trenggalek" (duta pariwisata perempuan di Kab. Trenggalek, Jawa Timur). Secara personal baik teman atau orang asing yang tahu kalau diriku adalah Mbakyu Trenggalek, memperlakukan seolah-olah mbakyu itu tahu semua kebijakan terkait pariwisata, berkewajiban ngaspal jalan akses ke tempat wisata, dan hal-hal powerful lain. Pokoknya kayak dianggapnya bisa menyelamatkan dunia lah. Sedangkan kalau begitu aja mah, plat mobil Jakarta, B aja."
Karena aku melihat mimik wajah Yayuk yang serius, aku merasa Yayuk ini sedang tidak bercanda, ya nggak kayak biasanya yang santai, ceria. Akhirnya kami kembali ke tempat diskusi tadi, memesan camilan dan melanjutkan ngobrol. Yayuk pun mulai curhat.
"Aku pernah ikut kompetisi, perjuangan banget kompetisinya. Dan ternyata menang. Sebagai apresiasi ke diriku sendiri karna perjuangannya juga melelahkan, aku unggahlah foto ketika penerimaan hadiah. Teman-temanku di kelas langsung kayak ngejek-ngejekin gitu. Dianggap paling pinter lah, kalau ada tugas atau apa, kayak semua aku bisa ngerjain. Ya kan lomba itu di bidang yang memang aku suka dan sedang ku dalami. Jadi ya nggak bisa kalau disuruh2 ngerjain semua tugas2. Dari situ aku kayak jadi minder. Aku seolah dicap kayak mahasiswa 'pinter' tapi ketika nggak bisa temen-temenku bilang "gitu kok juara sih, kok berprestasi sih". Aku merasa jadi asing kalau di kelas. Dan sekarang nggak posting apapun lagi di medsos. Tapi tadi mbak bisa ngejawab balik ke temen-temen kayak seakan cuek aja dan aku nggak ngeliat mbak minder seperti yang aku rasain", demikian curhatnya panjang.
Kalian mungkin sehari-hari pernah ya bertemu dengan orang seperti Yayuk ini. Jika kalian punya pikiran bahwa orang-orang seperti ini "baperan", cukuplah kalian pendam dalam hati, tidak usah diutarakan. Itu bisa membuat orang-orang seperti ini semakin down dan bahkan depresi. Kasihan. Mereka hanya perlu didengar dan dipahami perasaannya.
Dari apa yang dialami Yayuk ini sebenarnya mirip dengan yang aku atau mungkin teman-teman lain rasakan. Ketika sikapku seolah plat mobil Jakarta tadi, lantas bukan karena aku ndak baper trus Yayuk baperan, bukan sih. Meski kadang-kadang juga kalau keterlaluan akhirnya bikin kepikiran.
Biasanya yang di-bully itu kelemahan kita ya, tapi sekarang ini kayaknya semua bisa di-bully. Bahkan prestasi sekalipun. Ini bisa masuk kategori semacam new model of bullying, perundungan baru nggak ya? Perundungan atau tindakan mengintimidasi seseorang secara verbal melalui kata-kata yang akhirnya membuat orang itu merasa sakit hati, bahkan terancam. Yang kali ini menggunakan prestasi korban sebagai bahan perundungan.
Atau selain perundungan ada istilah lainnya yang lebih pas untuk kasus ini?
Instagram : zanza_bela