Halo teman-teman! Bagaimana kabar kalian di tahun 2023 ini?
Dan semoga kabar kalian selalu baik dan berbahagia (teruntuk yang membuka tulisan ini di tahun 2024 dan seterusnya).
Setelah kemarin menuliskan tentang 9 perguruan tinggi terbaik dunia untuk jurusan ilmu komunikasi, akhirnya pelan-pelan mulai agak mantab untuk lebih spesifik studi area yang ingin aku ambil untuk rencana lanjut studiku. Yes, sesuai judulnya doong! "Komunikasi publik".
Kayaknya familiar ya dan mungkin sudah sering mendengar istilah ini, banyak juga ditulis berupa berita, artikel atau pojok opini pembaca yang beredar baik di media cetak atau media elektronik. Tapi, jujur sampai detik ini, sampai hari ini dan sampaiiii tulisan blog ini aku tulis, aku masih kesulitan untuk menemukan "siapa pakar komunikasi publik di Indonesia?". Kalau pakar kebijakan publik, buanyaaakkkkkkk. Tapi ada salah satu pakar kebijakan publik yang juga sedikit menyenggol tentang komunikasi publik di kanal youtubenya bernama Nalar Institute, beliau dulunya juga di KSP (Kantor Staf Presiden), yaitu Bapak Yanuar Nugroho. Pengen rasanya kalau beliau ada kuliah umum yang dibuka untuk publik, aku daftar dan ikut nyimak. Materi di kanal youtube beliau juga bagus, namun karna memang kepakaran beliau adalah kebijakan publik, maka kecenderungan yang beliau bahas adalah tentang kebijakan publiknya, berkaitan dengan bagaimana kebijakan itu berdampak kepada masyarakat, bagaimana urgensi riset untuk melatarbelakangi sebuah kebijakan yang akan diberlakukan, dan lain-lain. Sedangkan materi yang ingin aku pelajari lebih dalam adalah komunikasi publik. Nampaknya "mainku kurang jauh", sehingga merasa cupet merasa sempit circle-nya, kayak nggak tahu apa-apa. Tapi memang lingkupnya masih di Indonesia saja aku nyari-nyari hasil riset, baru beberapa bulan terakhir mulai menggali literatur dari jurnal atau hasil riset internasional. Bahkan juga nanya-nanya ke temenku, ke temannya temenku, ke dosennya temenku, ke konselor pendidikan dan entah sudah berapa banyak yang aku tanyai, untuk menambah sumber bacaanku terutama perihal teori-teori komunikasi yang bisa membantuku semakin mendalami komunikasi publik termasuk rekomendasi perguruan tinggi yang sejalur dengan jurusan tersebut.
Nah, sambil mencari itu semua, sambil menyiapkan dokumen-dokumen untuk persiapan melamarmu eh melamar beasiswa *hakzz maaf *peace. Ya mulai persiapan translate ijazah S1 dan S2 (karena kepengen nyoba kampus LN), latihan dan tes IELTS (sing angel banget apalagi udah lama nggak belajar beginian), lalu personal statement yang sampek migrain aku bikinnya huhuhu, yang nggak kalah mumet juga nyiapin recommendation letter dari orang yang benar-benar mengenalku dari segi keterampilan akademik dan non akademik, esai dan proposal riset yang puyengnya sampek bikin nggak kepikiran nikah *lol dan lain-lain. Kalian scholarship hunter juga? Peluuukkk virtual, semangaatt yaa kita. Bissmillah. Semoga dilancarkan ya segala niat dan ikhtiar baik kita untuk lanjut studi dengan beasiswa. Aamiin...
Lanjut!
Tapi selain pentingnya menyiapkan semua dokumen-dokumen di atas, yang nggak kalah penting dan menurutku ini fundamental adalah kalian tahu dan mantab dan yaqin dan paham betul dengan jurusan apa yang mau kalian ambil plus kampus mana yang ingin kalian tuju. Jangan kayak aku, yang mulai nulis personal statement, proposal tesis sampai recommendation letter tapi masih 'agak abu-abu' dengan jurusanku (karena masih langka dan jarang di Indonesia menurutku) dan aku belum samsek browsing tentang kampus mana yang support dan sesuai dengan jurusan impianku. Hiksss.. Jangan ditiru ya. Pastikan kalian sejak awal udah manteb mau jurusan apa, kenapa jurusan itu dan kampus mana dengan pertimbangan segala aspek. Ini berlaku untuk yang mau lanjut studi di dalam maupun luar negeri. Dan beneran deh, kalau kalian sudah tahu mau jurusan apa dan kampus mana, akan memudahkan kalian untuk menuliskan esai dan personal statement kalian, termasuk ketika lolos administrasi dan ada seleksi wawancara.
