Kira-kira sudah satu minggu saya lebih banyak menghabiskan waktu untuk 'semedi' di rumah. Selama tidak ada hal mendesak yang mengharuskan untuk keluar, saya tetap di rumah.
Ngapain mbiaakkk? Rebahan sambil scrolling instagram?
Mboten dong!
Ngedit konten, merapikan feed instagram, agenda kelas online untuk materi public speaking, menuntaskan editing video yang berbulan-bulan tertunda karena dimadu dengan aktivitas lain, menengok kembali lapak lama yang selama ini belum maksimal beroperasi karena harus membagi diri dengan kesibukan lain, termasuk akhirnya punya cukup waktu menengok blog usang ini. Dan yang paling menyenangkan adalah waktu berkumpul dengan keluarga lebih banyak sekaligus bisa bernostalgia dengan rutinitas lama yang hampir mangkrak tidak dilakukan karna harus diduakan dengan pekerjaan lain.
Ngapain mbiaakkk? Rebahan sambil scrolling instagram?
Mboten dong!
Ngedit konten, merapikan feed instagram, agenda kelas online untuk materi public speaking, menuntaskan editing video yang berbulan-bulan tertunda karena dimadu dengan aktivitas lain, menengok kembali lapak lama yang selama ini belum maksimal beroperasi karena harus membagi diri dengan kesibukan lain, termasuk akhirnya punya cukup waktu menengok blog usang ini. Dan yang paling menyenangkan adalah waktu berkumpul dengan keluarga lebih banyak sekaligus bisa bernostalgia dengan rutinitas lama yang hampir mangkrak tidak dilakukan karna harus diduakan dengan pekerjaan lain.
Corona.. oh corona...
Masing-masing orang punya sudut pandang berbeda dalam menyikapi upaya isolasi mandiri (social distancing) guna menekan penyebaran pandemik global virus corona atau covid 19. Disambut susah ya bisa, dirasa gembira juga bisa. Selain jaga kesehatan jasmani, rohani juga ya teman-teman. Stay waras!
Selain perihal kesehatan, ada hal yang diam-diam saya cermati di tengah wabah corona ini. Awalnya saya tidak berniat menuliskan di blog ini, rasanya sulit menyusun kata demi kata yang sistematis agar buah pikir saya bisa dimengerti orang lain. Namun hobi menulis bergejolak, menuntut untuk diekspresikan tak sekedar dibiarkan terpendam dalam pikiran lalu hilang tertelan kenangan *alaahh. Tapi juga nggak yakin apakah tulisan ini penting untuk dibaca? Wkwkwk..
Tentu kritik, saran, masukan yang membangun sangat diperlukan untuk perbaikan tulisan-tulisan berikutnya. Jangan dibully, gembéngan, rapuh.
Tentu kritik, saran, masukan yang membangun sangat diperlukan untuk perbaikan tulisan-tulisan berikutnya. Jangan dibully, gembéngan, rapuh.
Saya teringat obrolan dengan kawan-kawan saya semasa SMA. Orang tua mereka menginginkan anak-anaknya bisa bekerja sebagai dokter, polisi, tentara, PNS atau pekerjaan "settle" lainnya. Di tulisan ini saya menyebut pekerjaan settle atau pekerjaan tetap yang memiliki gaji bulanan yang stabil. Bukan freelancer, bukan pekerjaan part time yang penghasilannya tidak tetap tiap bulannya. Bukan juga pekerjaan yang penghasilannya dihitung dari per-project yang ia kerjakan, meskipun pekerjaan itu memiliki status yang jelas. Settle disini yang memang pendapatan setiap bulan sudah pasti konsisten, istiqomah lah ya hehe.., ya pekerjaan yang memang bisa menjadi pegangan tetap untuk biaya hidup sehari-hari.
Tapi, waktu SMA pun saya belum sedetail itu memahami tentang pekerjaan tetap ini. Masih sering bertanya-tanya, "kenapa ya kok para orang tua sangat mengidolakan jenis pekerjaan itu untuk anak-anaknya?"
