Tulisan ini sepertinya agak terlambat diunggah,
karena di tahun 2017 ini usia Sabudartion telah berjalan selama3 tahun. Setiap tahun jumlah
anggota keluarga Muda Sabudarta Indonesia (MSI) akan selalu bertambah. Penting untuk
calon keluarga besar kami mengetahui tentang Sabudartion atau Sabudarta in
Action.
Dua tahun lalu, menjelang Pemilihan Muda Sabudarta
Indonesia (MSI) tahun 2015, kami mengadakan Rakor (Rapat Koordinasi) di
Surabaya. Kami membahas terkait pemilihan Presiden GSI dan berunding mengenai
program kegiatan untuk satu tahun periode berikutnya. Dari rentetan daftar
program yang disusun, terbersit ide untuk satu program yang fokus tentang aksi
nyata atau kontribusi keluarga MSI baik di tingkat Kabupaten/Kota, provinsi
hingga tingkat nasional. Bagi kami, MSI merupakan kompetisi yang berbeda. Di sini kami
menekankan peran aktif dan kontribusi nyata pemuda di bidang pariwisata dan
budaya. Poin pentingnya adalah berkontribusilah sesuai bakat/minat yang
disukai atau latar belakang pendidikan/keterampilan yang dikuasai. Ini adalah misi utama yang saya dan rekan-rekan harapkan untuk bisa diterapkan
oleh rekan-rekan di MSI.
Pemikiran ini muncul setelah melalui berbagai gejolak
dan perjalanan panjang. Saya mengawali kegiatan terkait pariwisata dan budaya
dari kompetisi duta wisata daerah Kabupaten Trenggalek tahun 2011 lalu di tahun
2014 saya memberanikan diri untuk bergabung di Muda Sabudarta Indonesia. Seiring
berjalannya waktu, saya masih aktif di kedua organisasi tersebut. Ya tentunya
sembari menggeluti passion saya di
dunia public speaking dan hobi saya
menjalani bisnis di bidang fashion.
Hehehe... Ya tentu saja saat itu saya juga seorang mahasiswa. Hidup nomaden
(berpindah-pindah) antar kota pun saya jalani (selanjutnya saya sebut dengan
istilah kitiran). Demi menyeimbangkan semua kegiatan-kegiatan tersebut, saya
dituntut harus bisa memanajemen waktu. Karna sudah terbiasa, ya akhirnya saya
pun merasa rutinitas ini adalah hal yang ‘biasa’. Menurut saya wajar, jika
remaja mengisi waktunya dengan hal-hal positif. Justru seharusnya sebagai
pemuda memang harus aktif dan produktif kan? Hingga sebelum tahun 2015, saya
merasa seperti tong kosong. Belum melakukan apa-apa untuk daerah saya atau pun
Indonesia. Sampai suatu ketika, salah satu rekan sedikit menampar saya. Waktu
itu kopi darat di sebuah kafe kecil di Surabaya. Saya menyebutnya Mr X saja ya,
untuk memudahkan dalam menuliskan narasi. Hehehe.
Mr X : “Saya memang
belum lama mengenal kamu, tapi dengan begitu banyaknya kegiatan yang kamu
unggah di sosmed, apa kamu tidak lelah?”
Saya : “Saya
menjalaninya karna memang saya suka, mungkin itu yang membuat saya tidak ada beban
dan tidak lelah. Bagi saya justru aneh kalau saya tidak ada kegiatan. Jadi ya
biasa saja. Hehehe”
Mr X : “Biasa? Itu
kalau diukur, sudah skala abnormal. Nomaden sana sini. T’rus yang menurutku awesome itu, niat kamu di bidang
pariwisata dan budaya yang kamu lampiaskan ke start-up mu. Itu keren”
Saya : “Ehmm..
maksudnya gimana mas? Justru di bidang pariwisata dan budaya ya cuma kegiatan
dinas saja. Saya pribadi merasa belum pernah melakukan apa-apa.”
Mr X : “Lho... ya
kegiatan-kegiatanmu yang nomaden itu juga keren. Tapi aku lebih salut sama
start-up mu, kecintaanmu sama budaya atau hal-hal yang khas Indonesia kamu
masih sempat tuangkan ke start-up mu.
Kamu pikirin sendiri desainnya, produksi sendiri, dipasarin sendiri. Itu keren.
Dan lagi, ada unsur mengedukasi masyarakat, it’s
more than profit lah ya. Tidak semua remaja bisa kepikiran sejauh itu. Dan
kamu ngelakuin itu condong ke melestarikan batik asli Indonesia. Itu keren.
Menurutku, ya itulah kegiatan versi kamu, seorang Bela untuk bidang budaya” (Baca juga : Start-up ku)
Percakapan ini mengingatkan saya dengan kegiatan
Indonesia Youth Forum 2015 yang diselenggarakan di Bengkulu. Kala itu, saya dan
200 pemuda yang berasal dari seluruh provinsi di Indonesia membawa social project yang berasal dari latar
bidang yang bermacam-macam. Ada yang concern
di bidang kesehatan, lingkungan, literasi, sosial, pariwisata dan budaya,
pemberdayaan kaum disabilitas, pendidikan, dll. Setiap generasi memiliki
kapasitasnya masing-masing untuk beraksi nyata lewat sebuah karya, bukan
sekedar kata-kata.
Setiap orang memiliki cara dan versi terbaiknya
sendiri untuk melakukan sesuatu terlebih berkontribusi untuk negeri. Mungkin
tidak selalu hal-hal yang besar seperti membangun saluran air bersih, membangun
MCK, dll. Meskipun aksi kecil, tetapi dilakukan secara berkelanjutan bahkan
juga ditularkan ke orang lain dan dilakukan bersama-sama, maka bukan tidak
mungkin dampaknya pun akan besar. Terlebih yang dimulai dari satu kabupaten/kota,
secara serentak dengan keluarga Muda Sabudarta Indonesia yang tersebar di
berbagai wilayah di Indonesia, maka dampaknya pun luas.
Penasaran dengan aksi nyata Muda Sabudarta
Indonesia dalam project Sabudartion?
Ini dia informasinya (Akun kami : @mudasabudartaid)
"Negeri ini butuh generasi pemberi solusi, bukan
pencaci maki"
Kalau bukan kita, siapa lagi?
Kalau tidak sekarang, kapan lagi?
Selamat berkarya.
Presiden Gramuda Sabudarta Indonesia 2017-2019
Berdit Zanzabela
Email : zanzabela@yahoo.com
0 comments:
Post a Comment