Gini gini gini...
S1 ku memang tidak linear dengan S2 ku. Jadi nampaknya aku merasa masih 'dangkal' dengan bidang ilmu komunikasi ini. Ini salah satu alasanku, kenapa kok masih minder kalau diminta jadi dosen tetap non PNS atau PPPK, kayak ngerasa masih jauuhhh ilmunya. Ya akhirnya beberapa tahun ini jadi dosen praktisi aja, eh ternyata ada program baru "Praktisi Mengajar", ya sudah sekalian daftar saja biar bisa diakses secara nasional.
Oiya, S2 ku jurusan Media dan Komunikasi di Universitas Airlangga (UNAIR) Surabaya ya teman-teman. Untuk minat yang diambil adalah kompro. Nah, kalau di Indonesia, penjurusan untuk ilmu komunikasi itu dibagi menjadi dua kelompok besar yaitu kompro / komunikasi profesional (orang juga nyebut ini penjurusan tentang public relation atau humas) dan media (jurnalistik, media baru, konvergensi media, dll). Asumsiku, yaa kalau aku punya minat di bidang komunikasi publik itu masuknya di kompro. Ini bener nggak sih? Aku juga ingin diskusi dengan kalian pembaca.
Setelah aku cari informasi tentang communication science di beberapa kampus luar negeri, ternyata ada hal yang beda beuutt!! Bener-bener ada yang jurusannya sudah spesifik banget banget studi areanya. Teman-teman bisa baca di tulisanku tentang 9 kampus jurusan komunikasi terbaik dunia, Ya kayak media studies, journalism, public engagement, dan lain-lain. Maka akhirnya aku mencoba menggali lebih dalam tentang komunikasi publik di kampus-kampus luar negeri. Awalnya aku mencari dengan keyword communication public bahkan juga konsultasi ke konselor. Akhirnya aku dapat rekomendasi kampus yang termasuk russel group yang ada di UK yaitu The London School of Economics and Political Science. Kampus ini termasuk ke dalam salah satu list kampus LN untuk beasiswa LPDP tahun 2023 (list LPDP tahun berikutnya bisa saja berubah, jadi update informasinya di laman resmi LPDP ya).
Dan kayak aku seperti jatuh cinta pandangan pertama ketika membuka situs LSE ini lalu baca tulisan mereka ini :
"The MSc Social and Public Communication explores communication as a social psychological process central to the conduct of everyday life, in public as well as in private"
Aaakkk... sebenarnya aku juga punya ketertarikan di bidang psikologi komunikasi. Pengen mendalami itu, tapi kalau di Indonesia, materi psikologi komunikasi hanya jadi salah satu materi kuliah (cuma 2 apa 3 SKS ya, agak lupa). Aku tanya ke anak-anak jurusan psikologi pun juga sama. Kalau bagi yang berlatar belakang psikologi, ya materi itu nggak bisa kita ampu secara dalam, sampek benar-benar detail banget. Kayaknya nggak bisa.
Aku mulai nyari-nyari informasi, kira-kira mata kuliahnya tentang apa aja ya, bahas topik apa saja, dan lain-lain. Biar apa sih kok repot amat ngecek segitunya? Ya... agar aku bisa tahu ini sesuai apa enggak dengan jurusan komunikasi publik yang aku inginkan. Jangan-jangan konteks komunikasi publiknya agak berbeda atau jangan-jangan tidak sesuai dengan rencana risetku. Nah.. perlu dipastikan dong ya!
Ada lagi The University of Edinburgh. Aku masih mencoba lebih mendalami course area di kampus ini. Karena kalau membaca di websitenya, kampus ini lebih ke Medical School, Biomedical Science. Khawatirnya, maksud communication science and public engagement di kampus ini konteksnya memang untuk medical gitu ya, bukan yang maksudnya ke social or public (cmiiw).
