Ada yang melabeli kategori keluarga itu ada 2. Yaitu keluarga "hangat" dan "dingin". Kayak dispenser yak *eh
Dan spontan keluar pertanyaan, "Keluarga hangat dan dingin itu yang bagaimana?". Dia memang tak pandai berkata-kata, jadi hanya nyeletuk, "ya pokoknya begitulah". Lalu mlengoslah dia. "Ciri-cirinya gimana wes yang hangat dan dingin itu?", tanyaku lagi berharap yang kali ini bisa terjawab.
Panjaaang kaliikk jawabannya. Dia yang bicaranya "irit" seketika bisa panjang dan no dead air ngomongnya. Singkatnya begini (supaya muat ditulis di caption), keluarga yang hangat itu penuh romantisme, menjunjung tinggi komunikasi antar keluarga, kira-kira kadar perhatian antar anggota keluarga bisa 70-95%.
"Contoh praktik secara tindakan yang nyata gimana?", tanyaku lagi karena ngerasa jawaban teoritis itu 'kesuwen' hehehe. Butuh contoh nyata.
Katanya, ya selalu meluangkan untuk makan bersama dalam 1 meja. Bagi keluarga ini, momen makan bersama adalah saat-saat dimana antara satu dengan lainnya bisa bercerita tentang aktivitas masing-masing atau bahkan jadi momen demokrasi dimana satu sama lain menyuarakan aspirasi. Karna begitu menjunjung tinggi komunikasi, anggota keluarga ini mengupayakan agar tidak telat bales chat kecuali lagi di jalan/ada agenda yang kurang memungkinkan jempol mengetik chat. Tidak heran jika hal sekecil dan sereceh apapun diceritakan antar anggota keluarga, ya karena faktor kebiasaan juga karna selalu terbuka. Benar-benar menomorsatukan komunikasi dan juga kebersamaan bahkan menjadwal setiap 1x dalam seminggu harus ada agenda JAJAKA (Jalan Jalan Keluarga). Katanya itu akan jadi momen langka terlebih ketika anak-anak sudah kuliah jauh, bekerja apalagi menikah. Mumpung masih ada kesempatan, maka momen kumpul keluarga jadi skala prioritas kuadran 1. Ketika mendengar ini, teringat keluarga di film NKCTHI. Sosok ayah yang pengennya selalu bersama-sama memanfaatkan momen dengan keluarganya. Bahkan ngerjain tugas si bungsu aja juga berjamaah sekeluarga kan.
Nah, ku jadi nyeletuk, "Kalau keluarga yang ber-AC alias "dingin" tadi apa kebiasaan makannya terpisah gitu (nggak semeja)?". Dia mengangguk. Makannya ya bisa nomaden dan LDR. Bisa jadi ayah makan di ruang tv, ibu di meja makan, kakak di dalam kamar, adik di ruang tamu. Wes mencar-mencar dengan mencari PW-nya (posisi wenak) masing masing. Kalau pun ketika anggota keluarga ini ingin membahas sesuatu, kepala keluarga perlu mengadakan panggilan khusus dan kemudian berkumpullah keluarga itu dalam satu ruangan. Itu pun kadang bukan duduk di satu meja atau sejajar di sebuah kursi/sofa. Mereka tetap mencari posisi PW-nya masing-masing. Ada yang ndlosor di lantai karena katanya 'isis' (adem, maklum keluarga "dingin" wkwk), ada juga yang posisinya sambil 'jigang', ada yang posisi duduknya paripurna, ada juga yang senden (bersandar) tembok. T'rus kadang yang diceritain adalah hal-hal yang krusial dan perlu-perlu aja untuk diceritain. Kalau anggota keluarga ada masalah, mengedepankan penyelesaian masalah secara mandiri dulu. Kalau selesai ya sudah, cenderung disimpan sendiri. Kalau belum bisa nyelesaiin mandiri, barulah ngomong ke keluarga. Semoga bisa dibayangkan. Lumayan susah ya nyeritain lewat ketikan jempol. Hehehe... Lanjut.