Kalau kata salah satu guru SMA saya, "karena kalau jadi PNS dapat uang pensiun di masa tua", begitu jawab beliau dengan nada bercanda. Dalam hati, "ah kalau semisal di masa karir menabung dan berinvestasi, kan tetap bisa disimpan untuk masa tua semisal tidak mendapatkan uang pensiun karena tidak menjadi PNS".
Lepas lulus SMA, dan melanjutkan ke perkuliahan mulai mengenal nasehat bijak "bekerja sesuai passion" atau "pekerjaan yang menyenangkan adalah hobi yang dibayar" dan nasehat sejenis lainnya yang intinya adalah nantinya kita itu bekerja bisa beragam jenis pekerjaannya mulai dari passion, hobi, dll yang orientasinya bukan uang masa pensiun seperti jawaban guru saya tadi. Apalagi di zaman millenial seperti saat ini, jenis profesi sangat beragam. Pernah membaca berita bahwa trend anak muda bekerja cenderung tidak terikat karena mudah jenuh, bersifat mobile bukan harus stay di kantor, dan cenderung menyukai pekerjaan yang terintegrasi dengan media digital atau online sehingga mudah diakses dari mana saja atau integrasi dengan kecanggihan teknologi lain. Jadi, bagi yang memang tidak tertarik bekerja sebagai PNS atau pekerjaan-pekerjaan yang sifatnya terikat di kantor, mereka memiliki banyak pilihan untuk jenis pekerjaan lain.
Maka tidak heran kalau bermunculan seorang pengusaha yang sampingannya sebagai driver ojol saat weekend karena menganggap itu bagian dari refreshing namun tetap menghasilkan uang, atau seseorang yang profesinya sebagai dokter namun juga seorang model atau make up artist, atau pelaku jenis usaha event organizer yang juga seorang jurnalis, atau seorang beauty blogger yang juga seorang MC/host tv, dan lain-lain.
Sebelum dilanjutkan, ada yang kemudian tersadar apa hubungannya deksripsi di atas dengan corona?
Sabar mamad. Saya berusaha menyusun transisi antar paragraf agar sistematis dan kisahnya ndak jumping, enak dibaca dan mudah dipahami. Jelang lahiran, tarik nafas dulu.
Lalu, apaaaa hubungannya corona dengan ini semua yayuuk? (Pakai nada do paling rendah bawah tanah, biar nggak dikira ngegas)
Sekitar dua hari lalu saya bertemu dengan 2 teman saya. Satu adalah seorang model dan make up artist, satunya lagi hanya berprofesi sebagai model. Mereka bercerita bahwa event modeling, fashion show, workshop wedding, dan semua acara yang membutuhkan jasa mereka (sebagai model) mulai bulan Maret hingga April ditunda dan belum ada konfirmasi dari organizer mengenai kapan pasti tanggal pelaksanannya, mengingat situasi belum kondusif. Bahkan pemerintah berencana memperpanjang masa isolasi mandiri dan tetap meminta masyarakat untuk social distancing hingga bulan Mei 2020.
Berita larangan mengadakan resepsi |
Satu lagi, teman yang cukup saya kenal baik. Hampir di setiap unggahannya di media sosial bernada positif, dan nuansa kegembiaraan, hampir tidak pernah mengunggah hal-hal berbau "curhat". Hari ini dia mengunggah berita mengenai kebijakan Polri yang melarang masyarakat mengadakan resepsi pernikahan di tengah wabah corona hingga kondusif nanti.
Beberapa saat kemudian, dia mengunggah "curhatan" di media sosialnya terkait dampak corona terhadap usaha persewaan kebaya miliknya.
