6/7/20

Dunia Event dalam New Normal?

Wacana pemberlakuan new normal. Di provinsi Jawa Timur sendiri sudah ada beberapa wilayah yang perlahan membuka kembali pusat perekonomian dengan penerapan pola hidup baru atau new normal. Sebut saja di daerah LumajangSidoarjo dan mungkin disusul Kab/Kota lainnya yang juga bersiap-siap menerapkam new normal.

Vaksin covid-19 yang diprediksi baru 2021 akan selesai masa uji coba dan kehidupan yang terus berlanjut menjadi pertimbangan dimana manusia diminta "berdamai" dengan covid-19, beradaptasi dengan adanya covid-19 di tengah-tengah kehidupan. Yang akhirnya memaksa untuk menerapkan pola hidup baru tersebut.

Kebetulan hari ini saya berdialog dengan Dokter Atok salah seorang dosen Epidemiologi Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Airlangga. Beliau menyatakan rate of transmission covid-19 di Jawa Timur sudah di angka 1,1. Sedangkan WHO menyatakan untuk suatu wilayah dikatakan bisa menerapkan new normal, salah satu indikatornya adalah rate of transmissionnya di bawah angka 1. Jawa Timur sedang on track menuju kesana. Beliau juga menambahkan jika new normal diberlakukan dalam waktu dekat ini, justru khawatir 'kecolongan' dan akhirnya jumlah kasus positif bukannya turun tapi sebaliknya. PSBB jilid III yang berakhir 8 Juni 2020 mendatang, prediksi Dokter Atok harusnya dijadikan momentum evaluasi agar penularan covid-19 semakin bisa ditekan. Meskipun mungkin akan berganti istilah bukan PSBB lagi, intinya pembatasan harusnya tetap ada (dialog selengkapnya bisa cek di sini).

Tapi, terlepas dari wacana pemberlakuan new normal di berbagai wilayah. Saya masih penasaran dengan bagaimana ya penerapan new normal di dunia "event"?

Event hampir selalu identik dengan kerumunan. Membatasi jarak berdiri antar pengunjung apalagi penonton konser, membatasi jumlah pengunjung masuk tempat pameran justru berpotensi memperpanjang antrian dan ujung-ujungnya berkerumun lagi.

Oh atau akan ada penjadwalan bagi pengunjung? Jadi sudah ada aturan jam berapa sampai jam berapa dia boleh masuk ke acara/event, sehingga yang bukan waktunya jam masuk nggak menimbulkan antrian yang berpotensi menimbulkan kerumunan. Cukup nunggu antrian di rumah masing-masing.

Apa ini bisa jadi solusi?

Tapi bagaiman sistem backstage?
Runway model untuk persiapan 1 model bisa dikeroyok 1 desainer, 2 asisten, 1 make up artist, 1 hair do, 2 fotografer, belum crew EO, crew panggung/blocking lan seperanakannya.

Ini belum kalau gladi bersih acara sejenis fashion week. 1 desainer rata-rata bawa 9-10 baju, ya berarti 10an model lah ya. Ada 10 desainer aja total 100 model. Belum koreografernya, asisten koreo, crew panggung, lighting lan pasukan huru hara lainnya.

Oh tentu disemprot disinfektan dulu dan pembatasan jumlah orang yang masuk backstage kali ya.

Apa ini solusi? Ehm.

Tukang panggung, lampu aka lighting, sound system yang biasanya usung-usung berjamaah, biasanya melibatkan puluhan orang buat masang karna yang dipasang banyak, gede, abot dan dikejar durasi. Panggung / terop / dekor / stand bazar sak lapangan atau ballroom gede tapi waktunya nggak lebih 48 jam kadang ada yang cuma dikasih waktu pasang 12 jam. Berasa syuting stripping, kejar tayang.

Bagaimana ya?
Ada pendapat?

0 comments:

Post a Comment