Lalu di keluarga ini, hakikat "late response" apalagi tidak balas chat adalah sesuatu yang plat mobil Jakarta alias B aja. Bukan kemudian dijadikan sebuah alasan untuk komplain atau malah berantem. Misal ketika ayah menghubungi si kakak, dan dalam waktu sangat lama tidak dibalas, ya si ayah langsung telepon. Ketika diangkat ya pertanyaannya "lagi sibuk apa ini?" dan bukan pertanyaan "kok chatnya ndak dibalas?" dan nggak juga ada pertanyaan "kok chatnya nggak direspon, apa chatnya ketelen chat grup? Apa ayah bukan prioritas kamu?". Dudududu.... ya intinya antar keluarga saling paham dengan kesibukan, dan meletakkan porsi komunikasi dengan kadar senormalnya bagaimana antar keluarga berinteraksi, mungkin skalanya ada di kudran 2 atau 3. Nah perkara liburan, keluarga dingin ini tidak terlalu saklek dengan perkara kumpul bersama dalam tajuk jalan-jalan. Bahkan keluarga ini cenderung bukan pelaku travelling. Tidak heran kalau stock foto keluarganya limit. Paling setahun kumpul bareng jalan-jalan bisa 1x doang atau malah setahun nggak kemana-mana. Hanya di rumah, membiarkan antar anggota keluarga menikmati zona nyaman dan PW-nya masing-masing.
Nah, ternyata percapakan ini masih ada sambungannya. Situasi keluarga seseorang tumbuh, bisa jadi mempengaruhi referensi seseorang dalam menjalin hubungan asmara ketika dia dewasa. Jadi kalau misal si A tumbuh di antara keluarga "hangat", maka bisa jadi referensi dia menjalin hubungan ya seperti itu. Karna tumbuh di tengah keluarga yang penuh romantisme, akhirnya dia jadi sosok yang romantis bahkan diam-diam bisa juga sesekali menjadi pujangga. Senang makan bersama, ngobrol/diskusi saat momen makan, kurang suka kalau chatnya dicuekin dan biasanya dia akan murka kalau misal pacarnya nggak bales chat karena "chatnya tenggelam", bisa-bisa si A ini akan minta contactnya di pin biar muncul paling atas. Apalagi kalau seharian nggak ngabarin, siap-siap mulai ada sedikit komplain. Apalagi udah nggak ngabarin blass tapi update status, waduh bisa muncul kalimat pamungkas "ngasih kabar nggak sempet tapi update status masih sempet" *duaarrrr Dan kalau jalan-jalan sukanya tanpa main gadget, bener-bener quality time. Beda lagi kalau si B tumbuh dari keluarga "dingin". Ya makan sendirian juga tatag tetap tangguh, kalau makan bersama ya bisa tapi tidak heran kalau sambil makan masih pecah fokus dengan pekerjaan akhirnya sambil ngobrol juga sambil balas chat client. Seringnya kurang bisa romantis apalagi puitis, tipikal frontal polos apa adanya, tambah susah kalau harus pakai diksi konotasi. Lalu telat balas chat/pesan itu ya karna kondisinya masih hectic atau kurang memungkinkan untuk membalas pesan dengan kilat dan itu kondisi plat mobil Jakarta menurut dia. Dan begitu-begitulah.
Trus kan jadi berimajinasi. Kalau si A dan si B ini menjalin hubungan, hampir dipastikan selalu ada saja crash ketika masa-masa awal adapatasi antara satu sama lain.
Ini bukan soal mana keluarga yang paling ideal.
Cara pandang A melihat dunia, akan berbeda dengan si B. Contohnya dalam hal komunikasi tadi.
Sudut pandang orang beda-beda ya. Kayaknya sudut pandang juga bisa terbentuk dari field of experience dan frame of refference yang tiap orang berbeda-beda. Penting juga menghargai perbedaan sudut pandang.
Kalau kalian termasuk yang mana? Hangat, dingin apa membeku? Hehehe...
Terima kasih sudah mampir.
0 comments:
Post a Comment