Semenjak ada kata baper (bawa perasaan), kita dengerin lagu melow dicap baper, share puisi dianggep baper, roamantis disebut baper, punya sifat melankolis disangka baper. Seiring dengan kreativitas manusia, baper dianggap mewakili perasaan sedih, tersinggung, kecewa bahkan berprasangka.
Saya kira hanya saya saja yang gemas, tapi setelah selancar sana sini bahkan nemu beberapa status teman, banyak juga yang merasakan hal sama.
Jadi jaman sekarang yang langka bukan sekedar manusia peka, tapi orang yang mau minta maaf. Fenomena barunya, mereka justru nyerang balik dengan kalimat ajaib "Yaelah baper banget sih" atau "Situ tersinggung? Situ aja yang baperan" lan sapanunggalane.
Nah, sadar atau tidak istilah 'baper' ini makin hari diartikan sebagai hal yang negatif. Seolah-olah kalau kita merasa terkoyak perasaannya, itu bisa jadi salah kita karena kita terlalu 'baper', dan bukan salah si offender. Mirisnya lagi, yang menyerang kita dengan kata-kata ini, malah si offender.
Akhirnya, semisal kita sakit hati, kita yang salah karena kita 'baper'. Hmm.. Bisa jadi, dampak jangka panjangnya kita merasa tidak berhak merasa sakit hati. Karena rulesnya kalau kamu sampai sakit hati, kamu yang kalah. Ya karena kamu baperan. Eladalah..
Dampak buruknya, orang akan semakin merasa tidak perlu lagi minta maaf. Anggapannya, ya salah si korban kenapa baperan?
Salam,
Zanzabela
(yang postingannya selalu nggak nyambung antara foto dan caption)
Instagram: zanza_bela
0 comments:
Post a Comment