5/5/15

50 Besar Peserta Hijab Hunt 2015 Audisi Surabaya

Unjuk Bakat Hijab Hunt 2015, Memainkan Angklung

"Kesuksesan memiliki harga yang harus dibayar, kalau hanya biasa-biasa saja mungkin bekerja 8 jam per hari sudah cukup, tapi untuk sukses, 24 jam serasa tidak cukup untuk mencapainya."

Hijab Hunt 2015 merupakan audisi pertama yang angklung saya ikuti. Salah satu reporter Wolipop bertanya, "Nggak ribet bawa beginian?". Ribet iya, terutama berat sih. Hehehe....

Banyak teman yang menilai, saya itu rumit. Hal-hal yang harusnya bisa ditampilkan dengan mudah, tapi maunya ribet. Dari dulu belajar tari atau menyanyi, mungkin untuk ditampilkan dimana-mana lebih mudah dan fleksibel. Tapi, saya hanya ingin terlibat dalam hal pelestarian budaya tradisional Indonesia. Setidaknya jika masih ada yang berminat dengan alat musik angklung, para pengrajin angklung tidak gulung tikar. Para seniman angklung yang berharap mereka punya penerus, saya bisa menjadi salah satunya. Meskipun sampai saat ini, saya hanya bisa main nada angklung dari do ke do lagi. Hehehe....

Saya pernah menulis esai mengenai perhatian khusus saya terhadap alat musik angklung, judulnya Problematika Ahli Waris Budaya Bangsa. Bagi yang belum membaca, silahkan dibaca terlebih dahulu.

Esai itu sebagian besar adalah cermin saya. Sosok remaja yang dibicarakan dalam tulisan itu kurang lebihnya mirip-mirip dengan saya. Hehehe... Dari esai itu, saya mulai tertarik dengan angklung. Penasaran, kok bisa pemain solo angklung lihai memainkan puluhan angklung. Saya lihat di youtube, ada pemain solo angklung yang membuat mini konser angklung dengan lagu-lagu yang hits masa kini, komentar saya "Ciamik!". Saya pengen belajar. 

Akhir tahun 2014 saya mulai mencari-cari informasi mengenai kursus angklung. Setelah bertemu dengan salah satu orang yang biasa mengajari angklung, ternyata kalau tidak memiliki angklung sendiri, susah. Latihan tidak bisa intensif. Dan tidak ada di Surabaya yang menyewakan alat musik angklung. Dari situ, kursus pun ditunda. Saya mencari-cari informasi mengenai pengrajin angklung. Keliling Surabaya, Semarang, Yogyakarta bahkan Bandung, eee ketemu pengrajin angklung di kabupaten tetangga yaitu Tulungagung. Akhirnya saya pesan di pengrajin angklung di Tulungagung. Banyak yang menyarankan untuk membeli di Saung Udjo, Bandung. Tapi mempertimbangkan biaya bahkan ongkos perjalanan Surabaya-Bandung PP yang nominalnya tidak kecil, jadi saya memilih untuk memesan di Tulungagung saja. Untuk saat ini memang belum profesional, angklung yang saya miliki hanya 30 nada. Insyaallah... kalau kemampuan bermain angklung sudah bagus dan ada rezeki, saya ingin membeli angklung yang memang profesional.

Berbicara soal audisi Hijab Hunt, kenapa mengikuti audisi ini?
Sebagai mahasiswa perantau asal Trenggalek, di Surabaya saya tidak ingin kalau hanya mendapatkan pendidikan formal. Jauh-jauh dari Trenggalek, saya merasa rugi kalau tidak menggali pengalaman sebanyak-banyaknya. Saya ingin mengembangkan interpersonal skill dan intrapersonal skill saya. Saya suka bertemu orang baru, berbagi cerita baru, berbagi pengalaman baru bahkan menjalin network. Selain itu saya ingin menyalurkan passion saya. Sejak SMA saya suka mengikuti kegiatan-kegiatan lomba atau pemilihan yang melibatkan unsur public speaking. Sejak kecil kata mama dan papa, bakat cuap-cuap saya sudah terlihat. Siapa tahu dari audisi ini saya bisa lolos. Dan mungkin Allah memberi jalan untuk meraih salah satu cita-cita saya yaitu menjadi presenter di TRANS7. Aamiin... hehehe... *salahfokus*

Kembali ke audisi.

Apalagi di sini berhadapan dengan juri senior yaitu Desy Ratnasari, subhanallah beliau ramah banget, dari awal audisi sekitar pukul 1 siang sampai menjelang akhir audisi kira-kira pukul 9 malam, beliau senyumnya tetap manis. Tidak seperti artis sebelumnya yang saya temui, ketika awal audisi masih fresh, senyum manis tapi karna mungkin kecapekan jadi di akhir audisi agak jutek dan cemberut. Hehehehe.....

Kembali ke audisi.

Karena audisi ini kabarnya akan ditayangkan di TRANS7, saya berharap papa saya nonton. Selama ini saya tidak pernah mengatakan kepada papa, apa sih passion saya, kegiatan saya selain kuliah, dan skill angklung saya. Saya takut mengatakannya. Semoga melalui layar kaca dapat mewakili. Selain itu, mama saya ngefans sama Desy Ratnasari. Saya masih ingat ketika saya SMP, mama saya belum berhijab beliau potong rambut mengikuti gaya rambut Desy Ratnasari yang saat itu belum berhijab juga. Setelah potong rambut, mama selalu bilang "Bel, mama sudah mirip Desy Ratnasari?". Saya juga tidak menyangka kalau saya bisa bertegur sapa langsung dengan beliau dan menyampaikan salam dari mama untuk teh Desy.


Dan melalui unjuk talenta saya yaitu bermain solo angklung, saya berharap bisa menyampaikan pesan tersirat khususnya untuk remaja, jangan tinggalkan seni budaya tradisional Indonesia. Budaya itu ibarat identitas dan ciri khas. 

Mohon doanya, "Semoga saya lolos". Aamiin...


Terima kasih yang menyempatkan waktu untuk membaca postingan saya dan meng-Aamiin-i doa saya.


Social Media :
IG : zanza_bela
Twitter : @ZanzaBela
Facebook : Zanza Bela

(Admin/Zan)

0 comments:

Post a Comment