9/19/17

Muda Sabudarta Indonesia dan Sabudartion



Tulisan ini sepertinya agak terlambat diunggah, karena di tahun 2017 ini usia Sabudartion telah berjalan selama3 tahun. Setiap tahun jumlah anggota keluarga Muda Sabudarta Indonesia (MSI) akan selalu bertambah. Penting untuk calon keluarga besar kami mengetahui tentang Sabudartion atau Sabudarta in Action.

Dua tahun lalu, menjelang Pemilihan Muda Sabudarta Indonesia (MSI) tahun 2015, kami mengadakan Rakor (Rapat Koordinasi) di Surabaya. Kami membahas terkait pemilihan Presiden GSI dan berunding mengenai program kegiatan untuk satu tahun periode berikutnya. Dari rentetan daftar program yang disusun, terbersit ide untuk satu program yang fokus tentang aksi nyata atau kontribusi keluarga MSI baik di tingkat Kabupaten/Kota, provinsi hingga tingkat nasional. Bagi kami, MSI merupakan kompetisi yang berbeda. Di sini kami menekankan peran aktif dan kontribusi nyata pemuda di bidang pariwisata dan budaya. Poin pentingnya adalah berkontribusilah sesuai bakat/minat yang disukai atau latar belakang pendidikan/keterampilan yang dikuasai. Ini adalah misi utama yang saya dan rekan-rekan harapkan untuk bisa diterapkan oleh rekan-rekan di MSI.

Pemikiran ini muncul setelah melalui berbagai gejolak dan perjalanan panjang. Saya mengawali kegiatan terkait pariwisata dan budaya dari kompetisi duta wisata daerah Kabupaten Trenggalek tahun 2011 lalu di tahun 2014 saya memberanikan diri untuk bergabung di Muda Sabudarta Indonesia. Seiring berjalannya waktu, saya masih aktif di kedua organisasi tersebut. Ya tentunya sembari menggeluti passion saya di dunia public speaking dan hobi saya menjalani bisnis di bidang fashion. Hehehe... Ya tentu saja saat itu saya juga seorang mahasiswa. Hidup nomaden (berpindah-pindah) antar kota pun saya jalani (selanjutnya saya sebut dengan istilah kitiran). Demi menyeimbangkan semua kegiatan-kegiatan tersebut, saya dituntut harus bisa memanajemen waktu. Karna sudah terbiasa, ya akhirnya saya pun merasa rutinitas ini adalah hal yang ‘biasa’. Menurut saya wajar, jika remaja mengisi waktunya dengan hal-hal positif. Justru seharusnya sebagai pemuda memang harus aktif dan produktif kan? Hingga sebelum tahun 2015, saya merasa seperti tong kosong. Belum melakukan apa-apa untuk daerah saya atau pun Indonesia. Sampai suatu ketika, salah satu rekan sedikit menampar saya. Waktu itu kopi darat di sebuah kafe kecil di Surabaya. Saya menyebutnya Mr X saja ya, untuk memudahkan dalam menuliskan narasi. Hehehe.

Mr X    : “Saya memang belum lama mengenal kamu, tapi dengan begitu banyaknya kegiatan yang kamu unggah di sosmed, apa kamu tidak lelah?”
Saya    : “Saya menjalaninya karna memang saya suka, mungkin itu yang membuat saya tidak ada beban dan tidak lelah. Bagi saya justru aneh kalau saya tidak ada kegiatan. Jadi ya biasa saja. Hehehe”
Mr X    : “Biasa? Itu kalau diukur, sudah skala abnormal. Nomaden sana sini. T’rus yang menurutku awesome itu, niat kamu di bidang pariwisata dan budaya yang kamu lampiaskan ke start-up mu. Itu keren”
Saya    : “Ehmm.. maksudnya gimana mas? Justru di bidang pariwisata dan budaya ya cuma kegiatan dinas saja. Saya pribadi merasa belum pernah melakukan apa-apa.”
Mr X  : “Lho... ya kegiatan-kegiatanmu yang nomaden itu juga keren. Tapi aku lebih salut sama start-up mu, kecintaanmu sama budaya atau hal-hal yang khas Indonesia kamu masih sempat tuangkan ke start-up mu. Kamu pikirin sendiri desainnya, produksi sendiri, dipasarin sendiri. Itu keren. Dan lagi, ada unsur mengedukasi masyarakat, it’s more than profit lah ya. Tidak semua remaja bisa kepikiran sejauh itu. Dan kamu ngelakuin itu condong ke melestarikan batik asli Indonesia. Itu keren. Menurutku, ya itulah kegiatan versi kamu, seorang Bela untuk bidang budaya” (Baca juga : Start-up ku)

Percakapan ini mengingatkan saya dengan kegiatan Indonesia Youth Forum 2015 yang diselenggarakan di Bengkulu. Kala itu, saya dan 200 pemuda yang berasal dari seluruh provinsi di Indonesia membawa social project yang berasal dari latar bidang yang bermacam-macam. Ada yang concern di bidang kesehatan, lingkungan, literasi, sosial, pariwisata dan budaya, pemberdayaan kaum disabilitas, pendidikan, dll. Setiap generasi memiliki kapasitasnya masing-masing untuk beraksi nyata lewat sebuah karya, bukan sekedar kata-kata.

Setiap orang memiliki cara dan versi terbaiknya sendiri untuk melakukan sesuatu terlebih berkontribusi untuk negeri. Mungkin tidak selalu hal-hal yang besar seperti membangun saluran air bersih, membangun MCK, dll. Meskipun aksi kecil, tetapi dilakukan secara berkelanjutan bahkan juga ditularkan ke orang lain dan dilakukan bersama-sama, maka bukan tidak mungkin dampaknya pun akan besar. Terlebih yang dimulai dari satu kabupaten/kota, secara serentak dengan keluarga Muda Sabudarta Indonesia yang tersebar di berbagai wilayah di Indonesia, maka dampaknya pun luas.

Penasaran dengan aksi nyata Muda Sabudarta Indonesia dalam project Sabudartion? Ini dia informasinya (Akun kami : @mudasabudartaid)























"Negeri ini butuh generasi pemberi solusi, bukan pencaci maki"

Kalau bukan kita, siapa lagi?
Kalau tidak sekarang, kapan lagi?
Selamat berkarya.

Presiden Gramuda Sabudarta Indonesia 2017-2019
Berdit Zanzabela
Email : zanzabela@yahoo.com



0 comments:

Post a Comment