3/14/18

Bedah Film "Laut Bercerita" bersama Leila S. Chudori

Bedah Film Laut Bercerita (13/3)

"Kisah yg berlatar belakang sejarah tahun 1998. Memvisualisasikan tragedi kemanusiaan tentang hilangnya sekelompok aktivis relawan, rasa duka mendalam dan rasa kehilangan dari keluarga korban penculikan.
Meski beberapa ada yang kembali pulang, namun masih ada sekawanan orang yang masih hilang.
Banyak pihak keluarga dan sahabat yang masih terus mencari, tiada hentinya menanti. Meski akhirnya, beberapa orang tua lebih dahulu meninggal sebelum yang hilang kembali."


Itulah narasi yang saya bacakan sebelum pemutaran film pendek Laut Bercerita dimulai. Kalau ditanya, bagaimana perasaan ketika diminta menjadi master of ceremony acara bedah film perdana ini, ya merinding. Tidak hanya dihadiri oleh teman mahasiswa dan dosen Universitas Airlangga saja tetapi juga rekan-rekan media seperti JTV, Antara Jatim, bahkan beberapa mahasiswa dan masyarakat umum. Terlebih hadirnya 5 narasumber dalam acara tersebut yang komplit membuat saya semakin panas-dingin. Narasumber yang hadir adalah Leila S. Chudori (Penulis novel & skenario), Wilson (Amnesty International Indonesia), D. Utomo Rahadjo (Ayah Bimo Petrus, korban penghilangan paksa), Wisnu Darmawan (Produser), Dr. Liestianingsih D. Dayanti, M.Si (Universitas Airlangga). Ketika rapat perdana untuk mempersiapkan acara ini, kami hanya memprediksi peserta yang hadir adalah 200 orang saja. Namun 30 menit sebelum acara dimulai, peserta membludak. Bahkan jumlah peserta yang hadir melebihi kapasitas ruangan sehingga banyak yang memilih berdiri dan ada juga yang duduk di lantai paling depan.

Suasana acara Pemutaran Film Pendek di Universitas Airlangga (13/3)
Film ini bukan heartwarming drama atau romance, bagi saya lebih mengharukan lagi. Dari 379 halaman novel "Laut Bercerita", dirangkum dalam film pendek berdurasi 30 menit saja tentu dari Sutradara dan Produser benar-benar harus jeli memilih dan memilah karakter dan cerita mana yang akan dimunculkan.

Gambaran penderitaan aktivis yang diculik, diinterogasi dan disiksa serta perasaan duka keluarga korban penculikan menjadi sorot utama dalam film ini. Seperti yang dikatakan Ibu Leila selaku penulis, cerita ini memang pilu. Terlebih dalam sesi bedah film tersebut hadir juga Bapak Rahadjo yang merupakan ayah dari Bimo Petrus (salah satu aktivis yang hilang dan mahasiswa UNAIR saat itu) menceritakan kesedihannya. Sampai hari ini, 20 tahun berlalu (tepat 31 Maret nanti) sejak hilangnya sang anak tercinta beliau mengikhlaskan Bimo Petrus ke tangan Tuhan. Meskipun dalam lubuk hati yang terdalam, sang Ayah dan juga beberapa keluarga korban penculikan lainnya masih menagih kejelasan kepada negara dimana keberadaan anak mereka.

Meskipun saya tidak pernah terlibat langsung atau menyaksikan bagaimana tragedi 1998 menelan banyak korban terlebih para aktivis mahasiswa yang saat itu berjuang mati-matian, tetapi saya berterima kasih sudah diingatkan kembali melalui film ini bahwa barangkali, apa yang bisa kita nikmati hari ini (mungkin) adalah hasil pengorbanan dari mereka yang hilang dan tidak pernah kembali pulang. Kebebasan berpendapat, keleluasaan dalam menyampaikan kritik, yang dulu saat sebelum 1998 sangat terbatas, kini bisa sebebas-bebasnya.

Pemutaran film pendek dan bedah buku "Laut Bercerita" masih akan diadakan di beberapa kota lainnya, jika di tempat kalian menjadi salah satu tempat yang beruntung didatangi oleh Ibu Leila, jangan lewatkan ya.

Bersama Bp. Wisnu Darmawan (Produser)

Bersama Ibu Leila S. Chudori (Penulis Novel & Skenario)

Bu Leila saat diwawancarai

Foto bersama seluruh narasumber (bukanfull team)
Doc.
MC-ing bedah film "Laut Bercerita" di Aula Soetandyo, FISIP Universitas Airlangga

Baca juga:
Laut Bercerita, Film Pendek Ingatkan Pemerintah Akan Tragedi Penculikan Aktivis 1998
Ratusan Mahasiswa Saksikan "Laut Bercerita" di UNAIR

Terima kasih.

(Admin/Zan)

0 comments:

Post a Comment