Curhatan seorang teman baik |
Sedangkan bulan Februari lalu, ketika saya berkumpul dengan saudara jauh dan berdiskusi santai, sebut saja om X membahas mengenai pekerjaan settle dimana bagi si om, PNS atau pegawai BUMN tetap menjadi pekerjaan yang sangat direkomendasikan. Alasannya karena gaji tetap, terjamin, tunjangan dan uang pensiun. Menengok saudara-saudara lain yang masih seusia dengan saya, mereka menilai pekerjaan mereka yang non PNS, non BUMN bukan menjadi pekerjaan yang lantas tidak tergolong pekerjaan yang kurang "terjamin" seperti kata om X tadi. Ya meskipun statusnya freelancer tapi setiap bulan ada pemasukan bahkan nominalnya bisa lebih banyak dari gaji PNS (bergantung jenis project yang digarap) dan menurut mereka berinvestasi dan menabung bisa dijadikan pilihan untuk tabungan masa tua nanti.
Nah kembali ke perihal corona. Di tengah pandemik global ini, memang ada pekerjaan-pekerjaan yang terus settle berjalan seperti biasa. Bukan hanya gaji atau tunjangan saja yang settle tiap bulan didapat. Maksudnya adalah meskipun ada wabah corona seperti saat ini, pekerjaan settle tersebut tidak terganggu. Mereka tetap bekerja, gaji tetap jaya seperti bulan-bulan biasa. Seperti tenaga medis yang bahkan mendapat insentif tambahan bagi mereka yang menangani pasien covid 19. Lalu polisi atau petugas keamanan, PNS, guru, jurnalis, penulis dan pekerjaan lain yang tetap settle meskipun ada wabah dan tetap digaji seperti biasa. Terlepas dengan segala resiko pekerjaan ya. Fokus tulisan ini membahas soal "settle" tadi.
Bayangkan seperti teman saya yang seorang model tadi, atau misal profesi penari, pemain ludruk, penyedia persewaan sound system, penyedia persewaan kebaya pernikahan, event organizer, make up artist, atau pekerjaan yang erat berkaitan dengan event dimana event itu erat kaitannya dengan kerumunan massa, terpaksa 'puasa' karena larangan adanya acara atau kegiatan apapun yang mengundang orang banyak karena rawan penularan corona. Belum lagi driver ojol yang harus keluar rumah, rawan tertular virus karena interaksi dengan banyak orang. Itupun dengan resiko yang sama mereka harus menelan pahit kenyataan minimnya pemasukan karna masyarakat yang bepergian pun sangat sedikit karna anjuran pemerintah untuk work from home. Pemilik cafe, resto yang terpaksa tutup sementara karena sepi, dan pekerjaan-pekerjaan yang semula dirasa settle tapi ternyata karena suatu wabah dan kondisi luar biasa menjadi terasa kurang atau bahkan tidak settle lagi.
Haruskah saya masukkan kriteria, bahwa pekerjaan settle selain gaji tetap tiap bulan yaitu tahan wabah, tahan angin badai bencana, tak lekang oleh waktu dengan segala kondisi sosial yang mungkin terjadi di masa depan? Hehehe...
Kalau menurut kalian gimana?
Iya-iya rezeki sudah diatur.
Tulisan ini berfokus tentang pemahaman mengenai pekerjaan settle tadi esmeralda. Kan sebelum tawakkal ada ikhtiar. Sebelum bilang "ah rezeki sudah ada yang ngatur", kan ya usaha dulu menentukan jenis pekerjaan apa yang akan ditekuni, yang mungkin kriteria 'settle' misalnya.
Tulisan ini berfokus tentang pemahaman mengenai pekerjaan settle tadi esmeralda. Kan sebelum tawakkal ada ikhtiar. Sebelum bilang "ah rezeki sudah ada yang ngatur", kan ya usaha dulu menentukan jenis pekerjaan apa yang akan ditekuni, yang mungkin kriteria 'settle' misalnya.
Ah ya begitu.. ragu sih apa tulisan ini mudah dipahami. Hehehe..
Terima kasih sudah mampir.
Jaga kesehatan ya.
(Adm/Zan)