Dan melalui situsnya, mereka juga tegas menuliskan bahwa communication science yang diajarkan tidak spesifik mempelajari mengenai bidang marketing, advertising dan corporate communication. Nah lhoo... kan kan kan.. harus menggali-gali lagi kan.
Sumber situs LSE |
Karena membutuhkan waktu lebih banyak untuk selancar informasi, belum lagi di tengah keriwehan pekerjaan, jadi aku meminta bantuan konselor IDP khusus untuk konsultasi kampus-kampus di UK. Biar agak memudahkanku juga. Oiya, kalau kalian juga pengen dibantu konselor seperti ini untuk mencari rekomendasi kampus sesuai jurusan impian kalian, biaya untuk konsultasinya ini free of charge ya teman-teman. Nggak harus berjuang selalu sendirian buat cari beasiswa, kalau memang ada support system bahkan konselor kayak gini juga bisa memudahkan kan?
"Tapi kan kak, belum tentu ketrima juga kan? Kok repot-repot segitunya buat cari info!"
Apa ada yang berpikir begini?
Proses pendaftaran jenjang S2 atau S3 apalagi kalian mengharapkan beasiswa, ya jangan kalian samakan dengan kalian mendaftar jenjang sekolah SMA dari nilai rapor atau ujian nasional atau di jenjang S1 yang lewat ujian tulis serentak secara nasional gitu ya. Karna sangat jauh berbeda.
Apa ada yang berpikir begini?
Proses pendaftaran jenjang S2 atau S3 apalagi kalian mengharapkan beasiswa, ya jangan kalian samakan dengan kalian mendaftar jenjang sekolah SMA dari nilai rapor atau ujian nasional atau di jenjang S1 yang lewat ujian tulis serentak secara nasional gitu ya. Karna sangat jauh berbeda.
Di S1, kita daftar, diterima dan barulah kita tahu mata kuliah di dalamnya. Baik mata kuliah wajib maupun mata kuliah pilihan.
Kalau di jenjang S2 dan S3, justru sebaliknya. Kita bisa akses apa mata kuliah yang nanti akan kita jalani dulu. Sehingga kita bisa menyesuaikan prospek mata kuliah dengan riset tesis atau disertasi kita. Saat pendaftaran jenjang S2 dan S3, kalian sudah diminta untuk membuat draft proposal penelitian kalian.
"Masuk aja belum, udah disuruh tesis!"
Ya kan emang kalau niat kuliah, at the end kita pasti akan skripsi, tesis atau disertasi kan? Haha...
Semua akan sidang pada waktunya kok. Entah sidang skripsi, sidang tesis atau disertasi.
Dan kalian tidak perlu bingung dimana bisa akses informasi tentang mata kuliahnya. Sebenarnya di website masing-masing perguruan tinggi, biasanya sudah menyediakan informasi tentang mata kuliah dari mulai semester 1 sampai semester akhir. Oiya, kalau di kampus LN, selain informasi mata kuliah, kalian juga bisa akses informasi tentang siapa profesor yang sekiranya bisa jadi supervisormu. Cari yang background profesor itu sekufu dengan apa yang ingin kalian pelajari dan teliti ya. Di personal statement dan/atau esai (tergantung jenis beasiswanya), kalian juga perlu menuliskan tentang kampus impianmu ini bahkan ketersediaan dosen pengajar yang sesuai dengan bidangmu. Kata para awardee, poin ini bisa menjadi salah satu pertimbangan interviewer dalam menyeleksi. Setidaknya kita benar-benar siap dan serius untuk mendaftar. Tidak hanya belajar TOEFL atau IELTS, tapi dari segala aspek bahkan kita sudah survey gimana kondisi lingkungan baru di sana. Ya, sesiap ituuuu kita emang niat mau belajar. Sekali lagi yang kita yakinkan adalah pemberi beasiswa yang mereka bukan orang tua kita. Kalau minta biaya kuliah ke orang tua, nggak perlu bikin motlet, nggak perlu TOEFL apalagi recommendation letter kan ya? Hahaha...
Gimana gimana? Masih semangat kan buat hunting beasiswanya? 😁
(Adm/Zan)
0 comments:
Post a Comment