3/16/18

Seberapa sering kalian berkompetisi?

Malam final Raka Raki Jawa Timur 2017
Beberapa waktu lalu ada seorang teman yang mengirim DM instagram, inti dari isi pesannya adalah dia merasa minder dan takut gagal (lagi) mengikuti kompetisi-kompetisi. Perasaan ini muncul setelah  dia mencoba 2x berturut-turut mengikuti suatu kompetisi, dan kedua-duanya belum berhasil.

Wah, masih 2x lho ya. Yang ratusan bahkan tak terhitung berapa kali gagalnya saja masih kecanduan untuk mencoba dan menantang diri untuk berkompetisi. Hehehe... Kalau kata Pak Dahlan Iskan, "Setiap orang punya jatah gagal. Habiskan jatah gagalmu ketika masih muda". Ya kalau saya boleh menambahkan, habiskan jatah gagalmu di usia muda, dan sambut suksesmu di masa tua. Tentu saja, tolak ukur sukses masing-masing orang berbeda-beda. Ada yang menilai indikator sukses dari kemampuan membeli rumah dan mobil, ada yang menilai sukses ketika mampu menaikkan haji kedua orang tua, dan lain sebagainya. Ehmm... Ya, mau sesukses apapun, yang tetap sebaik-baiknya manusia adalah mereka yang bermanfaat untuk sesama.

Ya, sejatinya kita hidup saja sudah merupakan kompetisi. Misalnya, ketika kita naik bus, kita sudah berkompetisi untuk mendapatkan tiket dan tempat duduk. Tapi, kompetisi yang ingin saya ulas di tulisan kali ini adalah kompetisi yang berhubungan dengan lomba bidang akademis atau non-akademis. Semoga tulisan yang mungkin kurang terstruktur ini bisa dipahami dengan baik.

Saya tidak bisa mengingat lagi, kompetisi mana yang menjadi lomba pertama saya. Seingat saya, saat SD sudah pernah mengikuti lomba baris berbaris, lomba Pramuka, hadrah, drumband, dan lain sebagainya. Ya kebanyakan lomba yang saya ikuti saat SD hingga SMA kelas 2 adalah lomba secara beregu atau tim, bukan individu. Dan kebanyakan lomba yang saya ikuti adalah lomba untuk mewakili sekolah. Di zaman saya masih belum akrab dengan internet, akses informasi lomba tidak seperti sekarang yang sangat mudah didapatkan. Jadi saya hanya tahu lomba sebatas di tingkat kabupaten saja. Iih... cupunya saya ya. Ya begitulah. Hahaha....

Bersama Ibu Anggia Erma Rini saat malam final
Pemuda Inspiratif 2018 oleh Kemenpora RI

Saya mulai gencar mengikuti beberapa kompetisi yang out of the box adalah di tahun 2012-2016. Dari beberapa pengalaman baik yang menang atau pun belum menang, saya menyimpulkan jenis lomba berdasar "keberlanjutannya" terdiri dari dua kategori yaitu yaitu short-term dan long-term.

Untuk kategori short-term, kompetisi jenis ini bersifat jangka pendek dan euforianya hanya berlangsung selama lomba berjalan. Tidak ada keberlanjutan pasca lomba. Saya mengibaratkan seperti lomba cerdas cermat. Setelah lomba ya sudah, tidak ada episode berikutnya. Beberapa kompetisi tipe ini seperti olimpiade sains, lomba modelling (tanpa ikatan kontrak), mahasiswa berprestasi (tanpa ada kewajiban merealisasikan social project), dan sebagainya.

Bersama keluargaku Paguyuban Kakang Mbakyu Trenggalek
Sedangkan untuk kategori long-term merupakan kompetisi yang berkelanjutan, banyak program kegiatan atau kontrak yang masih harus dijalankan usai lomba. Dan justru episode baru dimulai pasca lomba. Menurut saya kompetisi jenis ini sangat special dan dari kompetisi seperti ini kita bisa menemukan sahabat dan keluarga. Seperti akhirnya saya menemukan keluarga baru di Paguyuban Kakang Mbakyu Trenggalek. Nah, contoh kompetisi kategori ini (tentunya banyak yang sudah familiar), yaitu kompetisi pemilihan duta atau beauty pageants (yang memiliki ikatan kontrak atau wajib bergabung di paguyuban minimal 1 tahun periode jabatan), lomba model search atau model ikon (dengan ikatan kontrak), kompetisi business plan / start up business, dll.

Makrab bersama PPI Tiongkok (Nanjing) saat exchange tahun 2016
Ada juga konferensi pemuda dan exchange yang mewajibkan peserta untuk melakukan post-programme di daerah masing-masing setelah mereka pulang dari negara tertentu atau setelah peserta memenangkan dana hibah dari program tersebut. Intinya, masih ada kewajiban "program kegiatan" yang berlanjut usai masa kompetisi. Bagi para pelaku pageants, tentu kalian sudah akrab dengan istilah setahun menjabat, seumur hidup menginspirasi. Nah, kira-kira seperti itulah untuk menggambarkan bahwa kompetisi jenis ini memang sustainable.

Biasanya, kompetisi kategori long-term dilalui peserta melalui beberapa tahap dan prosesnya tidak mudah. Peserta tidak hanya memiliki wawasan luas tetapi juga memiliki keterampilan yang lain seperti public speaking, grooming, kritis, manajemen diri yang baik, manajemen waktu, terbiasa brainstorming, dan lain-lain.

Menurut saya secara pribadi, ketika menggali pengalaman dengan mencoba berbagai tantangan seperti mengikuti kompetisi-kompetisi, tugas kita yang sebenarnya bukanlah untuk menang tetapi bagaimana akhirnya kalian bisa menemukan potensimu dan kamu bisa mengembangkannya. Barangkali ada seseorang yang selalu menang di kompetisi modelling, tetapi selalu kurang beruntung di kontes pageants. Atau sebaliknya. Ada juga yang berulang kali keluar-masuk negara tertentu untuk mengikuti program pertukaran pemuda, namun ketika mengadu diri di kontes pageants ternyata tak seberuntung di program exchange tersebut. Ada juga seseorang yang selalu meraih juara saat mengikuti kontes pageants, bahkan itu mungkin zona nyamannya. Namun cenderung kurang beruntung ketika mengikuti kompetisi di luar zona nyamannya.

Setiap jenis kompetisi/kontes atau perlombaan memiliki warna tersendiri. Dan setiap orang memiliki potensi yang warna warni. Ketika warna potensinya mumpuni untuk kompetisi tertentu, bukan tidak mungkin ia akan berjodoh dengan kompetisi itu. Terlepas dari semua indikator sukses, menurut saya ketika seseorang mau menantang dirinya dan keluar dari zona nyaman, maka itu adalah kesuksesan.

Temukan warnamu, jangan meniru warna orang lain :)

Tonton juga :


(Admin/Zan)

0 comments:

Post a Comment